Banyuwangi (Antara Jatim) - Pemerintah Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, dikenal sebagai daerah yang memiliki segudang inovasi untuk di berbagai bidang, khususnya yang bersentuhan langsung dengan pekesejahteraan warga.
Di bidang kesehatan, Banyuwangi memberdayakan ibu-ibu penjual sayur keliling untuk menekan angka kematian ibu dan bayi. Ibu-ibu itu menddapat tugas memburu ibu hamil berisiko tinggi (bumilristi) untuk didata dan dilaporkan ke puskesmas setempat sehingga mendapatkan penanganan dini.
Salah satu pedagang sayur keliling yang menjadi pemburu ibu hamil itu adalah Dalilatul, warga Desa Jambewangi, Kecamatan Sempu. Perempuan yang biasa dipanggil Ila ini sudah hampir satu tahun membantu petugas kesehatan di Sempu untuk menyelamatkan ibu hamil dan bayi.
Ila bercerita, menjadi pemburu ibu hamil berisiko banyak tantangannya, meskipun juga sangat menyenangkan. Apalagi jika pekerjaannya itu bisa menyelamatkan ibu hamil yang memiliki risiko tinggi.
Mengenai pengalaman yang tidak menyenangkan, ia pernah mendapatkan perempuan hamil berusia di atas 35 tahun yang marah-marah karena tersinggung saat hendak didata. Maklum di lingkungan masyarakat, perempuan yang berusia di atas 35 tahun masih hamil biasanya sering menjadi bahan pergunjingan.
Ibu hamil berisiko itu sensitif dan marah-marah sambil berkata, "Untuk apa tanya-tanya? Tidak usah tanya-tanya urusan orang ya."
"Dari pada menghadapi orang yang ngamuk-ngamuk, akhirnya saya berhenti bertanya-tanya tentang perkembangan kesehatan dia dan beralih meminta data ke tetangga atau pengurus RT/RW. Alhamdulillah saya kemudian punya data untuk disetorkan ke puskesmas," kata Ila.
Menurut dia, memang diperlukan pendekatan khusus untuk mengorek data mengenai ibu hamil yang berisiko. Ila kemudian banyak belajar mengenai karakter orang yang berbeda-beda sehingga memerlukan perakuan berbeda pula.
Ia mengaku takut akan kehilangan pelanggan (pembeli) sayur jika perempuan hamil berisikpo itu tetap marah pada dirinya.
Agar suami si ibu hamil tidak ikut marah, Ila selalu berupaya menemui ibu hamil berisiko tinggi itu saat suaminya sudah berangkat bekerja.
"Kalau sudah bisa diterima, suaminya saya puji-puji dengan nada bergurau. Bapak hebat ya, usia segini masih bisa menghamili," katanya sambil tertawa.
Meskipun demikian, ia mengaku senang menjalankan tugas sebagai pemburu, karena bisa melakukan dua pekerjaan sekaligus, yakni mencari nafkah dan pekerjaan sosial. Selain itu ia mengaku menjadi terkenal di wilayah kerjanya dan banyak kenal dengan para bidan serta petugas Puskesmas Sempu.
Nur Alvie Hidayati (Vivie), salah satu bidan di Puskesmas Sempu, mengaku sangat terbantu dengan adanya pemburu ibu hamil dan laskar atau relawan Sakina (Stop Angka Kematian Ibu Hamil dan Melahirkan Anak).
"Kami sangat terbantu karena banyak info yang bisa kami kumpulkan dari ibu-ibu pemburu itu, dan Laskar Sakina. Selain itu banyak ibu hamil dan bayi yang terselamatkan berkat bantuan mereka," kata bidan yang pernah bertugas di Kabupaten Situbondo itu.
Saat ini, kata dia, di Puskesmas Sempu ada 10 orang pemburu bumilristi, sedangkan laskar sakina 23 orang atau masing-masing dusun ada dua hingga 3 orang laskar.
Program Laskar Sakina dan Pemburu Bumilristi itu memang digagas oleh Kepala Puskesmas Sempu karena daerah itu memiliki wilayah yang pelosok yang sulit dijangkau dalam waktu singkat.
Akses jalan yang kurang bagus dan kontur tanah yang naik turun menyebabkan penanganan ibu hamil dan melahirkan kurang maksimal. Biasanya masyarakat lari ke palayanan dukun melahirkan dan dukun anak.
Jika sebelumnya ibu melahirkan dengan bantuan dukun bayi, kini sudah 100 persen menggunakan jasa petugas keshatan seiring tingginya kesadaran masyarakat. Meskipun demikian peran duku bayi tidak lantas dihilangkan. Mereka tetap dimanfaatkan, terutama untuk pijat bayi.
Para dukun bayi itu, katanya, juga diberdayakan sebagai tenaga agar ibu hamil yang hendak melahirkan menghubungi petugas kesehatan. Puskesmas menyediakan honor kepada dukun yang merujuk warga untuk melahirkan di puskemas.
