Surabaya (Antara Jatim) - Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (FPDIP) merespons adanya pernyataan Kota Surabaya tercatat memiliki dana menganggur terbanyak di perbankan atau "idle" sejak 2011 sebagaimana data dari Kementerian Keuangan, adalah bernuansa politis jelang Pilkada Surabaya 2015.
"Kami menilai ini bentuk dari kampanye hitam dengan menyudutkan bakal calon wali kota dan wakil wali kota petahana yang diusung PDIP," kata Ketua FPDIP DPRD Surabaya Sukadar kepada wartawan di Surabaya, Senin.
Hal itu menanggapi pernyataan dari anggota DPRD Surabaya dari Partai NasDem Vinsensius Awey bahwa prediket dana mengganggur terbesar di Indonesia bukanlah sebuah prestasi yang patut dibanggakan. Tingginya dana idle menunjukan redahnya serapan APBD, khususnya serapan di Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga Pematusan Surabaya yang mana sampai Agustus 2015 baru terserap 18 persen.
Sedangkan di Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang sampai dengan Agustus baru sekitar 29 persen. Total Realisasi Belanja Pemkot sampai Agustus baru 39 persen.
Sukadar mengatakan penyerapan anggaran APBD Surabaya 2015 hanya bisa dilihat pada akhir tahun. Seperti pengalaman tahun–tahun sebelumnya, serapan anggaran banyak terjadi pada bulan September, Oktober, November hingga Desember.
"Itu teknis dan bukan domain kita. Seluruhnya kewenangan eksekutif,"kata Wakil Ketua DPC PDIP Surabaya ini.
Ia menambahkan, apabila melihat silpa (sisa Lebih pembiayaan Anggaran) tahun 2014 hanya berkisar Rp540 miliar dari APBD sekitar Rp7,4 triliun. Itu menunjukkan penyerapan anggaran sudah baik. "Sisi mana yang menjelaskan ada penumpukan anggaran?" ujarnya.
Sukadar mengungkapkan, dirinya dengan Awey sama–sama pernah menjadi anggota pansus Laporan Keterangan Pertangung Jawaban (LKPJ) Wali Kota Surabaya. Serapan anggran tersebut bisa dilihat dalam laporan yang disampaikan melalui LKPJ Wali Kota.
"Jadi tidak bener kalau pemkot bikin program tidak maksimal, ini belum akhir tahun gak bisa disimpulkan penyerapannya," katanya.
Hal sama Senada dengan itu, Wakil Ketua Komisi A DPRD Surabaya dari FPDIP Adi Sutarwiyono. Ia mengatakan bahwa dalam tengah perjalanan proses serapan anggaran kerapkali tak bisa maksimal.
Namun, kondisi itu disebabkan oleh proses lelang, perencanaan, kemudian adanya petunjuk teknis dari pemerintah pusat. Namun, faktanya setiap akhir tahun sisa lebih perhitungan anggaran (Silpa) APBD tidak tetalu besar. "Silpa kita gak terlalu besar setiap tahunnya kurang dari 10 persen dari APBD Rp7,4 Triliun," jelas Alumnus FISIP Unair.
Menurutnya, Silpa tersebut sebagai kekuatan cadangan anggaran pemerintah kota untuk menambah atau sebagai jaring pengaman ketika perencanaan anggran berikutnya defisit. Adi menegaskan dengan besaran silpa itu tidak perlu dirisaukan, atau bahkan disebut penimbun APBD.
"Itu hal yang logis ketika perencanaan dan pelaksanaan tidak berjalan paralel, karena banyak faktor yang mempengaruhinya," ujarnya.
Kepala Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kota Surabaya Eric Cahyadi sebelumnya mengatakan untuk dana dari pemerintah pusat yang diserahkan ke Pemkot Surabaya itu di antaranya seperti Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk Dinas Pendidikan dan cukai rokok untuk dinas kesehatan.
"Sedangankan untuk dinas saya untuk perbaikan kampung. Tapi ini belum bisa dijalankan karena juknisnya belum turun dari pemerintah pusat," ujarnya.
Saat ditanya serapan rendah di Dinas Cipta Karya, Eric menjelaskan bahwa serapan anggaran di dinasnya sampai sekarang sudah mencapai 60 persen.
"Jika ada yang mengatakan 29 persen, itu perencanaan yang ada di aplikasi e-project. Tapi yang jelas bulan Oktober-November itu penyerapan dan Desember diharakan bisa 100 persen. Tahun lalu capai 90 persen," ujarnya. (*)