Banyuwangi (Antara Jatim) - Satuan Polisi Air dan Udara (Satpolairud) Polres Banyuwangi, Jawa Timur, memperbanyak pembentukan kelompok masyakarat pengawas (pokmaswas) untuk menekan penangkapan ikan secara ilegal dan mengamankan perairan di wilayah itu.
"Kami mendorong warga membentuk pokmaswas yang secara swadaya mengamankan perairan di sekitar lokasi tinggalnya dan hal itu menuai hasil positif dengan banyaknya nelayan yang meninggalkan penangkapan ikan dengan pengeboman," kata Kasat Polairud Polres Banyuwangi AKP Subandi di Banyuwangi, Minggu.
Pihaknya terus mendekati nelayan yang tinggal di area pesisir untuk ikut peduli terhadap kelestarian laut melalui pembentukan pokmaswas, sehingga diharapkan mereka membantu Satpolairud untuk menjaga ekosistem laut di kawasan sekitar mereka.
"Dulu di kawasan Bangsring rentan terhadap pengeboman ikan, namun sekarang masyakaratnya berbalik arah menjadi pelestari laut dengan membentuk Pokmaswas Pesona Bahari dan bukti fisiknya bisa dilihat di Pantai Grand Watudodol yakni banyak mantan pengebom ikan yang beralih menjadi pelaku wisata bahari," tuturnya.
Sedangkan hal yang sama juga terjadi di Bimorejo yang memiliki Pokmaswas Mina Lestari yang mengembangkan penggunaan rumpon sehingga hasil tangkapan ikan mereka meningkat dan terumbu karang juga aman.
"Dua Pokmaswas itu getol melakukan perlawanan terhadap pelaku 'ilegal fishing'. Mereka akan melakukan pengusiran terhadap nelayan yang mengembom ikan dan tidak turut serta mengambil ikan hasil pengeboman. Jika masyakarat umum enggan mengkonsumsi ikan hasil pengeboman, tentu pelaku bom ikan akan berpikir ulang sebelum beraksi," tuturnya.
Ia mengatakan kasus "ilegal fishing" merupakan salah satu pelanggaran yang sering terjadi di laut dan praktek seperti itu sangat jarang terpantau masyakarat karena luasnya perairan yang dimiliki Kabupaten Banyuwangi yakni sepanjang 185,3 kilometer.
"Satpolairud Polres Banyuwangi pun harus berjuang ekstra keras untuk mengamankan wilayah perairan ujung timur Pulau Jawa dan setidaknya minimal 5 kali dalam seminggu atau 20 kali berpatroli dalam sebulan mengarungi Selat Bali dan laut selatan Jawa yang menghubungkan dengan Samudera Indonesia," katanya.
Subandi menuturkan jumlah personel Polairud Polres Banyuwangi hanya 20 orang dengan sarana yang dimiliki juga sangat terbatas yakni satu buah sekoci dan satu Kapal Polisi (KP) X-1033.
"Patroli menggunakan kapal polisi hanya sampai di sekitaran Perairan Plengkung di Kecamatan Tegal Dlimo karena bahan kapal rentan terhadap benturan gelombang, sehingga mudah terbelah. Selanjutnya patroli perairan di laut selatan harus diganti menggunakan kapal nelayan yang berbahan dasar kayu dengan rute yang dilalui adalah Plengkung – Grajagan – Sukamade yang secara administratif masuk tiga kecamatan," ujarnya.
Tiga kawasan tersebut merupakan titik rawan penangkapan bayi lobster (benur) yang merupakan atensi Kementerian Kelautan, bahkan transaksi benur menjamur hingga di perairan Jember yang berbatasan dengan Pantai Sukamade Banyuwangi.
"Beberapa pelaku usaha dan nelayan benur sudah ada yang ditindak, ada yang sudah bebas, dan ada yang sedang menjalani proses hukum. Polairud Banyuwangi bahkan beberapa kali melepas benur ke laut yang didapat dari hasil operasi," katanya.
Jika di wilayah selatan Banyuwangi sering terjadi penangkapan benur, maka di kawasan tengah dan perairan sisi utara Banyuwangi diwarnai dengan praktik penangkapan ikan secara ilegal dengan menggunakan potasium sianida, sehingga Satpolairud Banyuwangi terus menekan pelanggaran tersebut.(*)