Surabaya (Antara Jatim) - Tim pengacara Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jatim menilai Kejaksaan Tinggi hanya mengulang dalil lama dalam lanjutan sidang praperadilan terkait penetapan Ketua Umum Kadin Jatim La Nyalla Mattalitti sebagai tersangka perkara dana hibah Kadin.
Tim pengacara Kadin Jatm Amir Burhanudin di Surabaya, Senin mengatakan Kejati Jatim hanya menyampaikan dalil-dalil lama yang juga disampaikan dalam dua praperadilan sebelumnya yang dimenangkan oleh para penggugat.
"Catat ya, ini sama sekali tidak ada yang baru. Kenapa tidak ada yang baru? Karena sejatinya masalahnya sudah selesai. Andaikata Kejati Jatim sebagai penegak hukum menaati putusan hukum, yaitu putusan Pengadilan Negeri Surabaya bahwa dalam perkara ini sudah tidak ada yang bisa disidik lagi, masalah ini sudah selesai," katanya usai persidangan di Pengadilan Negeri Surabaya.
Tim advokat Kadin Jatim lainnya Sumarso menambahkan, Kejati Jatim semestinya patuh pada putusan hukum di PN Surabaya.
"Empat putusan pengadilan, yaitu dua pengadilan pidana pada 18 Desember 2015 dan dua putusan pengadilan praperadilan, masing-masing pada 7 Maret 2016 dan 12 April 2016, secara garis besar bisa disimpulkan ada tiga hal penting seperti dalam penyidikan perkara ini tahun 2015 silam telah terungkap semua bentuk penyalahgunaan penggunaan dana hibah tersebut, termasuk siapa-siapa yang dapat dimintakan pertanggungjawaban pidananya," katanya.
Selain itu, pada tahun 2015 semua sudah terungkap, di penuntutan, di dakwaan, jika La Nyalla tidak merupakan pelaku peserta dalam perkara ini sesuai Pasal 55 KUHP.
"Selain itu, diputusan pengadilan tanggal 12 April 2016 juga sudah jelas dinyatakan bahwa La Nyalla tidak ikut dan tidak ada penyertaan (delneming) dalam konteks pasal 55 KUHP. Fakta hukum dan putusan pengadilan sudah bilang begitu, kok dipaksa bahwa La Nyalla harus bersalah," katanya.
Sementara itu, kuasa hukum termohon dari Kejati Jatim A Fauzi mengatakan terkait prosedur hukum acara pidana tentang penetapan tersangka yang harus disertai dengan pemeriksaan calon tersangka ada kekeliruan tafsir.
"Perkara seperti korupsi dimungkinkan tanpa pemeriksaan calon tersangka," katanya.
Ia mengatakan, pihaknya membantah seluruh dalil yang ada dalam permohonan karena masyarakat juga sudah tahu bagaimana proses hukum ini berjalan.
"Masyarakat tidak rela jika penegak hukum kehilangan jati diri dan seolah ada instrumen yang bisa menjatuhkan moralitas hukum dan dalam memaknai hukum yang bisa kehilangan rohnya," katanya.
Ia mengatakan, pemberantasan korupsi seringkali dihadapkan dengan tokoh dan seiring berjalannya waktu dan dengan berjalan tertatih akhirnya hukum tersebut bisa ditegakkan.
"Tidak berlebihan jika sebenarnya masyarakat menaruh harapan terhadap pemberantasan korupsi yang ada di Jawa Timur. Dan sangat disayangkan jika kekuasaan yang menghadang untuk penegakkan hukum yang ada saat ini," katanya.
Sebelum persidangan berlangsung, hakim tunggal yang menyidangkan perkara ini Mangapul Girsang mengatakan kalau dirinya tidak mimiliki kepentingan dari kedua belah pihak.
"Saya tekankan saya tidak memiliki keberpihakan kepada kedua belah pihak seperti dari pemohon dan juga kepada termohon," katanya.
Kasus dugaan korupsi La Nyalla ini bermula pada 16 Maret 2016 dimana saat itu Kejaksaan Tinggi Jawa Timur menetapkan La Nyalla sebagai tersangka korupsi dana hibah Kadin Jawa Timur. La Nyalla disangka melakukan korupsi terkait dengan pembelian perdana saham Bank Jatim sebesar Rp5,3 miliar pada 2012.
Dari pembelian saham itu, La Nyalla diduga meraup keuntungan Rp1,1 miliar. Dana pembelian saham tersebut merupakan bagian dari dana hibah Pemerintah Provinsi Jawa Timur dari 2011 sampai 2014 senilai Rp48 miliar.(*)