Probolinggo (Antara Jatim) - Petani garam di Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur terpaksa melakukan panen dini karena harga jual garam di tingkat petani cukup tinggi berkisar Rp2.500 hingga Rp3.000 per kilogram.
Ketua Kelompok Tani Garam "Kalibuntu Sejahtera I", Suparyono, Senin, mengatakan momentum harga tinggi tersebut membuat petani harus menjual garamnya dengan cepat, sebelum harga jualnya menurun lagi.
"Petani menyebut harga saat ini merupakan yang tertinggi sepanjang sejarah, sehingga banyak yang memanen dini karena harga jualnya cukup bagus di tingkat petani," tuturnya di Kabupaten Probolinggo.
Menurut dia, biasanya petani memanen garam antara 5-13 hari, namun saat ini banyak petani yang memanen garam selang tiga hari saja karena harga garam cukup bagus di Probolinggo.
"Sebenarnya masa panen 3 hari tidak terlalu maksimal untuk garam karena kandungan NaCl (Natrium Klorida) pada garam kurang matang," tuturnya.
Kalau dijual ke pabrikan, lanjut dia, garam yang dipanen tiga hari itu memang tidak akan diterima atau tidak laku karena kurang matangnya garam tersebut, namun sebagian petani menjual garamnya ke tengkulak yang mau membeli garam petani itu dan tidak ada keluhan dari tengkulak terhadap garam yang kurang matang tersebut.
Ia menilai harga jual garam tahun 2017 merupakan harga tertinggi yang pernah diterima petani dan tercatat harga jual tertinggi terakhir yakni Rp1.000 per kilogram pada tahun 2016.
"BEP (Break Event Point) atau titik aman penjualan garam di tingkat petani sebenarnya Rp500 per kilogram, sehingga dengan harga sekarang, petani mendapatkan keuntungan berlipat ganda," ucapnya.
Suparyono merupakan petambak garam dengan menggunakan teknologi "Geo Membrane" atau menggunakan media alas plastik tebal dan dengan metode itu, produksi garamnya lebih maksimal, dibandingkan metode tradisional dengan media tanah yang gampang terserap ke bawah.
"Produksi garam untuk media tanah biasanya berkisar 60-70 ton per hektare per musim panen, sedangkan untuk teknologi 'Geo Membrane' itu produksinya bisa mencapai 120 ton per hektare untuk setiap musim panen," katanya.
Ia berharap tingginya harga jual garam tersebut bisa berjalan sampai enam bulan ke depan, atau sampai akhir musim budi daya garam, sehingga petani garam bisa mendapatkan keuntungan yang maksimal.
"Namun perhitungan kami, dalam kondisi yang normal seiring panen raya, maka harga garam akan berangsur turun dan semoga harganya tidak sampaii dibawah Rp1.000 per kilogram. Harga garam terendah pada tahun 2010 yakni Rp200 per kilogram," ujarnya.
Ketua Himpunan Masyarakat Petambak Garam (HMPG) Kabupaten Probolinggo Buhar menjelaskan pada tahun 2016, produksi garam petani mengalami penurunan seiring dengan cuaca ekstrem La Nina atau musim kemarau basah dan hal itu yang menjadi faktor tingginya harga garam.
"Persediaan garam yang sedikit membuat harga jual garam semakin tinggi. Bahkan sekarang sudah tidak ada garam krosok di tingkat petani karena saat panen terakhir 2016, petani menjual garam secara besar-besaran ke tengkulak," tuturnya.(*)