Surabaya, (Antara Jatim) - Tingginya angka pernikahan anak berusia di bawah 18 tahun di wilayah Jawa Timur (Jatim) salah satunya dipicu oleh tradisi, atau kebiasaan turun temurun di sejumlah daerah provinsi setempat, kata seorang aktivis perempuan dan anak.
Sekretaris Jenderal Koalisi Perempuan Indonesia Dian Kartika Sari menyebut tradisi adalah penyebab tertinggi angka perkawinan anak di Jawa Timur, merujuk pada kejadian di tiga kabupaten, yaitu Sampang, Probolinggo dan Bondowoso.
"Angka perkawinan anak di tiga kabupaten itu merupakan yang tertinggi di Provinsi Jawa Timur," katanya, di sela Deklarasi Gerakan Bersama Stop Perkawinan Anak untuk wilayah Jawa Timur, yang berlangsung di Surabaya, Minggu.
Dia mencontohkan, berdasarkan data tahun 2015 dari Dinas Pembinaan Potensi Keluarga Besar (DPPKB) Kabupaten Bondowoso, angka pernikahan anak di wilayah setempat sudah mencapai 2.250 kasus.
Sedangkan di Kabupaten Probolinggo, DPPKB setempat mencatat selama Januari - Juni 2016, angka pernikahan usia di bawah 20 tahun mencapai 1.985 pernikahan atau 45,15 persen dari total 4.396 pernikahan.
Tentu, dia menambahkan, ada beberapa pemicu lain yang menyebabkan tingginya angka pernakahan anak di Jawa Timur, seperti faktor kemiskinan, pendidikan yang rendah, dan pergaulan bebas.
"Tapi di tiga kabupaten yang menyumbang angka tertinggi perkawanan anak di Jawa Timur itu, terbanyak dikeranekan oleh tradisi, yang sudah menjadi kebiasaan turun temurun di daerah setempat," tuturnya.
Perbandingannya, angka perkawinan anak di Kota Surabaya juga terbilang tinggi, hanya saja lebih dipicu oleh pergaulan bebas.
"Begitu juga di kabupaten/ kota lainnya di Jawa Timur, sebagian besar juga disebabkan oleh faktor kemiskinan dan pendidikan rendah," ujarnya.
Dian menyebut angka perkawinan anak di Jawa Timur tergolong tinggi dengan rata-rata 27,8 persen berdasarkan analisis data perkawanian anak Badan Pusat Statistik.
Selain itu, mengutip data Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional tahun 2015, yang diambil berdasarkan permintaan dispensasi menikah di bawah umur ke Pengadilan Agama Jawa Timur, tercatat jumlah perempuan di bawah usia 16 tahun yang menikah atau hamil di provinsi setempat mencapai 5.000 orang.
"Praktik perkawinan anak sudah mencapai situasi darurat di Indonesia, khususnya Jawa Timur," imbuhnya.
Dian mengapresiasi langkah Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak yang telah menggandeng 11 Kementerian/ Lembaga dan lebih dari 30 organisasi atau lembaga masyarakat yang bergerak di bidang pendampingan anak dan perempuan dalam "Gerakan Bersama Stop Perkawinan Anak", yang telah mulai dideklarasikan di sejumlah provinsi.
Selain itu, dia mendorong pemerintah agar segera mengambil langkah strategis untuk mengatasinya.
Dian menilai pemerintah pusat perlu mengeluarkan Perpu, serta Perda di tingkat pemerintah daerah, tentang pencegahan pernikahan anak, serta menghapus dispensasi perkawinan.
"Selain itu, dibutuhkan juga kerja sama dan komitmen dari para pihak terkait untuk mencegah dan mengurangi pernikahan anak serta membangun kesadaran masyarakat atas dampak buruk pernikahan anak," ucapnya.(*)