Asusila adalah tindak kriminal. Bab XIV buku II Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) menyebutnya sebagai kejahatan terhadap kesusilaan.
Bab ini memuat Pasal 281 hingga 297 KUHP, lengkap dengan masing-masing ayatnya yang menjabarkan berbagai perilaku tindak kejahatan kesusilaan, mulai dari hal yang berupa tulisan, gambar maupun benda yang melanggar kesusilaan, hingga perselingkuhan, persetubuhan, serta perbuatan cabul.
Seluruh pasal dalam bab yang mengatur tentang tindak pidana kejahatan kesusilaan di KUHP ini memang diperuntukkan bagi orang-orang yang tidak dapat mengontrol hawa nafsu seksual.
Biasanya menimpa korban orang-orang lemah. Pada orang dewasa kerap terjadi pada perempuan. Sebuah kejahatan yang dinilai paling klasik di dunia. Karena telah berlangsung dari generasi ke generasi, melampaui peradaban zaman.
KUHP sendiri merupakan dasar hukum Indonesia peninggalan pemerintah Kolonial Belanda. Pengesahannya dilakukan melalui "Staatsblad" atau lembaran negara Tahun 1915 nomor 732, resmi diberlakukan mulai 1 Januari 1918, dan sejak itu sudah mencantumkan pasal-pasal yang mengatur hukuman pidana bagi pelaku kejahatan kesusilaan.
Hukuman bagi pelaku kejahatan kesusilaan sebagai mana tertera dalam Pasal 281 hingga 297 KUHP beragam, mulai dari dua tahun, empat tahun, tujuh tahun, sembilan tahun, 15 tahun, dan bahkan bisa mencapai 20 tahun penjara jika korbannya sampai meninggal dunia.
Sebagaimana selalu ada dorongan untuk melanggar norma-norma di dalam tiap diri manusia, orang-orang yang terdidik, religius dan telah berprofesi mapan pun banyak yang jatuh terjerembab perkara asusila. Dengan begitu kejahatan kesusilaan akan selalu mengincar korbannya.
Menghantui orang-orang lemah di berbagai kesempatan, di mana saja, yang bisa terjadi sewaktu-waktu dalam hitungan detik, siang dan malam. Bisa saja terjadi di lingkungan keluarga, sekolah, kantor, rumah sakit, panti asuhan, bahkan di tempat-tempat suci sekalipun.
Lantas apakah yang dapat mengontrol hawa nafsu seksual untuk menekan angka kejahatan kesusilaan? Cobalah dengan mulai menumbuhkan rasa kasih sayang dari lingkungan keluarga. (*)