Washington (Antara Jatim) - Fosil-fosil yang digali di saluran drainase South Carolina memberikan pemahaman mengenai perkembangan pendengaran ultrasonik dari bangsa paus prasejarah, sifat yang berhubungan erat dengan kemampuan luar biasa mereka berburu dan melakukan navigasi menggunakan gelombang suara dan gaung.
Para ilmuwan pada Kamis (4/8) menggambarkan fosil lumba-lumba yang baru diidentifikasi, yang disebut Echovenator sandersi, yang berkembang di laut dangkal dan hangat sekitar 27 juta tahun lalu, dengan telinga cetacea kuno terjaga baik.
Pemindaian tomografi terkomputerisasi (CT scan) pada telinga fosil itu dan perbandingannya dengan spesies paus yang lain menunjukkan telinga Echovenator memiliki banyak sifat yang juga ditemukan pada paus-paus yang ada sekarang, yang bisa mendengar frekuensi ultrasonik, di atas kisaran pendengaran manusia.
"Echovenator sudah menunjukkan fitur-fitur tengkorak yang berhubungan dengan ekolokasi, meski itu mungkin tidak bisa memroses sinyal dari ekolokasi sebaik lumba-lumba modern," kata ahli paleontologi dari New York Institute of Technology, Morgan Churchill, penulis utama riset yang dipublikasikan di jurnal Current Biology.
Ekolokasi, atau sonar biologis, digunakan oleh semua paus bergigi dunia seperti lumba-lumba, paus sperma dan paus pembunuh.
Mamalia-mamalia laut ini mengeluarkan gelombang berfrekuensi tinggi yang memantul ke objek-objek bawah laut dan kembali dalam bentuk gaung, memungkinkan mereka menentukan lokasi satu objek.
Paus berevolusi dari leluhur darat serupa serigala lebih dari 50 juta tahun lalu, hanya kemudian terbagi menjadi dua kelompok yang ada sekarang: paus bergigi dan paus balin, yang makan dengan menyaring organisme di air laut.
Paus balin tidak menggunakan ekolokasi, yang kemungkinan muncul 34 juta tahun lalu, kata Churchill.
Ekolokasi adalah adaptasi penting bagi paus, yang sebelumnya mengandalkan penglihatan untuk menemukan mangsa.
Menggunakan ekolokasi, paus bisa sukses memburu ikan dan cumi-cumi di perairan pantai yang penuh sediman, serta makan pada malam hari atau di laut dalam.
"Ekolokasi mungkin salah satu adaptasi luar biasa dan unik pada mamalia. Dari 6.000 spesies mamalia yang ada sekarang, hanya kelelawar dan paus bergigi, bersama dengan sejumlah kecil insektivora kecil (organisme pemakan serangga dan hewan kecil) yang menggunakan ekolokasi sebagai cara utama melakukan navigasi di lingkungan mereka," kata Churchill.
Echovenator, yang artinya "pemburu gema", ukurannya sekitar dua meter. Tengkoraknya yang terjaga baik dengan rahang bawah dan beberapa tulang leher ditemukan di Berkeley County, South Carolina.
Ahli anatomi dan paleontologi New York Institute of Technology, Jonathan Geisler, yang juga penulis studi itu, mengatakan Echovenator adalah spesies pantai yang berenang di perairan berlumpur dan teluk.
Gigi depannya yang ada di ujung moncong yang panjang dan sempit terlihat beradaptasi baik untuk mengait ikan, kata Geisler seperti dikutip kantor berita Reuters. (Antara News)
Penerjemah: Maryati
Temuan Fosil Ungkap Perkembangan Pendengaran Ultrasonik Paus
Sabtu, 6 Agustus 2016 21:07 WIB
Echovenator sudah menunjukkan fitur-fitur tengkorak yang berhubungan dengan ekolokasi, meski itu mungkin tidak bisa memroses sinyal dari ekolokasi sebaik lumba-lumba modern