Surabaya (Antara Jatim) - Pengamat Pendidikan Isa Ansori menyayangkan adanya upaya memobilisasi 33
ribu pelajar SMA/SMK Kota Surabaya untuk mendapatkan pendidikan gratis
dengan melayangkan surat ke Presiden Jokowi karena dinilai ada
kepentingan lain.
"Sehingga, hak konstitusi anak dirampas oleh tafsir sesat
kebijakan UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah," kata Isa
Ansori kepada wartawan di Surabaya, Minggu.
Menurut dia, siswa tidak harus khawatir, kebijakan pendidikan
gratis terancam pupus, setelah keluarnya undang-undang. Karena itu,
perlu didorong komitmen bersama antara Provinsi Jawa Timur dengan Kota
Surabaya untuk memberikan layanan terbaik bagi dunia pendidikan.
Isa mengatakan melihat data-data yang terkumpul, mengindikasikan
apa yang dilakukan para siswa melebihi dari apa yang sekadar mereka
ketahui. "Pertanyaan sederhana, apakah ada urgensi anak-anak
mempersoalkan penerapan UU 23/2014 dengan peralihan kewenangan SMA dan
SMK ke Provinsi?" terang Isa Ansori.
Untuk itu, lanjut dia, sudah saatnya anak anak atau siswa
mendapatkan layanan pendidikan yang baik dan bermutu, siapapun yang
menggelolanya. Terkait tulisan surat siswa kepada presiden, Isa Ansori
mengaku mengapresiasi kepekaan anak-anak.
"Sayangnya kepekaan siswa yang ditulis dalam surat menjadi bias,
karena apa yang ditulis anak-anak belum jelas fakta dan akibatnya,"
ujarnya.
Ia menambahkan apa yang membuat siswa bias mendapatkan gambaran
fakta akibat kebijakan undang-undang itu. "Fakta akibat cenderung bias
kepentingan. Di sini terasa ada kepentingan lain di luar, apa yang
dilakukan oleh anak-anak," kata Isa Ansori.
Seharusnya, lanjut dia, banyak langkah bijak yang bisa dilakukan
Diknas Pendidikan Kota Surabaya, yaitu duduk bersama Diknas Provinsi
Jawa Timur untuk membicarakan komitmen bersama dengan memberikan layanan
terbaik bagi dunia pendidikan.
"Saat ini, bukan hanya salah tafsir tetapi ini kesesatan tafsir.
Karena cara pandangnya dalah orang lain tidak lebih baik. Sehingga apa
yang dikeluarkan oleh Provinsi pengelolaanya tidak lebih baik.
Seharusnya ada dialog, agar sama-sama bisa membangun pendidikan lebih
baik," kata dia.
Sejumlah perwakilan pelajar SMA/SMK se-Surabaya sebelumnya
mendatangi Balai Kota Surabaya pada Sabtu (26/3) guna menitipkan puluhan
ribu pucuk surat ke Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini agar disampaikan
kepada Presiden RI Joko Widodo terkait pengelolaan pendidikan setempat.
"Bu Risma kami mohon untuk menyampaikan surat aspirasi yang kami
tulis buat Presiden Joko Widodo," ujar Ketua Organisasi Pelajar Surabaya
Khusnul Prasetyo di Balai Kota Surabaya, Sabtu.
Mendapati hal itu, Tri Rismaharini menerima puluhan ribu pucuk
surat dan berjanji akan menyerahkannya ke Presiden sesuai keinginan para
pelajar. "Pak Iksan selaku Kepala Dinas Pendidikan saya minta
berdiskusi membahas bagaimana cara mengirim surat-surat ini, terutama
membawanya dan dicek dulu jangan sampai keliru," kata Risma.
Risma mengatakan, aspirasi yang disampaikan para pelajar juga sama
apa yang dipikirkannya terkait rencana pengalihan pengelolaan sekolah
dari kota ke Pemprov Jatim.
Ketua Komisi D DPRD Surabaya, Agustin Poliana mengatakan, rencana
pengalihan kewenangan pendidikan SMA/SMK dari pemerintah kabupaten kota
ke provinsi menjadi beban pelajar dan orang tua. Agustin mengaku,
pihaknya tak kan berhenti untuk mendorong terus diberlakukannya
pendidikan gratis di Surabaya karena selama ini Surabaya mampu
menerapkan kebijakan tersebut sesuai amanat undang-undang Otonomi
Daerah.
Namun, ia mengakui, kebijakan pendidikan gratis tersebut terancam
pupus, setelah keluarnya UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah.
Meski proses pengalihan kewenangan dalam tahap pendataan sumber
dayanya, Agustin optimistis pendidikan gratis masih bisa diberlakukan di
Kota Pahlawan ini.
Ia mengatakan, Presiden Joko Widodo bisa saja mengeluarkan PP untuk
menginstruksikan gubernur, pengelolaan bisa kembali ke kabupaten/kota
bagi daerah yang mampu menerapkan pendidikan gratis 12 tahun. Sebab di
Surabaya, untuk menerapkan pendidikan gratis SMA/SMK, Pemkot Surabaya
menganggarkan dana sekitar Rp205 miliar per tahun. (*)
Pengamat Sayangkan Mobilisasi Pelajar Dapatkan Pendidikan Gratis
Minggu, 27 Maret 2016 19:06 WIB
Sehingga, hak konstitusi anak dirampas oleh tafsir sesat kebijakan UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah