Surabaya (Antara Jatim) - Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya akan menerapkan sanksi terhadap tempat usaha seperti hotel, apartemen, restoran dan lainnya yang tidak memiliki dan tidak memfungsikan instalasi pengelolaan limbah (IPAL).
Ketua panitia khusus (pansus) Pertiwi Ayu Krishna, di Surabaya, Kamis, mengatakan regulasi IPAL akan dibahas dalam rancangan peraturan daerah (raperda) pengolahan kualitas air dan pengendalian pencemaran air yang kini digodok di Komisi A DPRD Surabaya.
"Jika benar tidak memiliki IPAL, maka pemkot tidak segan-segan akan mencabut izin usaha," katanya.
Menurut dia, raperda ini merupakan perbaikan dari perda sebelumnya yang dinilai masih sederhana. "Di lihat dari pasal per pasal tidak detail, jadi memang perlu ada perbaikan perda," katanya.
Politisi Partai Golkar ini memandang masalah limbah di Surabaya sangat memprihatinkan karena tidak memiliki tempat pengolahan limbah. Menurutnya,Indonesia yang mempunyai pengolah limbah hanya Bali. Padahal keberadaan pengolahan limbah sangat penting.
"Ini goalnya nanti harus ada zona-zona pengolahan limbah," katanya.
Berdasar Undang-undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang pengelolaan, pengendalian kualitas air, seluruh usaha wajib untuk memiliki IPAL. Ironisnya, lanjut dia, dari data Badan Lingkungan Hidup Kota Surabaya, hampir 70 persen pengajuan ditolak.
Kepala Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota Surabaya, Musdik Ali membenarkan hal itu. Dia menyatakan penolakan tersebut lebih disebabkan banyaknya pengajuan tidak sesuai standar. Termasuk, teknis pengolahan buangan dari usaha tersebut.
"Itu sekarang banyak terindikasi di apartemen-apartemen. Diduga, pendirian usaha tersebut mengejar target pembeli. Padahal, harusnya diperhatikan dulu kepemilikan IPAL-nya," ujarnya.
Dia mengatakan proses pendataan dan inventarisir jumlah usaha di Surabaya tengah dilakukan khususnya, dalam kepemilikan IPAL. Pemkot Surabaya ditambahkan Musdik tengah mempersiapkan sanksi baik secara administrasi sampai pada sanksi pencabutan izin. (*)