Surabaya (Antara Jatim) - Kepolisian Resor Kota Besar (Polrestabes) Surabaya mengungkap peredaran sirup ilegal, yang salah satunya tidak mengantongi izin edar dari Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM).
"Ada dua merek sirup ilegal, yaitu 'Sriti Mas' dan 'Kita', yang berasal dari satu produsen industri rumahan di Jalan Ngaglik Surabaya," ujar Wakil Kepala Satuan Reserse Kriminal Polrestabes Surabaya Komisaris Polisi Bayu Indra Wiguno, kepada wartawan di Surabaya, Kamis.
Polisi menggerebek industri rumahan sirup yang diketahui milik seorang perempuan berinisial VM itu berdasarkan informasi dari masyarakat.
Dalam penggerebekan, polisi menyita 28 stiker merek Sriti Mas dan Kita, 256 kardus yang masing-masing berisi 12 botol sirup merek Kita, 124 kardus yang masing-masing berisi 12 botol sirup merek Sriti Mas, 840 botol sirup yang belum dilabeli, dua gentong berisi sirup siap kemas, dan satu unit alat pengisi botol.
"Tertera izin Pangan Industri Rumah Tangga (P-IRT) pada produk-produk yang telah diedarkan tersebut, namun izinnya telah mati. Diaku pemiliknya izin P-IRT yang tertera pada produk-produknya sudah mati dan tidak pernah diperpanjang," ujar Bayu.
Keterangan sementara yang dihimpun polisi, sirup itu terbuat dari bahan air PDAM yang telah dijernihkan atau disuling menggunakan mesin khusus di ruangan khusus.
"Kemudian air tersebut dicampur dengan gula, sitrun, dan perasa ke dalam suatu wadah yang diaduk hingga benar-benar tercampur. Kemudian sirup dituang ke dalam botol, lalu diberi merek dan dikemas," kata Bayu, menerangkan.
Dalam sehari, industri rumah tangga yang mempekerjakan empat karyawan ini memproduksi sedikitnya 360 botol sirup.
"Pemiliknya mengatakan produk-produk sirupnya hanya beredar di wilayah Kota Surabaya. Kami akan segera menarik peredaran sirup ini dari pasaran," ucap Bayu.
Polisi menyiapkan Pasal 142 jo pasal 91 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan tanpa Izin Edar untuk menjerat tersangka.
"Selain itu tersangka juga bisa dijerat dengan Pasal 62 jo pasal 8 huruf i Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Pangan tanpa Label yang Harus Dipasang," ujar Bayu. (*)