Madiun (Antara Jatim) - Ketua Dewan Pimpinan Nasional Andalan Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Soemitro Samadikoen menyatakan petani tebu se-Jawa siap melakukan protes ke Presiden jika pemerintah memberlakukan pengenaan pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 10 persen untuk gula tebu.
"Kami akan melakukan protes agar gula petani dibebaskan dari PPN 10 persen," ujar Soemitro Samadikoen kepada wartawan di Madiun, Selasa.
Ia mengaku telah mengumpulkan puluhan petani dan pengusaha tebu se-Jawa untuk membahas rencana protes tersebut dan hal itu telah menjadi kesepakatan bersama agar segera dilakukan jika pemerintah tak kunjung berpihak pada nasib para petani tebu.
"Tidak hanya protes, jika perlu kami akan berdemo ke Istana Presiden untuk membahas masalah serius ini," kata dia.
Menurut dia, kebijakan pengenaan PPN 10 persen semakin memberatkan beban petani tebu yang sudah suram selama ini. Yakni, tidak mendapatkan keuntungan yang maksimal akibat tingginya biaya produksi tanam tebu dan harga jual gula yang rendah.
Ia menilai kondisi tersebut semakin menghambat upaya swasembada gula karena petani lama-lama akan enggan menanam tebu sebagai bahan baku utama dari gula tebu.
Soemitro menambahkan, APTRI akan memberikan batasan waktu hingga akhir bulan Juli 2017 kepada pemerintah untuk mencabut kebijakan tersebut. Jika tetap berlaku, maka pihaknya akan melakukan demo besar-besaraan.
Seperti diketahui, pemerintah berencana menjalankan kebijakan penerapan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 10 persen untuk komoditas pertanian atau perkebunan, termasuk gula.
Adapun, kebijakan PPN 10 persen atas gula pasir dan produk pertanian atau perkebunan itu dijalankan karena adanya uji materi atas Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 31 Tahun 2007 tentang barang strategis yang dibebaskan dari pengenaan PPN, termasuk penyerahan barang hasil pertanian dan perkebunan.
Pada awalnya Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia yang mengajukan uji materi atas PP Nomor 31 Tahun 2007 tentang perubahan keempat atas PP Nomor 12 Tahun 2001 tentang Impor dan Atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu Yang Bersifat Strategis Yang Dibebaskan Dari Pengenaan PPN tersebut.
Hal yang terjadi selanjutnya, Mahkamah Agung mengabulkan uji materi tersebut dan disimpulkan bahwa barang hasil pertanian dan perkebunan bukan lagi menjadi komoditas strategis dan konsekuensinya akan dipungut PPN 10 persen. Hal ini tertuang di pasal 16B Undang-Undang (UU) tentang PPN.
Soemitro menegaskan, jika aturan itu tidak dibatalkan maka siap-siap produksi gula akan turun drastis karena petani tidak ada yang menanam tebu. Akibatnya, impor gula akan semakin tinggi. (*)