Madiun (Antara Jatim) - Penelusuran KPK atas korupsi gratifikasi yang dilakukan oleh Wali Kota
Madiun Bambang Irianto (BI) tidak hanya fokus pada proyek pembangunan
Pasar Besar Madiun (PBM), namun juga mengusut aliran dana dari semua
SKPD ke BI.
Untuk mengusut itu, tim penyidik KPK kembali melakukan penggeledahan di sejumlah SKPD di lingkungan Pemerintah Kota (Pemkot) Madiun, Jawa Timur, pada Jumat.
Pantauan di lapangan, penyidik KPK yang terbagi dalam beberapa rombongan tersebut, di antaranya mendatangi Perusahaan Daerah (PD) Bank Perkreditan Rakyat Daerah Kota Madiun di Jalan Imam Bonjol, PDAM di Jalan Sulawesi, Dinas Kebersihan dan Pertamanan di Jalan Salak Tengah, Dinas Pendapatan Daerah di Jalan Soekarno Hatta, serta Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) di Jalan Semangka Kota Madiun.
Selama di kantor BPKAD, KPK melakukan penggeledahan sejak pukul 09.00 WIB hingga 14.00 WIB. Tim penyidik terlihat melakukan penggeledahan di ruang pemeriksaan/BPK dan ruang perbendaharaan. Diduga kuat, di kantor tersebut KPK mencari tahu soal aliran dana atau setoran rutin semua SKPD ke wali kota dari pos belanja langsung yang menurut info besarnya masing-masing mencapai 2 persen dari total anggaran kegiatan di setiap SKPD.
Adapun, praktik setoran tersebut terbongkar saat penyidik KPK menggeledah kantor BPKAD Kota Madiun pada Oktober lalu. Selain itu, penyidik juga sengaja melakukan klarifikasi ke bendahara rutin di masing-masing SKPD.
Namun sayang, setelah tim KPK meninggalkan lokasi, Kepala BPKAD Agus Purwo Widagdo tidak bersedia diwawancarai oleh wartawan terkait dana setoran tersebut. Yang bersangkutan memilih "bersembunyi" di dalam ruangannya dan hingga para wartawan meninggalkan lokasi pada pukul 17.00 WIB, Agus masih enggan ditemui.
Sementara, di PD BPR Kota Madiun, KPK mencari kepemilikan rekening nasabah atas nama Wali Kota Madiun Bambang Irianto dan putranya, Bonie Laksmana. Namun, penyidik tidak menemukannya.
"Kami memang tidak memiliki nasabah atas nama dua orang tersebut. Sejak perusahaan daerah ini beroperasional, Pak Wali dan putranya tidak pernah menyimpan uang di sini," ujar Kepala Bagian Umum PD BPR Kota Madiun, Ali Mustofa yang juga mengungkapkan tak ada dokumen disita KPK.
Sedangkan, di kantor Dispenda, KPK melakukan penggeledahan dari mulai pukul 10.00 WIB hingga 15.00 WIB. Saat keluar, tim antirasuah tersebut menyita sejumlah dokumen.
"Dokumen tersebut tentang laporan keuangan secara umum dari tahun anggaran 2014 hingga 2016," ungkap Kepala Dispenda Kota Madiun Rusdiyanto. Namun, pihaknya tidak merinci dokumen keuangan tersebut berasal dari sumber pendapatan apa.
Sebelumnya, Plt Kepala Dispendukcapil Kota Madiun Nono Djatikusumo membenarkan pihaknya tidak bisa menolak saat ditanyai penyidik tentang dokumen setoran dana dinasnya ke wali kota saat digeledah KPK pada Kamis (24/11).
Nono mengaku dana aliran yang dimaksud adalah honorarium yang diberikan ke BI saat yang bersangkutan menjadi narasumber sejumlah kegiatan yang diselenggarakan oleh Dispendukcapil selama tahun anggaran 2015-2016. Dalam setiap kegiatan tersebut, ia menganggarkan honorarium untuk BI maksimal Rp1,7 juta untuk setiap kali membuka kegiatan.
Penggeledahan di sejumlah dinas tersebut dalam rangka pengembangan penyidikan perkara gratifikasi Wali Kota Madiun Bambang Irianto dalam proyek pembangunan Pasar Besar Madiun (PBM) senilai Rp76,5 miliar pada tahun anggaran 2009-2012.
Dalam kasus tersebut, Bambang Irianto telah ditetapkan KPK sebagai tersangka dan telah dilakukan penahanan di Rutan KPK untuk 20 hari petama terhitung mulai tanggal 23 November 2016. (*)
Untuk mengusut itu, tim penyidik KPK kembali melakukan penggeledahan di sejumlah SKPD di lingkungan Pemerintah Kota (Pemkot) Madiun, Jawa Timur, pada Jumat.
Pantauan di lapangan, penyidik KPK yang terbagi dalam beberapa rombongan tersebut, di antaranya mendatangi Perusahaan Daerah (PD) Bank Perkreditan Rakyat Daerah Kota Madiun di Jalan Imam Bonjol, PDAM di Jalan Sulawesi, Dinas Kebersihan dan Pertamanan di Jalan Salak Tengah, Dinas Pendapatan Daerah di Jalan Soekarno Hatta, serta Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) di Jalan Semangka Kota Madiun.
Selama di kantor BPKAD, KPK melakukan penggeledahan sejak pukul 09.00 WIB hingga 14.00 WIB. Tim penyidik terlihat melakukan penggeledahan di ruang pemeriksaan/BPK dan ruang perbendaharaan. Diduga kuat, di kantor tersebut KPK mencari tahu soal aliran dana atau setoran rutin semua SKPD ke wali kota dari pos belanja langsung yang menurut info besarnya masing-masing mencapai 2 persen dari total anggaran kegiatan di setiap SKPD.
Adapun, praktik setoran tersebut terbongkar saat penyidik KPK menggeledah kantor BPKAD Kota Madiun pada Oktober lalu. Selain itu, penyidik juga sengaja melakukan klarifikasi ke bendahara rutin di masing-masing SKPD.
Namun sayang, setelah tim KPK meninggalkan lokasi, Kepala BPKAD Agus Purwo Widagdo tidak bersedia diwawancarai oleh wartawan terkait dana setoran tersebut. Yang bersangkutan memilih "bersembunyi" di dalam ruangannya dan hingga para wartawan meninggalkan lokasi pada pukul 17.00 WIB, Agus masih enggan ditemui.
Sementara, di PD BPR Kota Madiun, KPK mencari kepemilikan rekening nasabah atas nama Wali Kota Madiun Bambang Irianto dan putranya, Bonie Laksmana. Namun, penyidik tidak menemukannya.
"Kami memang tidak memiliki nasabah atas nama dua orang tersebut. Sejak perusahaan daerah ini beroperasional, Pak Wali dan putranya tidak pernah menyimpan uang di sini," ujar Kepala Bagian Umum PD BPR Kota Madiun, Ali Mustofa yang juga mengungkapkan tak ada dokumen disita KPK.
Sedangkan, di kantor Dispenda, KPK melakukan penggeledahan dari mulai pukul 10.00 WIB hingga 15.00 WIB. Saat keluar, tim antirasuah tersebut menyita sejumlah dokumen.
"Dokumen tersebut tentang laporan keuangan secara umum dari tahun anggaran 2014 hingga 2016," ungkap Kepala Dispenda Kota Madiun Rusdiyanto. Namun, pihaknya tidak merinci dokumen keuangan tersebut berasal dari sumber pendapatan apa.
Sebelumnya, Plt Kepala Dispendukcapil Kota Madiun Nono Djatikusumo membenarkan pihaknya tidak bisa menolak saat ditanyai penyidik tentang dokumen setoran dana dinasnya ke wali kota saat digeledah KPK pada Kamis (24/11).
Nono mengaku dana aliran yang dimaksud adalah honorarium yang diberikan ke BI saat yang bersangkutan menjadi narasumber sejumlah kegiatan yang diselenggarakan oleh Dispendukcapil selama tahun anggaran 2015-2016. Dalam setiap kegiatan tersebut, ia menganggarkan honorarium untuk BI maksimal Rp1,7 juta untuk setiap kali membuka kegiatan.
Penggeledahan di sejumlah dinas tersebut dalam rangka pengembangan penyidikan perkara gratifikasi Wali Kota Madiun Bambang Irianto dalam proyek pembangunan Pasar Besar Madiun (PBM) senilai Rp76,5 miliar pada tahun anggaran 2009-2012.
Dalam kasus tersebut, Bambang Irianto telah ditetapkan KPK sebagai tersangka dan telah dilakukan penahanan di Rutan KPK untuk 20 hari petama terhitung mulai tanggal 23 November 2016. (*)