Dalam sebuah konferensi tentang perubahan kepemimpinan yang diselenggarakan oleh Loop Indonesia Surabaya, wartawan senior Dahlan Iskan yang juga mantan Menteri BUMN mengungkapkan bagaimana tidak menentunya keadaan di masa depan. Saking tidak menentunya keadaan yang populer dengan sebutan "disruptive era" itu tidak ada satu pun futurolog yang berani meramalkan kecenderungan yang akan terjadi 20 hingga 30 tahun ke depan.
Menurut Dahlan, meski tidak menentu, kabar baiknya adalah, semua orang sama-sama tidak memiliki gambaran pasti apa yang akan terjadi. Dengan demikian setiap orang memiliki peluang yang sama untuk memenangkan kompetisi di masa depan. Peluang yang sama tentunya juga akan terjadi dalam menerima kekalahan.
Kantor Berita Antara, yang pada 13 Desember 2017 memasuki usia 80 tahun juga akan berhadapan dengan situasi tak menentu itu.
Sejatinya, sebelum istilah disruptive era ini popular, Antara sudah melakukan perubahan dengan masuk ke dalam "gelembung" zaman baru, khususnya setelah bertransformasi dari lembaga nondepartemen menjadi perusahaann umum (perum) , sesuai tuntutan UU Pers yang mengharuskan lembaga pers memiliki badan hukum.
Pelan-pelan Antara yang dulu hidup matinya tergantung pada sokongan uang negara (APBN) harus belajar hidup dari usaha sendiri.
Antara, dulunya tidak berhubungan langsung dengan pembaca, melainkan melalui perantara media pelanggan. Karenanya wartawan Antara, khususnya di daerah, dulu seringkali mendapatkan pertanyaan dari narasumber, "Antara itu korannya mana? "
Sekarang, sebagai salah satu badan usaha milik ngara, Antara telah menyapa langsung pembaca sekaligus menjadi "pesaing" bagi pelanggannya. Lo, kok? Begitulah barangkali memang yang namanya disruptive era.
"Gelembung"-nya media di masa depan adalah internet atau media online. Antara telah masuk dalam gelembung itu, termasuk keberadaan portal-portal daerah yang digawangi oleh awak-awak Antara di tiap-tiap biro. Mau tidak mau Antara berebut kue iklan,--yang selama ini menjadi penopang hidupnya media--, dengan para pelanggannya.
Sepintas pilihan Antara sudah "on the track" dengan angin perubahan masa depan media massa. Namun kita tidak pernah tahu perubahan apalagi yang akan terjadi 10 atau 20 tahun ke depan. Jangan-jangan media online yang dikiranya memiliki masa depan pasti akan juga masuk dalam museum waktu sebagaimana nasib yang dialami media cetak arus utama di negara maju yang kini merambah ke ranah online.
Sebagai lembaga media, Antara sudah teruji keluar masuk dalam situasi yang penuh turbulensi. Mulai dari awal berdiri di masa perjuangan. Kemudian masuk masa kemerdekaan, khususnya Orde Lama. Turbulensi terjadi ketika kekuasaan politik beralih ke Orde Baru dan kini masuk ke zaman now.
Sebagai warga negara yang berpegang pada Pancasila, yang mutlak bisa insan pengawak Antara lakukan menghadapi masa depan tak menentu itu adalah berdoa,sebagai pengejawantahan dari sila pertama Pancasila.Semoga Antara tambah maju dan mampu menyelancari ganasnya "ombak" di lautan media informasi yang nada-nadanya masih akan penuh dengan kejutan ini. Aamiin (*)