Tianjin Sangat Tertata
Tianjin sebagai kota pelabuhan sangat tertata. Hampir semua kawasan di Yunnan, Tianjin dan Beijing yang kami kunjungi tertata dengan baik. Tapi, dibandingkan dua kota lainnya Tianjin jauh lebih tertata dan bersih.
Zona-zona peruntukan wilayahnya sudah terkonsep dengan baik. Pengaturan tersebut dapat dilihat di Tianjin Planning Exhibition Hall. Di gedung tersebut terdapat maket yang menggambarkan zona-zona peruntukan lahan di Tianjin. Zona-zona tersebut tertata dengan apik.
Zona kawasan perekonomian, kawasan perkantoran, kawasan pendidikan, kawasan budaya, dan zona-zona lainnya terlihat jelas di maket. Semuanya selaras dengan yang ada di lapangan. Penataan-penataan di Tianjin, dan juga semua wilayah Tiongkok, berjalan dengan baik karena sistem pemerintahan di sini sangat mendukung. Lahan adalah milik negara.
Dari maket utama yang berada di ruang berukuran sekitar 20 x 40 meter dan didetailkan bagian per bagian di maket-maket berikutnya, terpampang jelas aliran Sungai Haihe sepanjang 70 kilometer berwarna biru membelah kota, seperti halnya Jakarta dibelah Sungai Ciliwung dan Surabaya mengalir Kali Mas.
Semua bangunan menghadap ke sungai. Bahkan, sebelum gedung dengan bibir sungai, dibatasi jalan. Air Sungai Haihe yang kedalamannya tidak kurang dari 5 meter itu cukup jernih. Tidak terlihat sampah atau zat-zat buangan yang mengotori.
Untuk menghubungkan kawasan satu dengan lainnya yang terbelah Sungai Haihe pemerintah setempat membangun sebanyak 20 jembatan dengan model yang berbeda-beda. Jembatan dengan konstruksi yang kokoh dan lebar serta arstistik.
Pembangunan jembatan dengan model yang berbeda-beda tersebut justru menjadi daya tarik wisatawan. Apalagi Sungai Haihe merupakan salah satu objek wisata unggulan daerah setempat.
Pada malam hari, kehidupan di Sungai Haihe berbeda dibandingkan saat pagi atau siang hari. Jika pada pagi dan siang hari kawasan di tepian sungai terbesar di Tianjin ini untuk aktivitas masyarakat berolahraga dan memancing, tapi pada malam hari terdapat atraksi wisata naik feri menyusuri sungai.
Operator objek wisata adalah semacam badan usaha milik daerah di Indonesia. Untuk sekali naik feri berkapasitas sekitar 150-200 penumpang selama hampir satu jam, wisatawan cukup membayar 100 yuan.
Dengan feri wisatawan dapat menikmati panorama malam Sungai Haihe yang bermandikan sinar lampu. Di sisi kanan kiri sungai terdapat gedung-gedung menjulang berhiaskan pijar lampu. Di satu titik, di atas Sungai Haihe disajikan indahnya bianglala raksasa. Dari bianglala "Eye of Tianjin" dapat melihat panorama kota yang sangat indah.
Bagi wisatawan yang ingin mendapatkan cinderamata dapat mengunjungi Ancient Culture Street Tianjin, Di tempat ini banyak pertokoan dengan arsitektur khas bangunan China. Toko-toko tersebut menjual souvenir ataupun makanan tradisional khas China dengan harga cukup murah.
Tapi, untuk mendapatkan harga yang dimaui, pembeli harus bisa menawar. Untuk menawar, satu-satunya bahasa yang pedagang kebanyakan kuasai adalah Mandarin. Jika pembeli tidak menguasai bahasa itu, maka transaksi yang lumrah adalah menggunnakan kalkulator. Penjual akan menawarkan nilai seperti tertera di kalkulator, demikian juga pembeli akan menawar senilai tertentu melalui kalkulator tersebut, sampai tercapai kecocokan harga.
Bagi wisatawan yang menginginkan cinderamata jenis t-shirt dan semacamnya, harus bersabar, karena di tempat ini tidak ada penjual t-shirt bercirikan Tianjin. Namun demikian, wisatawan bisa memperoleh hijab sutera, batu giok, patung-patung, gantungan kunci dari kayu dan lainnya, tergantung selera masing-masing.
Jika berada di Beijing, wisatawan dapat mengunjungi Pasar Silk Street di Beijing. Di tempat ini banyak cinderamata yang ditawarkan baik batu giok, jam tangan, kaos, gantungan kunci, mainan anak-anak, boneka, kerudung sutera, alat musik khas Tiongkok, dan lainnya.
Bahkan, di Beijing dapat dengan mudah menikmati hidangan halal, utamanya di kawasan Niu Jie. Di sepanjang jalan yang juga terdapat sebuah masjid besar Niu Jie, banyak restoran yang menjajakan makanan halal.
Kendati begitu, ada satu hal terkait fasilitas umum Water Closed di sejumlah kota di Tiongkok yang bagi sebagian wisatawan Indonesia tidak terbiasa, yakni membasuh, membersihkan diri usai buang air kecil dan besar.
Penggunaan tisu untuk membersihkan diri, tidak biasa bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Begitu juga, penggunaan urinoir bersensor yang terkadang merepotkan karena air tidak mengalir saat harus membasuh. Kondisi seperti itu tampaknya yang diduga juga memicu bau kurang sedap. Sistem aliran air dengan menekan tombol saat dibutuhkan, rasanya justru lebih membantu. (Bersambung...). (*)