Kediri (Antara Jatim) - Sebanyak 13 sumber mata air di lereng Gunung Kelud (1.731 meter di atas permukaan laut) serta lereng Gunung Wilis (2.169 meter di atas permukaan laut) sudah kritis yang dipicu minimnya tanaman sebagai penyerap air.
"Di lereng Kelud dan Wilis ini ada 300 mata air dan 13 di antaranya kondisinya kritis. Dulu normal saat kemarau, tapi sekarang ini tertutup," kata Kepala Perum Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Kediri Maman Rosmantika di Kediri, Sabtu.
Ia mengatakan sumber mata air itu tersebar baik di wilayah Kecamatan Pare, Kediri, sampai Pace-Nganjuk. Wilayah itu masih masuk daerah KPH Kediri.
Maman mengungkapkan, salah satu pemicu sumber mata air yang kritis itu karena semakin minimnya tanaman di sekitar sumber mata air tersebut. Hal itu menyebabkan air tidak dapat terserap dengan maksimal.
Padahal, kata dia, sumber mata air itu sangat bermanfaat untuk warga. Satu sumber mata air dimanfaatkan untuk kebutuhan warga satu dusun. Mereka pun mengalami kesulitan terutama saat kemarau, sebab air tidak mengalir seperti sebelumnya.
Ia mengatakan, Perhutani berupaya terus untuk mengadakan penghijauan dengan harapan sumber mata air bisa keluar dengan baik. Penghijauan dilakukan dengan menanam beragam tanaman baik buah-buahan, tanaman kayu, ataupun bambu.
Ia khawatir jika hal itu tidak dilakukan jumlah sumber mata air yang krisis akan semakin bertambah. Jika hal itu terjadi, yang rugi terutama adalah masyarakat. Selain untuk kebutuhan sehari-hari, untuk pertanian pun juga akan kesulitan air, sehingga tanaman tidak bisa tumbuh dengan baik.
PT Gudang Garam, Tbk, Kediri memberikan bantuan CSR berupa 16 ribu bibit bambu yang disebar di kawasan lereng Gunung Kelud dan Wilis. Bambu yang diberikan adalah jenis petung. Bambu dinilai sebagai salah satu pohon yang bisa menyerap air dengan baik.
Wakil Direktur Sumber Daya Manusia dan Pelayanan Umum PT Gudang Garam Tbk Kediri Slamet Budiono mengatakan kegiatan pemberian tanaman ini merupakan bentuk kepedulian perusahaan pada lingkungan. Selain itu, pemberian bibit bambu juga disesuaikan dengan kebutuhan di daerah yang hendak mendapatkan CSR dari perusahaan.
"Kami berharap dari hasil program ini berdampak pada perekonomian masyarakat. Untuk awal ada 160 hektare dan kelak semoga bisa 1.000 hektare," katanya.
Ia menegaskan dengan penanaman bibit ini lingkungan akan semakin baik dan pereekonomian masyarakat terjamin. Gudang Garam pun juga bersedia akan membeli beragam bambu berkualitas, sehingga masyarakat pun tidak akan bingung menjual batang bambu ketika sudah dewasa.
Ia pun berharap masyarakat ikut menjaga kelestarian lingkungan sehingga tanaman ini nantinya bisa berkembang dengan baik. Masyarakat juga diminta untuk merawat agar ke depan daerahnya menjadi lebih baik dan tidak rawan longsor. (*)