Pada pekan pertama Agustus 2016, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Prof Dr Muhadjir Effendy melontarkan gagasan penerapam "full day school" (sekolah sehari penuh) bagi siswa pendidikan dasar (SD dan SMP), baik negeri maupun swasta, agar anak tidak sendirian ketika orang tua mereka masih bekerja.
Menteri kelahiran Madiun, Jawa Timur, itu beralasan dengan sistem "full day school", secara perlahan anak didik akan terbangun karakternya dan tidak menjadi 'liar' di luar sekolah ketika orang tua mereka masih belum pulang dari kerja.
Gagasan yang dilontarkan dua kali yakni saat berbicara dalam simposium dalam rangka pelantikan Perhimpunan
Keluarga Besar (KB) Pelajar Islam Indonesia (PII) Jawa Timur 2016-2020 (6/8) dan saat pengajian untuk keluarga besar Muhammadiyah di Universitas Muhammadiyah Malang atau UMM (7/8) itu, mendapatkan reaksi beragam, termasuk sejumlah kepala daerah yang umumnya menolak.
Salah satunya adalah Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas. Anas menilai gagasan Mendikbud Muhadjir Effendy itu relatif bias kota dan belum tentu cocok diterapkan di daerah yang jauh dari pusat kota sehingga harus betul-betul dikaji sebelum diterapkan.
Meskipun pada prinsipnya pihaknya patuh dengan kebijakan pemerintah pusat, namun ia menekankan alangkah elok jika kebijakan tersebut juga memperhatikan keberagaman wilayah, tantangan-tantangan yang ada di daerah dan karakteristik daerah.
Apa yang diungkapkan oleh Anas, cukup beralasan karena di sejumlah daerah di pedesaan, anak-anak sudah mengenyam pola pendidikan yang full day school. Misalnya di Madura, ketika pagi mereka sekolah di SD, siang sampai sore di madrasah ibtida'iyah dan malamnya di langgar atau masjid untuk belajar mengaji dan agama.
Jika kekhasan daerah, seperti di Madura itu tidak diperhatikan dalam gagasan full day school-nya Menteri Muhajir, tentu akan merombak sistem yang selama ini sudah berjalan. Para orang tua akan menolak karena pendidikan agama yang akan diterima anak-anaknya akan menjadi berkurang. Bahkan bisa jadi, anak-anak akan malas pergi ke tempat mengaji karena sudah lelah seharian di sekolah.
Selain itu, terkait iklim psikologis di sekolah juga hendaknya menjadi pertimbangan penerapan sekolah seharian tersebut. Kalau iklim sekolah tidak membuat anak betah, maka hal itu hanya akan menciptakan tekanan baru bagi anak-anak yang selama ini sudah dibebani dengan mata pelajaran yang terkadang melebihi batas kemampuannya.
Jika memang tujuan full day school untuk membentuk karakter anak, mengapa tidak mencoba mencontoh, sistem yang sudah berjalan, seperti siang masuk pendidikan agama dan malamnya di masjid?.
Agar tidak menimbulkan polemik yang berkepanjangan, meniru sistem yang sudah berjalan itu bukan sebagai kewajiban, namun sekadar imbauan. Misalnya, anak-anak di perkotaan dianjurkan agar siang hari sekolah di lembaga pendidikan agama yang sudah ada.
Apalagi, di perkotaan juga tidak semua sekolah mampu (baca: mampu) menerapkan sistem full day school karena pertimbangan biaya. "Sebelum ada gagasan itu, kami sudah mengkaji kemungkinan menerapkan full day school di sekolah kami yang semula pulang pukul 15.00 WIB menjadi pukul 17.00 WIB, tapi hasil kajian kami cukup berat," ujar Kepala SMP Khadijah, Wonokromo, Surabaya, M Ghofar SAg MPdI.
Hasil kajian itu merujuk pada kemampuan siswa dalam pembiayaan dan kemampuan guru dalam pembelajaran. "Kalau harus pulang sore, tentu harus menambah biaya makan dan sebagainya, lalu guru juga harus pulang agak malam, padahal mereka juga mempunyai keluarga, sehingga kami belum berani memutuskan soal itu. Karena itu, gagasan full day school itu hendaknya tidak diwajibkan pada semua sekolah," tuturnya.
Terkait penanaman karakter bagi anak, keluarga adalah lembaga pertama dan utama yang harus diperkuat perannya. Karena di keluarga inilah anak memiliki ikatan emosional yang sangat kuat sehingga penanaman pola sikap dan tindak lebih efektif daripada di sekolah. Atau, setidaknya keluarga juga memainkan peran seperti yang dilakukan sekolah, sehingga pengajaran atau teladan di sekolah juga berlangsung, diamati, dan ditiru anak di rumah. Semoga. (*)
Gagasan Full Day School
Sabtu, 27 Agustus 2016 7:40 WIB
Kalau harus pulang sore, tentu harus menambah biaya makan dan sebagainya, lalu guru juga harus pulang agak malam, padahal mereka juga mempunyai keluarga, sehingga kami belum berani memutuskan soal itu. Karena itu, gagasan full day school itu hendaknya tidak diwajibkan pada semua sekolah