Dulu, batik identik dengan kalangan tua. Penggunanya adalah kaum yang tak muda lagi. Penggunaannya pun biasanya di waktu-waktu tertentu.
Namun, sejak ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda dari Indonesia oleh Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa Bangsa (Unesco) pada 2 Oktober 2009, batik langsung populer.
Saat ini, semua kalangan, baik tua maupun muda, laki maupun perempuan, mengenakan batik, di mana saja dan kapan saja. Tak perlu menunggu waktu menghadiri hajatan atau resepsi pernikahan, untuk mengenakan batik.
Batik tak lagi identik dengan orang tua. Kalangan muda, termasuk mahasiswa pun tak lagi risih mengenakan batik, termasuk ketika jalan-jalan atau pergi ke pusat perbelanjaan.
"Untuk kepentingan ke depan, seharusnya mahasiswa dan kaum muda yang harus jadi pelopor pelestarian batik. Jangan malu pakai batik," kata Rektor Universitas Wiraraja (Unija) Sumenep, Jawa Timur, Alwiyah.
Alwiyah pun meminta mahasiswa dan mahasiswinya untuk tidak ragu mengenakan batik sebagai bagian dari mempertahankan sekaligus mengingatkan warisan budaya tak benda yang sudah diakui Unesco itu ke publik.
Mahasiswa-mahasiswinya yang memiliki jiwa "enterpreneur" juga didorongnya terjun ke bisnis batik supaya mereka tak sekadar mengenakan batik guna menunjukkan kecintaannya terhadap batik.
"Tidak mungkin mempertahankan batik, jika tidak ada yang memproduksinya. Kalau bisa, jangan sebatas mengenakan batik. Jadilah pengusaha batik!," katanya, sambil tersenyum. (*)