Surabaya (Antara Jatim) - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) meminta dukungan dari
Polda Jatim untuk melakukan penyelidikan terkait dengan kasus dugaan
pelanggaran HAM di Banyuwangi dan Jember tahun 1998-1999.
Wakil Ketua Komnas HAM Mohammad Nurkhoiron, Kamis mengatakan, kedatangannya ke Polda Jatim untuk koordinasi terkait dengan penyelidikan dugaan kasus pelanggaran HAM pembantauan dukun santet di Banyuwangi dan Jember tahun 1998-1999.
"Kami butuh koordinasi dengan jajaran Polda Jatim karena kami akan turun pada masing-masing Polres untuk membantu data-data yang ditangani di polres atas peristiwa dukun santet yang dibantai dan dibunuh menjadi korban," ujarnya di sela-sela kunjungan ke Mapolda Jatim.
Ia mengemukakan, data-data dari kepolisian ini dibutuhkan untuk membantu melengkapi dokumen penyelidikan Komnas HAM.
"Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 26 tahun 2000 memandatkan Komnas HAM terkait dengan penanganan pelanggaran berat HAM," ujarnya.
Ia menjelaskan, sebenarnya kasus dukun santet di Banyuwangi ini merupakan kasus baru karena sebelumnya pihaknya sudah melakukan penyelidikan yang waktunya jauh lebih lama.
"Seperti kasus 1965, Petrus, dan juga kerusuhan yang terjadi pada Mei 1998. Untuk kasus di Jawa Timur kami sudah dua tahun melakukan penyelidikan, dan memang mengalami banyak kesulitan," ujarnya.
Kesulitan tersebut di antaranya adalah korban-korban yang ada di bawah berbeda dengan pelanggaran berat lainnya karena tidak ada pendamping yang mengurus dan menginventarisir.
"Banyak yang alamatnya tercecer. Kami kerja sendirian dan ini berbeda dengan pelangagran HAM lainnya," ujarnya.
Ia mentargetkan, dengan adanya bantuan dari Polda Jatim ini diharapkan penyelesaian laporan penyelidikan ini bisa dilakukan maksimal sampai dengan Oktober tahun ini.
"Selanjutnya dari laporan tersebut akan kami serahkan kepada penyidik di Kejaksaan Agung untuk dilakukan langkah lanjutanya seperti apa," ucapnya.(*)
Wakil Ketua Komnas HAM Mohammad Nurkhoiron, Kamis mengatakan, kedatangannya ke Polda Jatim untuk koordinasi terkait dengan penyelidikan dugaan kasus pelanggaran HAM pembantauan dukun santet di Banyuwangi dan Jember tahun 1998-1999.
"Kami butuh koordinasi dengan jajaran Polda Jatim karena kami akan turun pada masing-masing Polres untuk membantu data-data yang ditangani di polres atas peristiwa dukun santet yang dibantai dan dibunuh menjadi korban," ujarnya di sela-sela kunjungan ke Mapolda Jatim.
Ia mengemukakan, data-data dari kepolisian ini dibutuhkan untuk membantu melengkapi dokumen penyelidikan Komnas HAM.
"Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 26 tahun 2000 memandatkan Komnas HAM terkait dengan penanganan pelanggaran berat HAM," ujarnya.
Ia menjelaskan, sebenarnya kasus dukun santet di Banyuwangi ini merupakan kasus baru karena sebelumnya pihaknya sudah melakukan penyelidikan yang waktunya jauh lebih lama.
"Seperti kasus 1965, Petrus, dan juga kerusuhan yang terjadi pada Mei 1998. Untuk kasus di Jawa Timur kami sudah dua tahun melakukan penyelidikan, dan memang mengalami banyak kesulitan," ujarnya.
Kesulitan tersebut di antaranya adalah korban-korban yang ada di bawah berbeda dengan pelanggaran berat lainnya karena tidak ada pendamping yang mengurus dan menginventarisir.
"Banyak yang alamatnya tercecer. Kami kerja sendirian dan ini berbeda dengan pelangagran HAM lainnya," ujarnya.
Ia mentargetkan, dengan adanya bantuan dari Polda Jatim ini diharapkan penyelesaian laporan penyelidikan ini bisa dilakukan maksimal sampai dengan Oktober tahun ini.
"Selanjutnya dari laporan tersebut akan kami serahkan kepada penyidik di Kejaksaan Agung untuk dilakukan langkah lanjutanya seperti apa," ucapnya.(*)