Jember (Antara Jatim) - Kepala Balai Bahasa Jawa Timur Amir Mahmud mengatakan bahasa daerah di Jawa Timur lebih kompleks dibandingkan dengan bahasa daerah di Jawa Tengah atau di Daerah Istimewa Yogyakarta karena bahasa yang digunakan sebagian suku atau warga di Jatim beragam.
"Di Jawa Tengah atau DI Yogyakarta identik dengan bahasa Jawa, namun di Jatim ada beberapa bahasa yang digunakan yang merupakan perpaduan bahasa Jawa dan Madura," katanya di sela-sela kegiatan Temu Ilmiah Nasional Himpunan Sarjana Kesusastraan Indonesia (HISKI) di Universitas Jember, Selasa.
Menurut dia, beberapa bahasa daerah di Jatim itu yakni bahasa Osing di Banyuwangi, bahasa Bali di sebagian wilayah Banyuwangi, bahasa Tengger untuk suku Tengger di Probolinggo, Pasuruan, dan Lumajang, bahasa Suroboyoan untuk warga Surabaya dan sekitarnya, bahasa daerah di Pulau Bawean, dan bahasa Madura untuk warga di Pulau Madura.
"Sebenarnya banyak dialek yang muncul beragam di sejumlah daerah, namun dialek tersebut hanya digunakan untuk lingkungan setempat. Berdasarkan pemetaan bahasa daerah di Jatim digolongkan dua bahasa yakni bahasa Jawa dan Madura," katanya.
Sejauh ini, lanjut dia, bahasa daerah di Jawa Timur yang sudah memiliki kamus yakni bahasa Osing, bahasa Suroboyoan, dan bahasa Madura, namun secara nasional tercatat sebanyak 60 kamus bahasa daerah di Indonesia.
"Kami berharap bahasa daerah itu terus dilestarikan melalui muatan lokal di dunia pendidikan, sehingga anak-anak bisa mempelajari dan mengenal lebih jauh tentang bahasa daerah setempat," katanya.
Selain dengan muatan lokal pelajaran bahasa daerah di sekolah, Amir mengatakan peranan media seperti tabloid, majalah, koran, dan kesenian yang bisa melestarikan bahasa daerah, sehingga keberadaan bahasa tersebut tidak punah.
"Perlu kesadaran semua pihak bahwa keberagaman bahasa daerah perlu dilestarikan, bahkan penggunaan bahasa daerah di ruang publik juga perlu digalakkan, sehingga pengumuman yang biasanya menggunakan bahasa Indonesia juga perlu disampaikan dengan bahasa daerah," ujarnya menambahkan.
Sementara Iwan salah seorang peserta yang hadir dalam diskusi temu ilmiah nasional kesusastraan itu mempertanyakan belum masuknya kebijakan muatan lokal bahasa daerah di Kabupaten Probolinggo, sehingga tidak ada pelajaran bahasa daerah di sejumlah sekolah di kabupaten setempat.
"Kebetulan saya mengajar di salah satu sekolah di Probolinggo, namun tidak ada pelajaran bahasa Madura di sana, padahal bahasa Madura digunakan sehari-hari oleh masyarakat Probolinggo. Apakah belum ada kamus bahasa Madura atau tidak ada pengajar lulusan bahasa Madura, sehingga belum ada kebijakan pelajaran muatan lokal di Jatim," tanyanya.
Dalam kegiatan temu ilmiah nasional HISKI di Universitas Jember juga menghadirkan sejumlah pembicara yakni Prof Suwardi Endraswara (Ketua HISKI Pusat) dan Aekanu Hariyono (Ketua YAYASan Kiling Osing, Banyuwangi).(*)