Media Massa
Media massa di Tiongkok hampir atau bahkan semuanya mendapat campur tangan dalam pembiayaan dari pemerintah, meskipun tidak terlalu besar. Perjalanan ke sejumlah media massa di Yunnan, yakni Yunnan TV dan Radio serta Yunnan Daily, maupun di Tianjin TV dan Radio serta Tianjin Daily, tergambar jelas hal tersebut.
Seorang Pimpinan di Yunnan TV dan Radio, Ling Xiang menyatakan media yang dikelola harus berusaha bisa menghidupi diri sendiri kendati tetap ada dukungan pemerintah. Dari total biaya operasional, hanya sekitar lima persen dari bantuan pemerintah.
Hal yang sama juga berlaku terhadap media massa cetak. Pimpinan Tianjin Daily, Huang Zhiwei misalnya, mengungkapkan, sebagian besar biaya operasional perusahaan ditopang dari usaha dan hanya sebagian kecil dari pemerintah.
Untuk itu, media massa di Tiongkok kini menghadapi persaingan yang ketat. Apalagi, era teknologi informasi yang telah mewarnai dunia, termasuk di Tiongkok, membuat pergeseran-pergeseran basis pembaca. Jika sebelumnya lebih bersifat konvensional, kini telah mengarah kepada pemanfaatan fasilitas mobile phone.
"Kita sekarang menghadapi era baru. Kita juga berubah, meskipun tantangannya tidak mudah. Tantangan itu tidak sekadar investasi di bidang tekenologi, tetapi juga kesiapan sumber daya manusianya," kata Huang Zhiwei.
Ling Xiang mengungkapkan hal serupa bahwa investasi peralatan yang dibelanjakan untuk siaran televisi maupun radio bisa mencapai miliaran rupiah. Tapi, semua itu harus dilakukan karena teknologi penyiaran juga sudah berkembang dan berubah. Era sekarang adalah era "new media" yang menekankan kepada konvergensi.
Di Yunnan, Yunnan TV dan Radio yang kini menempati gedung baru di kawasan pemekaran Kota Kunming sekitar sejam perjalanan menggunakan kendaraan bermotor dari pusat kota, telah menginvestasikan dana yang sangat besar untuk gedung dan peralatan produksinya.
Bahkan, manajemen stasiun televisi dan radio di berbagai daerah di Tiongkok yang sebelumnya terpisah, kini telah digabung. Proses penggabungan tersebut bukan hal yang mudah, tapi harus dilakukan. Pada awal penggabungan, egosime dan sentimen biasa terjadi, tapi kini sudah berjalan dengan baik.
Seluruh sumber daya manusia, utamanya yang terkait dengan dapur keredaksian harus bisa memahami dan mengoperasikan peralatan produksi secara "multitasking". Seorang pewarta tulis misalnya, harus bisa menghasilkan foto dan video jurnalistik dengan baik.
"Kami telah menanamkan investasi cukup besar. Tapi, dalam kondisi seperti sekarang (persaingan media massa yang ketat), kami tidak tahu kapan investasi kami akan kembali," kata seorang pimpinan Yunnan TV dan Radio sambari tersenyum getir.
Penggabunan tersebut bisa jadi dapat sebagai contoh di Indonesia, karena dengan penggabungan mereka mengakui telah terjadi efisiensi-efisiensi.
Selain penggabungan dan menggunakan berbagai platform atau kanal penyiarannya, media massa di Tiongkok juga mencoba melakukan diversifikasi usaha. Diversifikasi yang mereka lakukan saat ini di antaranya adalah bergerak di bidang pariwisata dan properti.
Terkait dengan masalah berita palsu atau hoax, mereka mengakui ada juga di Tiongkok tapi tidak besar. Bahkan mereka menyatakan "perang" dengan hoax karena berita palsu akan meruntuhkan kredibilitas media konvensional yang ada. (Bersambung...). (*)