"Bangun, bangun, bangun... Saatnya kalian menyucikan diri..." Teriak sejumlah prajurit KRI Bima Suci membangunkan Taruna AAL tingkat III angkatan 64 dan prajurit lainnya yang masih tertidur pulas.
Saat itu tepat pukul 22:00 waktu sesuai posisi kapal layar tiang tinggi berkelir putih dengan strip panjang berwarna biru itu berada, yakni melewati garis khatulistiwa pada koordinat 0 derajat Lintang Utara/Lintang Selatan. Beberapa prajurit yang baru bangun tidur dengan pakaian dinas harian menuju geladak, begitu pun Taruna AAL.
Mereka diharuskan segera muncul di geladak kapal, entah dalam kelompok-kelompok ataupun sendiri-sendiri. Mereka kemudian berbaris dan berjalan jongkok serta merayap mengelilingi geladak kapal layaknya itik yang tengah dituntun pengembala untuk memasuki kandang.
Tradisi suci "pembaptisan" di lintas garis khatulistiwa atau mandi khatulistiwa bagi pelaut-pelaut sejati dimulai. Adegan-adegan dan babak-babak pembuka dimulai. Siraman demi siraman air laut di tengah gelap malam di laut yang seolah tak bertepi karena pekat malam itu membasahi mereka dengan selang yang dialiri air laut.
Malam itu menjadi malam yang sangat berarti dan membanggakan bagi mereka yang mengikuti ritual "mandi katulistiwa" itu dalam operasi penyeberangan KRI Bima Suci menuju Indonesia dan Operasi Kartika Jala Krida (KJK) 2017 untuk Taruna Akademi Angkatan Laut (AAL).
Mandi Katulistiwa merupakan tradisi pelaut dunia jika melewati ekuator atau garis khatulistiwa. Kegiatan itu merupakan yang perdana dilakukan di kapal tiang tinggi itu dan wajib diikuti semua personel Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut (TNI AL) pengawak KRI Bima Suci yang belum pernah mengikuti ritual suci itu. Tidak peduli dia perwira, bintara, tamtama, taruna, bahkan sipil jika ada di dalamnya.
Sebanyak enam perwira, 219 Taruna AAL dan puluhan prajurit serta dua teknisi asal Spanyol, mengikuti ritual tersebut, sementara prajurit lainnya yang sudah mengikuti ritual itu sewaktu mengawaki KRI Dewaruci, kini berbagi peran.
Untuk melaksanakan pembaptisan itu, ada peran-peran yang harus dilakoni para personel TNI AL pengawak kapal. Ada yang sebagai Dewa Neptunus (dewa penguasa samudera raya), Dewi Amfirite (permaisuri dari Dewa Neptunus), Kapten Davy Jones (sosok antagonis yang menagih janji Dewa Neptunus untuk membersihkan samudera dari orang-orang darat yang masih kotor) dan para punggawa.
"Persiapkan diri kalian wahai para pelaut muda, tubuh dan jiwa kalian masih kotor dan harus disucikan," kata personel TNI AL pengawak kapal, yang berperan sebagai punggawa sambil menyirami mereka dengan air laut.
Persiapan mandi khatulistiwa ini berlangsung hingga pukul 23:00 waktu setempat dan akan dilanjutkan ritual mandi khatulistiwa pada pukul 05:00 untuk mengikuti penyucian diri oleh Dewa Neptunus.
Pada proses persiapan tersebut, Kapten Davy Jones memeriksa persiapan para pelaut muda yang akan mengikuti ritual itu pada dini hari keesokan harinya.
Tepat pukul 05:00, tawa keras dan kadang-kadang menyeramkan para dewa-dewi serta punggawa mulai menghiasi bunyi lengkingan pluit dari pengeras suara di seluruh kapal.
Peluit khas angkatan laut itu bentuknya kecil dengan kantong udara menggelembung di ujungnya. Ini bentuk yang sudah baku dan universal di seluruh angkatan laut negara manapun. Namun jangan salah, dari gelembung udara kecil itu bisa dihasilkan suara dengan frekuensi tinggi dan mampu mengalahkan gemuruh suara badai di laut.
