Jember, (Antara) - Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir mengatakan pihaknya akan menjaga kampus di perguruan tinggi negeri (PTN) dan perguruan tinggi swasta (PTS) agar terhindar paham radikalisme.
"Kami preventif. Kami jaga jangan sampai terjadi infiltrasi di kampus-kamus, baik negeri dan swasta se-Indonesia," katanya usai radikalisme PTN dan PTS di Jember dan sekitarnya atau Besuki Raya di Kampus Universitas Jember, Rabu.
Ia mengatakan kampus yang merupakan kumpulan anak muda, para dosen dan para cendikiawan berpotensi terinflitrasi radikalisme. "Ini harus dibendung dan dijaga," katanya, menegaskan.
Dia mengatakan deradikalisasi untuk mahasiswa dibutuhkan sebab bisa jadi mereka telah mengikuti paham radikal saat menempuh pendidikan di SD, SMP atau SMA.
Namun, dia belum bisa memastikan jumlah atau presentase mahasiswa yang terlihat paham radikal karena yan dilakukan adalah upaya preventif.
Terkait dengan adanya dosen yang tergabung dengan organisasi massa Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) yang telah dibubarkan pemerintah, Nasir mengatakan para dosen itu harus memilih tetap bergabung dengan NKRI atau keluar menjadi dosen.
Ia mengatakan para dosen yang terlibat HTI masih dalam pembinaan oleh para rektor dan sejauh ini belum ada dosen yang dikeluarkan karena menjadi anggota HTI.
Sebelumnya, ribuan perguruan tinggi baik negeri maupun swasta dari seluruh Indonesia melakukan deklarasi antiradikalisme yang dihadiri Presiden Joko Widodo di Nusa Dua, Kabupaten Badung, Bali, Selasa (26/9).
"Perguruan tinggi harus merawat empat pilar kebangsaan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), Pancasila, Undang-undang Dasar 1945, dan Bhinneka Tunggal Ika," ujar Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi, Mohamad Nasir.
Dia mengatakan perguruan tinggi tersebut juga akan merumuskan langkah nyata dari deklarasi tersebut. Nasir menyebutkan setelah rumusan dihasilkan, tahap berikutnya adalah implementasi di kampus.
"Kami juga bekerja sama dengan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme untuk melakukan 'screening'. Begitu pula dengan perguruan tinggi swasta yang juga harus menyeeleksi para dosen dan pegawai," ujarnya.
Dia juga meminta rektor untuk mendata para dosen pegawai yang terpapar radikalisme untuk selanjutnya ada pembinaan.
Ke depan, lanjut Nasir, aksi-aksi seperti ini harus terus dilakukan, pemahaman pada Pancasila melalui pendalaman dalam kegiatan akademik mengenai sejarah lahirnya Pancasila dan mengapa harus ada lima sila dalam Pancasila.
"Perguruan Tinggi Indonesia harus menjadi pintu gerbang keberlangsungan Pancasila dan menjaga bingkai NKRI," tegas Nasir.(*)