Jakarta (Antara) - Peneliti yang beberapa waktu lalu menguji vaksin Ebola melaporkan sukses 100 persen melindungi seseorang dari penyakit mematikan itu.
Sekalipun vaksin tersebut belum disetujui oleh otoritas berwenang, namun penelitian yang dilansir jurnal kesehatan The Lancet tersebut dinilai sangat efektif.
Bahkan, penelitian yang berlangsung di Guinea itu menyebutkan memiliki persediaan darurat 300.000 dosis vaksin Ebola untuk mencegah wabah merebak kembali.
"Walau ini terlambat bagi mereka yang telah kehilangan nyawa karena epidemi ebola di Afrika Barat, vaksin ini bisa menjadi upaya kita bertahan," kata Asisten Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Bidang Sistem Kesehatan dan Inovasi sekaligus penulis utama laporan riset, Marie-Paule Kieny.
Sejak Ebola kasusnya ditemukan di bekas wilayah Zaire pada 1976, orang-orang telah melakukan berbagai upaya untuk menciptakan vaksin. Semuanya dimulai karena faktor kedaruratan, tetapi usaha itu harus terhenti karena kekurangan dana.
WHO mencatat sekira 1.600 orang meninggal karena Ebola selama beberapa tahun ini, sehingga menjadi penyakit bereputasi menakutkan.
Pada 2014 wabah ebola menyerang 11.000 orang di Afrika dan menyebar keluar berbagai belahan dunia, sehingga menewaskan beberapa orang di Eropa dan Amerika Serikat (AS).
Serangkaian kejadian itu membuat otoritas berwenang kembali berupaya membuat vaksin yang efektif.
Hasil tes dari uji coba vaksin di Guinea akhirnya dirilis pada Kamis (22/12) dalam jurnal kesehatan The Lancet.
Vaksin itu belum dapat digunakan untuk menghentikan wabah, namun prospek persediaan vaksin sekarang telah membawa optimisme di kalangan ahli kesehatan masyarakat.
Kalangan peneliti sejauh ini menengarai mungkin saja Ebola masih bersarang di berbagai lokasi, semisal pohon dan penularannya dibawa kelelawar.
Para peneliti mengatakan bahwa vaksin baru itu masih memiliki beberapa kelemahan, antara lain bekerja hanya terhadap salah satu dari dua jenis virus Ebola saja, dan ada kemungkinan tidak memberikan perlindungan jangka panjang.
Bahkan, beberapa dari peneliti juga menemukan adanya efek samping bagi pengguna vaksin itu, seperti nyeri sendi dan sakit kepala. (*)