Magetan (Antara Jatim) - Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Magetan,
Jawa Timur mencatat sebanyak 71.200 warga atau 11,35 persen dari 650.000
penduduk Magetan masuk dalam kategori miskin pada tahun 2015.
"Angka itu merupakan hasil survei Badan Pusat Statistik (BPS)
Magetan. Puluhan ribu warga miskin tersebut terdapat di 18 kecamatan
yang ada di Magetan," ujar Kepala Bappeda Magetan Sumarjoko kepada
wartawan, Selasa.
Menurut dia, di Magetan, dari data yang ada, wilayah dengan
penduduk miskin paling banyak terdapat di Kecamatan Panekan, Parang,
Lembeyan, dan Poncol.
"Untuk itu, percepatan pembangunan di daerah Magetan kami dorong ke
daerah tersebut, terutama di wilayah pinggiran," ucapnya.
Adapun, parameter kemiskinan berdasarkan versi Kementerian Sosial
(Kemensos) terdiri atas 16 indikator. Hanya saja, hal itu sulit
diterapkan di Magetan, hingga pihaknya menggandeng BPS untuk menyusun
indikator sendiri disesuaikan kondisi daerah setempat. Salah satunya
berdasarkan pendapatan per kapita per bulan dibagi jumlah tanggungan
yang harus dihidupi.
Pihaknya mengklaim sepanjang tahun 2010 hingga 2015 angka
kemiskinan di Magetan cenderung menurun. Data BPS setempat tahun 2007
menyebutkan angka kemiskinan setempat mencapai sebesar 16,87 persen.
Angka tersebut menurun hingga 2012 mencapai 11,46 persen.
Namun pada tahun 2013, angka kemiskinan naik menjadi 12,14 persen
karena pengaruh inflasi. Dan pada tahun 2014 kembali turun yakni menjadi
11,80 persen. Hingga pada tahun 2015 penduduk miskin di Magetan tersisa
sebanyak 11,35 persen atau sekitar 71.200 jiwa.
Sumarjoko menambahkan, tidak mudah menurunkan angka kemiskinan di
suatu daerah, termasuk Magetan. Meski demikian pihaknya terus berupaya
maksimal meski banyak juga kendalanya.
Di antaranya dengan melakukan bimbingan teknis (bimtek) melalui
pelatihan. Namun, upaya tersebut tidak bisa berkelanjutan. Ada beberapa
faktor yang menjadi kendala, yakni minimnya warga yang memiliki
keterampilan atau keahlian tertentu.
Selain itu, belum adanya balai latihan kerja (BLK) ikut menjadi
kendala utama. Sebab, keberadaan BLK sangat mendesak untuk melahirkan
masyarakat yang kreatif yang bisa menciptakan lapangan pekerjaan yang
secara tidak langsung dapat mengurangi angka kemiskinan di wilayah
Magetan.(*)
Jawa Timur mencatat sebanyak 71.200 warga atau 11,35 persen dari 650.000
penduduk Magetan masuk dalam kategori miskin pada tahun 2015.
"Angka itu merupakan hasil survei Badan Pusat Statistik (BPS)
Magetan. Puluhan ribu warga miskin tersebut terdapat di 18 kecamatan
yang ada di Magetan," ujar Kepala Bappeda Magetan Sumarjoko kepada
wartawan, Selasa.
Menurut dia, di Magetan, dari data yang ada, wilayah dengan
penduduk miskin paling banyak terdapat di Kecamatan Panekan, Parang,
Lembeyan, dan Poncol.
"Untuk itu, percepatan pembangunan di daerah Magetan kami dorong ke
daerah tersebut, terutama di wilayah pinggiran," ucapnya.
Adapun, parameter kemiskinan berdasarkan versi Kementerian Sosial
(Kemensos) terdiri atas 16 indikator. Hanya saja, hal itu sulit
diterapkan di Magetan, hingga pihaknya menggandeng BPS untuk menyusun
indikator sendiri disesuaikan kondisi daerah setempat. Salah satunya
berdasarkan pendapatan per kapita per bulan dibagi jumlah tanggungan
yang harus dihidupi.
Pihaknya mengklaim sepanjang tahun 2010 hingga 2015 angka
kemiskinan di Magetan cenderung menurun. Data BPS setempat tahun 2007
menyebutkan angka kemiskinan setempat mencapai sebesar 16,87 persen.
Angka tersebut menurun hingga 2012 mencapai 11,46 persen.
Namun pada tahun 2013, angka kemiskinan naik menjadi 12,14 persen
karena pengaruh inflasi. Dan pada tahun 2014 kembali turun yakni menjadi
11,80 persen. Hingga pada tahun 2015 penduduk miskin di Magetan tersisa
sebanyak 11,35 persen atau sekitar 71.200 jiwa.
Sumarjoko menambahkan, tidak mudah menurunkan angka kemiskinan di
suatu daerah, termasuk Magetan. Meski demikian pihaknya terus berupaya
maksimal meski banyak juga kendalanya.
Di antaranya dengan melakukan bimbingan teknis (bimtek) melalui
pelatihan. Namun, upaya tersebut tidak bisa berkelanjutan. Ada beberapa
faktor yang menjadi kendala, yakni minimnya warga yang memiliki
keterampilan atau keahlian tertentu.
Selain itu, belum adanya balai latihan kerja (BLK) ikut menjadi
kendala utama. Sebab, keberadaan BLK sangat mendesak untuk melahirkan
masyarakat yang kreatif yang bisa menciptakan lapangan pekerjaan yang
secara tidak langsung dapat mengurangi angka kemiskinan di wilayah
Magetan.(*)