Kediri (Antara Jatim) - Direktur Yayasan Kita dan Buah Hati Jakarta Elly Risman, menyebutkan jika sebanyak 98 persen anak yang memegang telepon pintar ataupun gadget pernah melihat, mengakses konten pornografi.
"Anak-anak kita memang menjadi target utama bisnis pornografi. Anak laki-laki belum 'baligh' (dewasa), yakni, anak yang 'smart', sensitif dan spiritual," katanya dalam seminar nasional "Mengenali dan Mengatasi Kecanduan Anak pada Internet, Pornografi dan Game Online" yang digelar Yayasan Taman Pendidikan Rahmat Kota Kediri, di Hall IKCC, Hotel Insumo, Kediri, Jawa Timur, Sabtu.
Ia mengungkapkan, hasil survei yang dilakukan oleh Yayasan Kita dan Buah Hati Jakarta terhadap 2.594 anak kelas 4,5 dan 6 sekolah dasar di Jabodetabek dan Kepulauan Riau menunjukkan data yang mengejutkan, dimana 98 persen anak pernah melihat konten pornografi.
"Nah, sebagian besar konten pornografi itu diakses melalui 'handhpone', yakni film (19 persen), video klip (17 persen), games online (13 persen), komik online (13 persen) dan situs internet (12 persen)," paparnya.
Pihaknya mengaku prihatin dengan hasil survei tersebut. Dengan itu, ia meminta agar orangtua mempertimbangkan sematang mungkin sebelum menyerahkan gadget kepada anak, sebab, mayoritas anak yang memiliki ataupun membawa telepon seluler pintar itu bisa mengakses konten pornografi.
Selain itu, dari hasil survei, ternyata anak laki-laki menjadi sasaran mudah bisnis pornografi. Hal itu bukannya tanpa alasan. Otak kiri anak laki-laki lebih dominan dibandingkan otak kanan. Selain itu, hormon seks-nya juga lebih banyak.
Kondisi ini, lanjut dia, juga diperparah oleh situasi yang disebut BLAST, "Boring" (bosan), "Lonely" (kesepian), "Angry" (marah), "Stress" dan "Tired", sehingga anak-anak akan mencari pelariannya. Setelah kecanduan, mereka cenderung untuk berbuat negatif, seperti, merokok, narkoba, hingga melakukan perbuatan seksual.
Bahkan ironisnya, anak paling banyak mendapatkan akses pornografi di rumah sendiri, dimana mereka dengan mudah memperoleh telepon seluler atau gadget. Mereka dengan mudah sekali menemukan dalam aplikasi "Games", situs, Youtube, dan sejumlah situs lainnya.
Selain telepon seluler, Elly menyebut pemberian fasilitas jaringan internet, televisi berlangganan yang bisa diakses oleh anak tanpa pengawasan, juga bisa berakibat buruk pada mereka.
Ia meminta orangtua harus mengenali ciri-ciri anak yang kecanduan pornografi. Dari psikologis, mereka akan cenderung mengurung diri dan menghabiskan waktu dengan permainan dan "Internet" di dalam kamar.
"Jika ditegur, mereka mudah marah. Anak-anak yang kecanduan pornografi juga sulit berkonsentrasi sehingga prestasi akademik mereka menurun," paparnya.
Ia pun meminta orangtua harus tetap tenang, tidak mudah panik dan membuka pintu musyawarah, sehingga menjadi tempat yang nyaman untuk berbagi dengan anak. Orangtua juga harus bisa menjadi terapis bagi anak sendiri dan membantu anak mendekatkan diri dan meminta pertolongan Allah.
Selain itu, orangtua juga diharapkan bisa menyelesaikan terlebih dulu "Inner child" dalam dirinya, yaitu masalah-masalah psikologis yang diakibatkan pendidikan salah kaprah di masa lalu.
"Bangun kerja sama dengan anak. Sepakati langkahnya agar anak mampu hadapi (face it), gantikan (replace it), mengajak anak taubat, dan menanamkan pendidikan seks yang halal hanya dengan menikah," ujarnya.
Dalam acara itu, selain dihadiri pihak yayasan, juga dihadiri dari orangtua murid, juga sejumlah perwakilan dari pemerintah daerah Kota Kediri. (*)