Surabaya (Antara Jatim) - Sejumlah perwakilan wali murid mendatangi ruang kerja Ketua DPRD Kota Surabaya, Senin, guna mengadukan anaknya yang berkebutuhan khusus atau inkluisi ditolak oleh beberapa SMK negeri di Kota Surabaya.
"Saya ini bingung awalnya mendaftarkan anak saya ke SMK Negeri 6 tapi disarankan ke SMK 8 atau SMK 4 yang ada guru khusus siswa inklusi. Setelah saya ke SMKN 8 malah tidak diterima. Saya coba ke SMK swasta malah di swasta itu tidak menerima anak berkebutuhan khusus," kata salah satu wali murid Iftahur Rojiminiwati.
Ia sempat nendapat anjuran agar anaknya disekolahkan di Sekolah Luar Biasa (SLB) oleh SMK Negeri dan Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur. Hanya saja, dirinya beserta anaknya seperti dipingpong oleh SMK Negeri tempatnya mendaftar.
Padahal, lanjut dia, anaknya yang dari SMP 39 Surabaya, Rohmat Irfan Numajid hanya mengalami "slow learn" (lambat belajar), sehingga ia ingin menyekolahkan ke SMK Negeri.
Sementara itu, Rohmat Irfan Numajid saat ditanya ingin melanjutkan ke mana, ia tetap bersikukuh untuk sekolah di SMK. Keinginan anak yang memilili keterbatasan ini terpancar dari caranya bicara. "Saya pengen di Jurusan Jasa Boga. Biar bisa masak buat ibu," ujarnya.
Selain itu ada juga orang tua, Dian Katarina yang juga kebingungan untuk menyekolahkan anaknya yang berkebutuhan khusus. Ia yang juga mendaftarkan anaknya ke SMKN 8 pun ditolak dengan berbagai alasan.
"Anak saya dari SMPN 13, katanya di sana harus IQ di atas 70. Nah anak saya tes lagi dan harus mulai dari awal, terus waktunya tidak cukup sampai belum selesai tesnya Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) sudah ditutup," katanya.
Warga Pucang Sewu ini pun merasa dipermainkan oleh pihak sekolah. Padahal sewaktu dikelola oleh pemkot setahunya sangatlah mudah untuk mencari sekolah bagi anak inkluisi.
"Kalau dari SD ke SMP itu langsung disalurkan. Lah ini ke SMK rumit sekali," ujarnya.
Sedangkan Angella Asyura ibu dari Akbar Ibra Arista pun merasakan hal yang sama dengan Dina. Ia pun mencoba mendaftarkan anaknya ke SMK Negeri dan Swasta, namun semuanya pun ditolak. Ia juga cemas jikalau anaknya tidak bisa melanjutkan sekolah.
"Anak saya dari SMPN 29 sekarang bingung kalau tidak bisa melanjutkan sekolah. Sekarang juga pendidikan wajib 12 tahun kalau tidak sekolah bagaimana dengan anak saya," ujarnya.
Ketua DPRD Kota Surabaya Armuji mengatakan semenjak SMA/SMK dikelola oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jatim polemik SMA/SMK di Surabaya terus berlanjut.
Setelah masalah pendanaan beasiswa bagi siswa kurang mampu, kali ini masalah siswa inklusi atau anak berkebutuhan khusus yang kesulitan masuk SMK Negeri di Kota Surabaya.
Padahal, dalam peraturan sebelumbya saat dikelola oleh Pemkot Surabaya, ada sebanyak 12 SMK Negeri yang terdaftar untuk bersedia menerima anak inklusi di Surabaya. Sebab di Surabaya sudah menerapkan pendidikan wajib 12 tahun bagi semua anak.
Armuji mengatakan saat SMA/SMK ditangani pemkot, anak-anak inkluisi dapat tertampung dan tidak pernah ada masalah seperti tahun ini. Ia pun menilai tidak ada keseriusan dari Pemprov untuk memajukan pendidikan.
"Anak-anak seperti ini kan jumlahnya tidak banyak, ya ditampunglah diberi kesempatan untuk pendidikan. Ini harus diperhatikan betul," katanya.
Armuji juga menilai SMK negeri yang sudah terdaftar namun menolak ataupun tidak menerima anak inkluisi seolah olah malas mengajar anak-anak berkebutuhan khusus.
"Kalau pun kendalanya tidak ada guru ya bisa saja ditambah tenaga guru lagi. Kan banyak guru di Surabaya, ada juga anggarannya. Itu hanya dijadikan suatu alasan saja," katanya.
Ia menyarankan untuk cepat ditangani agar tidak berkelanjutan dari tahun ke tahun anak inkluisi yang terlunta-lunta hanya untuk sekadar mencari ilmu. "Saya rasa teman-teman di DPRD Provinsi tahu akan masalah seperti ini. Ayolah dibantu agar tidak menjadi beban di kemudian hari bagi anak-anak berkebutuhan khusus ini," ulasnya.
Sementara itu, anggota Komisi D Bidang pendidikan DPRD Kota Surabaya, Anugrah Ariyadi menyampaikan semua data dan peta untuk anak inkluisi sebenarnya sudah ada di Dinas Pendidikan Kota Surabaya. Seharusnya pihak pemprov meminta database tersebut agar bisa memetakan dan mengalokasikan ketika ada abk dari SMP yang ingin melanjutkan ke SMK Negeri.
"Dari sini saja tidak ada koordinasi pemprov dengan pemkot. Kalau niatnya ambil alih pengelolaan harusnya juga merujuk ke aturan sebelumnya, seperti data ini sudah ada di Dinas Pendidikan Kota Surabaya. Sehingga anak berkebutuhan khusus tinggal masuk ke SMK Negeri yang diinginkan," katanya. (*)