Bunyi yang dihasilkan macam-macam dalam irama, lantunan, dan ketukan tertentu. Masing-masing bunyi memiliki pesan tersendiri, dan bisa menjadi perintah kerja atau perintah lain kepada personel-personel di dalam kapal, di antaranya untuk kepentingan protokoler dan upacara kemiliteran di atas kapal.
Demikianlah, satu per satu taruna AAL dan personel pengawak KRI Bima Suci mulai berkumpul. Yang laki-laki bertelanjang dada dan yang perempuan memakai kaus lengan pendek.
Tiba-tiba Dewa Neptunus bersabda penuh wibawa dan tak mungkin dibantah: "Mandikan mereka!"
Punggawa-punggawa bersorak kegirangan, inilah yang mereka tunggu-tunggu. Para calon warga samudera yang adalah manusia-manusia darat yang penuh kotor itu pasrah, berbaris dan berjalan jongkok serta merayap mengelilingi geladak KRI Bima Suci, sementara para punggawa Dewa Neptunus menyirami mereka dengan air laut.
Setelah mengelilingi geladak, mereka kemudian berkumpul dan bersujud menghadap ke buritan, sementara para punggawa Dewa Neptunus terus menyirami mereka dengan air laut. Dewa Neptunus duduk di singgasananya dengan penuh wibawa ditambah aksesoris tombak trisula di tangannya.
Dewa Neptunus didampingi Ratu Amfirite, Kapten Davy Jones dan para punggawa, memasuki geladak, dan duduk layaknya raja dan ratu kemudian para prajurit dan Taruna AAL tetap sujud layaknya seorang hamba memberi hormat kepada tuannya.
Pembaptisan di garis khatulistiwa pun dimulai, satu persatu nama mereka disebut dan kepala mereka dicelup ke dalam "air khusus" di dalam ember besar sebelum menghadap Dewa Neptunus untuk disucikan agar para pelaut muda yang mengikuti ritual itu suci dan diterima sebagai penghuni dasar lautan.
"Air khusus" itu lambang penyucian diri, dibuat dari berbagai jenis campuran yang tidak dapat dibayangkan calon-calon manusia yang dibaptis. Jika ini dilakukan memakai drum besar, maka satu hal penting yang harus dilakukan sebelum mereka dicelup ke dalam "air khusus" itu adalah: lubang telinga dan lubang hidung harus ditutup kapas agar "air khusus" itu tidak masuk ke dalam tubuh. Dan, jangan tanya baunya!!!
Pada prosesi pencelupan alias penyucian itu langsung dilanjutkan dengan ritual minum "jamu khusus" yang bermakna air kehidupan agar para pelaut muda yang mengikuti pembaptisan khatulistiwa itu menjadi segar dan kuat.
Pembaptisan di garis khatulistiwa ini berlangsung hingga pukul 08:00 waktu setempat, dan dilanjutkan dengan pembagian sertifikat oleh Komandan Satuan Tugas Penyeberangan KRI Bima Suci dan KJK 2017 Letnan Kolonel Laut (P) Widyatmoko Baruno Aji.
"Selamat. Jiwa kalian telah disucikan oleh Dewa Neptunus, karena untuk mengarungi samudera jiwanya harus bersih," kata Baruno Aji sebelum membagikan sertifikat kepada mereka yang mengikuti mandi khatulistiwa itu.
Sertifikat itu sangat sarat makna. Ada nama mereka, dan juga nama baptis samudera, yang diambil dari nama rasi-rasi bintang, di antaranya Sabik (Rasi Sabik).
Waktu terus berjalan, kini saatnya membuktikan kami membuktikan diri sebagai manusia samudera yang telah suci. Tepat pukul 13:00 waktu dilakukan peran layar dengan mengembangkan sembilan layarnya.
"Peran layar kali ini untuk melatih para prajurit dan taruna AAL untuk mengembangkan layar di saat hujan," kata Baruno Aji.
Peran layar ini berlangsung hingga pukul 17:00 waktu setempat.
"Peran layar... peran layar... peran layar...!" perintah itu jelas dikumandangkan dari anjungan. Semua warga samudera bahu-membahu mengembangkan layar dengan semangat baru, semangat manusia samudera baru.(*)