Mengenai semangat laskar sakina dan pemburu bumilristi, Vivie mengemukakan bahwa mereka memiliki semangat tinggi menjalankan tugas karena sebelumnya umumnya adalah kader posyandu. Jika jumlahnya berkurang atau bertambah, hal itu karena da ketentuan, satu orang tidak boleh merangkap untuk dua tugas. Misalnya ada yang bertugas sebagai motivator gizi dan ASI, maka tugas sebagai laskar dan pemburu harus ditinggalkan.
Sementara Bupati Abdullah Azwar Anas menjelaskan inovasi yang dilakukan didaerahnya banyak yang berawal dari kreasi aparatnya si suatu wilayah kecamatan. Pogram laskar sakina dan pemburu bumilristi memang diinisiasi oleh Puskesmas Kecamatan Sempu.
"Program ini merupakan hasil dari dorongan inovasi di tiap-tiap unit layanan masyarakat yang ada, termasuk puskesmas. Kami mendorong tiap unit layanan membuat inovasi. Bila inovasi itu berhasil, tinggal diadopsi unit layanan lain," katanya.
Misalnya, kata dia, ada puskesmas yang membuat gerakan arisan jamban, ada yang fokus ke ibu hamil dan sebagainya. "Jadi kami tidak perlu studi banding ke luar daerah. Cukup unit-unit yang ada saling berinovasi. Berhasil di satu kecamatan, kami terapkan di kecamatan sebelahnya. Kalau gagal, kita tahu apa kelemahannya, sehingga jadi pelajaran bagi kecamatan lain," kata Anas.
Terkait program pemburu bumilristi, Anas mengatakan bahwa hal itu telah diuji dan dipaparkan di depan Tim Jaringan Informasi Pelayanan Publik (JIPP) Pemprov Provinsi Jawa Timur.
Tim tesebut, katanya, terdiri dari Biro Organisasi Pemerintah Provinsi Jawa Timur, Kementerian Pendayagunaan dan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, akademisi, dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) pegiat inovasi publik.
Selain itu, juga melibatkan Deutsche Gesellschaft für Internationale Zusammenarbeit (GIZ), yakni institusi pemerintah Jerman yang yang banyak mengawal program inovasi pelayanan publik di Indonesia.
Menurut Anas, inovasi pemburu bumilristi ini telah dipilih oleh JIPP menyisihkan 84 program inovasi dari seluruh daerah di Jawa Timur. "Dari 84 program yang diuji, kami masuk 10 besar. Setelah diuji lagi, akhirnya program tersebut lolos menjadi tiga besar, dan berhasil menjadi yang terbaik," katanya.
Semenara itu, Kepala Puskesmas Sempu Hadi Kusairi mengatakan bumilristi yang digagasnya adalah gerakan menurunkan angka lematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB) di wilayah Puskesmas Sempu. Dalam program itu yang bertugas menjadi pemburu Bumilristi adalah tim gabungan.
"Uniknya, tim ini juga akan melibatkan tukang sayur keliling, selain tenaga medis dari Puskesmas Sempu," ujarnya.
Dalam melaksanakan program tersebut, kata Hadi, puskesmas menunjuk 10 penjual sayur untuk diberdayakan mencari ibu hamil yang berisko tinggi di wilayah mereka berjualan. Mereka dibekali smartphone yang bisa langsung mengirimkan informasi yang didapat di lapangan.
"Jika menemukan ibu hamil berisiko, mereka akan memotret dan mengirim identitas lengkap ke tim yang ada di puskesmas untuk selanjutnya kami tangani secara rutin. Khsusunya yang menjadi perhatian adalah ibu hamil dengan resiko tinggi. Penjual sayur kami libatkan karena mereka banyak berinteraksi dengan ibu-ibu di kampung-kampung. Kan mereka keliling, dan tiap pagi ketemu ibu-ibu. Ada obrolan di sana, nah dari situ dikumpulkan informasi yang akan dikirimkan ke pusat data kami di Puskesmas," ujar dia.
Ibu hamil yang berisiko tinggi ini, katanya, adalah para ibu hamil yang berusia kurang dari 20 tahun dan di atas 35 tahun. Selain juga jarak kelahiran yang terlalu dekat, banyak anaknya, persalinan pertama operasi, memiliki riwayat hipertensi dan tinggi badannya kurang dari 150 cm.
Hasil laporan dari tim, kata dia, ditindaklanjuti oleh tim medis puskesmas. "Mereka yang berisiko ini, akan kami sarankan dan bila perlu dirujuk melahirkan di rumah sakit. Ini untuk mengantisipasti kegawatdaruratan atas risiko tinggi tadi,” kata Hadi.
Dari informasi JIPP, katanya, program itu rencananya juga akan diadopsi Pemprov Jatim untuk diduplikasikan ke seluruh wilayah Jatim.
Sebelumnya, kawasan Sempu termasuk mempunyai angka kematian ibu dan anak yang tinggi. Lalu pada 2014, diluncurkan program Sakina dan hingga kini berhasil mencatat angka nol untuk kematian ibu dan anak.
"Program pemburu bumilristi yang baru ini merupakan upaya lanjutan untuk mempertahankan zero kematian ibu dan anak di wilayah kami. Program ini juga akan diadopsi puskesmas lain di Banyuwangi," kata Hadi.(*)