Jember (Antaranews Jatim) - Para peneliti Universitas Jember yang tergabung dalam Program Mitigasi Berbasis Lahan melakukan kegiatan pengukuran karbon di areal rehabilitasi Taman Nasional Meru Betiri (TNMB), Jawa Timur, pada 12-16 Januari 2018.
"Hari ini kami akan melakukan `spot check` sekaligus mengukur karbon di blok Pletes," kata peneliti Program Mitigasi Berbasis Lahan Hari Sulistyowati saat ditemui di Kampus Universitas Jember, sebelum berangkat menuju ke kawasan TNMB, Selasa.
Pengukuran karbon tersebut menjadi salah satu kegiatan sambil melakukan pengawasan terhadap penanaman 92.324 bibit pohon durian, langsep, pakem dan kemiri di empat blok rehabilitasi yakni Curah Malang, Donglo, Bonangan dan Pletes, seluas 255 hektare.
Menurutnya, pengukuran karbon di lahan rehabilitasi dilakukan agar diperoleh data berapa karbondioksida yang diserap oleh tanaman sebelum pelaksanaan Program Mitigasi Berbasis Lahan, dan sesudah program berjalan.
"Dari perhitungan yang kami lakukan, jika semua bibit pohon yang diberikan kepada petani ditanam dengan baik, maka diperkirakan mampu menyerap 1,6 juta ton karbondioksida, sedangkan target untuk Jawa Timur sendiri diharapkan tahun ini mampu menyerap 6 juta ton karbondioksida, sehingga rehabilitasi lahan di TNMB memang krusial," tuturnya.
Pakar valuasi lingkungan itu menjelaskan pentingnya pohon dalam kehidupan manusia karena pohon berukuran besar bisa menyerap karbondioksida sebesar 22,8 kilogram per hari, dan memproduksi 20,4 kilogram oksigen.
"Sementara setiap hari seorang manusia membutuhkan 0,8 kilogram oksigen, jadi dari fakta itu sebenarnya bisa menghitung berapa pohon yang harusnya dibutuhkan. Selain memproduksi oksigen, pohon juga menyerap dan menahan air agar tetap dalam tanah," ucap dosen yang menyelesaikan studinya di Kanada itu.
Ia mengatakan satu pohon berukuran tinggi 30 hingga 50 sentimeter saja mampu menyerap dan menahan air di tanah sekitar 19 liter atau satu galon, bahkan pohon yang sudah besar mampu menyerap air hingga 60 galon.
"Beberapa hari lalu lahan rehabilitasi di dalam TNMB dan Desa Wonoasri dilanda banjir, itu terjadi karena memang hutan ditebangi sehingga tidak ada lagi penahan air. Oleh karena itu Program Mitigasi Berbasis Lahan ini diharapkan mampu mencegah bencana, dengan cara penanaman pohon kembali. Di sisi lain, petani penggarap lahan di dalam TNMB diberdayakan dengan berbagai keterampilan agar tidak lagi merambah hutan," ujarnya.
Sementara hasil pengamatan, lanjut dia, sebagian besar bibit tanaman yang telah ditanam, ada yang ditemukan mati karena faktor cuaca, dimakan oleh hewan liar seperti monyet dan babi hutan.
"Kesulitan lainnya ada beberapa bibit pohon yang ditanam di sela-sela tanaman jagung yang sudah tinggi, sehingga kondisi itu menyulitkan pengawasan dan kegiatan spot check dilaksanakan sebagai bentuk pertanggungjawaban kepada pemberi dana," katanya.
Saat melakukan pengawasan terhadap bibit pohon yang sudah ditanam sejak bulan September 2017 lalu, tim Program Mitigasi Berbasis Lahan Universitas Jember didampingi ketua kelompok tani blok Bonangan yakni Tamim dan Sekretaris Lembaga Masyarakat Desa Hutan Konservasi (LMDHK) "Wonomulyo" Dasar Wikanto.
Pelibatan kelompok tani dan pengurus LMDHK dilakukan karena selama ini mereka yang menjadi jembatan antara tim peneliti, TNMB dan petani penggarap lahan rehabilitasi.
"Kami mendukung program itu karena kami sadar jika petani merambah hutan, maka masyarakat sendiri yang nanti akan rugi. Namun secara perlahan perlu menyadarkan kawan-kawan agar nanti tidak lagi menggarap lahan rehabilitasi," kata LMDHK "Wonomulyo" Dasar Wikanto.(*)