Tulungagung (Antara Jatim) - Dinas Kesehatan Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur menyatakan mayorits penyebab kematian ibu melahirkan di daerah tersebut adalah faktor pre-eklamsi, pendarahan yang dipicu kondisi hipertensi yang dialami ibu hamil bersangkutan.
"Rata-rata penyebab kematian ibu tersebut adalah karena mengalami pre-eklamsi atau keracunan kehamilan," kata Kabid Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan Kabupaten Tulungagung Lis Wulandari di Tulungagung, Selasa.
Ia tak menyebut spesifik kasus pre-eklamsi pada kurun januari hingga akhir Agustus 2017 ini, maupun tahun-tahun sebelumnya.
Lis mengatakan kejadian kematian ibu melahirkan ataupun ibu hamil akibat pre-eklamsi acap kali ditemukan dari tahun ke tahun dengan rasio di atas 50 persen dari total kejadian kematian ibu hamil/melahirkan di Tulungagung.
Tahun ini hingga akhir Agustus angka kematian ibu (AKI) tercatat di Bagian Pelayanan Kesehatan Dinkes Tulungagung sebanyak 11 kasus.
Jumlah itu hampir mendekati total kejadian kasus kematian ibu hamil/melahirkan pada kurun 2016 yang mencapai 18 kejadian.
"Angka kematian ibu di Tulungagung ini terbilang masih rawan, meski rasionya masih di bawah rata-rata nasional," katanya.
Selain faktor pre-eklamsi, Lis mengatakan pemicu kematian ibu hamil/melahirkan biasanya karena terjadi pendarahan.
"Ada juga kasus kematian ibu karena disebabkan penyakit yang diderita. Misalnya jantung, diabetes atau lainnya," paparnya.
Untuk mengantisipasi semua risiko tersebut, Lis menyarankan agar ibu hamil rutin memeriksakan diri ke bidan atau dokter kandungan, baik di layanan privat maupun melalui klinik/puskesmas maupun rumah sakit.
"Untuk mengantisipasinya dari masa kehamilan para 'bumil' (ibu hamil) harus sering mengecek kondisi kesehatannya, dengan rutin USG atau lainnya," katanya.
Lis, sapaan akrab Lis Wulandari, menjelaskan usia ibu juga bisa jadi faktor AKI.
Sebab, pada dasarnya usia ideal seorang wanita untuk hamil yaitu pada usia kurang lebih sama dengan 20 tahun.
Usia di bawah 20 tahun seorang wanita memiliki organ reproduksi yang belum siap sehingga sangat rawan jika harus mengalami kelahiran.
"Usia idealnya kurang lebih sama dengan 20 tahun, ketika ada wanita yang hamil di bawah usia 20 tahun atau lebih dari 35 tahun memiliki risiko besar," katanya.
Untuk mengatasi angka kematian pada ibu, dinkes melakukan beberapa upaya pencegahan, di antaranya melakukan pendampingan para bidan untuk mengajak bumil ikut dalam kegiatan senam ibu hamil.
Dalam kegiatannya, lanjut dia, para bumil diberikan materi mulai tentang proses kehamilan, saat kehamilan, bagaimana menjaga kehamilan, hal-hal yang tidak boleh dilakukan ketika sedang hamil dan lainnya.
Namun sayang tak banyak yang ikut, karena ada yang menganggap sepele meski dinkes telah berupaya membuka kelas di setiap desa.
"Kami juga memiliki grup whatsapp yang anggotanya ada bidan, puskesmas, dinkes, dr. SPog di Kabupaten Tulungagung hingga dokter dari dr. Iskak yang memantau adanya peristiwa kehamilan, atau bahkan pada persalinan yang diberi nama ANC terpadu," ujarnya.
Melalui grup percakapan whatsapp itu, Lis berharap jika ada masalah yang terjadi di tingkat bidan puskesmas misalnya karena merasa ragu, maka mereka bisa segera konsul dan di grup tersebut para dokter akan segera mengarahkan agar ibu dan bayi selamat. (*)