Bondowoso (Antara Jatim) - Pemerintah Kabupaten Bondowoso, Jawa Timur menggelar kontes ternak sapi hasil inseminasi buatan (IB) milik peternak di Kota Tapai itu guna mengetahui keberhasilan pada sektor peternakan.
"Sapi yang diikutsertakan dalam kontes ternak sapi yang dilaksanakan di Desa Tegalampel, Kecamatan Kota Bondowoso ini sebanyak 149 ekor dari berbagai jenis hasil inseminasi buatan (IB)," ujar Kepala Bidang Peternakan pada Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bondowoso Lilik Setyowati di Bondowoso, Kamis.
Ia mengatakan bahwa kontes sapi tersebut merupakan bentuk unjuk keberhasilan kabupaten setempat dari sektor peternakan. Selain itu juga sebagai sarana komunikasi antarpeternak sapi serta proses pengembangan sapi dengan cara inseminasi buatan.
Kontes sapi dari hasil inseminasi buatan atau sapi kawin silang itu, kata dia, diantaranya sapi jenis limusin, simental, brahman dan sapi lokal yang sudah mulai dirintis masyarakat Bondowoso sejak 1982.
"Dari 149 ekor ternak sapi yang menjadi peserta kontes akan dinilai kuantitas, yaitu mulai dari bobot sapi, lingkar dada, panjang dan tinggi sapi serta performa sapi. Sedangkan khusus sapi betina juga diperiksa reproduksinya," katanya.
Sementara itu, Imam Kuswono salah seorang pemilik sapi asal Kecamatan Maesan yang mengikutsertakan ternaknya dalam kontes sapi inseminasi buatan dan memilik memiliki bobot 1 ton 200 kilogram lebih mengaku harus tekun memberikan pakan tambahan selain rumput selama empat tahun.
"Awal memelihara sapi IB jenis limusin ini masih berbobot 3,5 kuintal dan butuh waktu empat tahun sehingga bobotnya mencapai 1,2 ton lebih. Sedangkan pakan tambahannya yang diberikan yaitu polar (katul gandum) ampas tahu, ketela pohon dan rumput sebagai makanan pokok," paparnya.
Dari data Dinas Peternakan dan Perikanan Bondowoso hingga saat ini dari populasi sapi betina dewasa tercatat sebanyak 75 ribu ekor , 60 persen diantaranya sudah menjadi akseptor atau peserta kawin silang. Sementara total populasi seluruh sapi mencapai 210 ribu ekor, dan peternak sapi yang belum melakukan inseminasi buatan biasanya terdapat di daerah pedalaman yang sulit terjangkau dan tingkat swadaya masyarakat rendah. (*)