Surabaya (Antara Jatim) - Angka perceraian di Jawa Timur (Jatim) pada tahun 2015 mencapai 100 ribu kasus dengan perbandingan 20 persen dari angka perkawinan dan sisanya disebabkan oleh faktor beragam.
"Dari data Pengadilan Agama Jatim, angka perceraian memang terus meningkat setiap tahunnya," kata Wakil Gubernur Jatim, Saifullah Yusuf, saat menghadiri Kongres I Asosiasi Pusat Studi Wanita/Gender Indonesia (ASWGI) di Surabaya, Kamis.
Pada tahun 2010, jumlah mencapai 69.956 kasus, tahun 2011 meningkat sebesar 6 persen menjadi 74.777 kasus, pada tahun 2012 meningkat lagi sebesar 14 persen menjadi 81.672 kasus perceraian, dan sekarang mencapai 100 ribu kasus
Ia mengatakan data tersebut diambil dari data yang mengajukan cerai di Jatim, sedangkan untuk perkara yang nantinya akan disetujui atau tidak, maka diserahkan sepenuhnya kepada pengadilan untuk memutuskannya.
"Perceraian di Jatim memang mengalami peningkatan yang sangat tinggi dan dialami paling banyak oleh profesi guru, karena dilatarbelakangi banyak faktor, diantaranya adalah masalah ekonomi maupun hubungan pasutri yang tidak harmonis sekitar 33 persen," ujarnya.
Dia mengungkapkan ketidakcocokan atau ketidakharmonisan antara pasangan suami istri menjadi penyebab utamanya, kemudian faktor ekonomi yang suami tidak lagi menafkahi istri dan keluarganya, serta suami tidak bertanggung jawab lagi dengan istri dan keluarganya.
"Perceraian yang terjadi akan membawa dampak buruk pada anak-anak termasuk masalah psikologis, sehingga diharapkan agar para orang tua menjaga hubungan suami istri yang berlandaskan sakinah, mawaddah, wa rahmah," jelasnya.
Ia menambahkan sakinah mawaddah warrohmah bisa diartikan sebagai keluarga yang selalu diberikan kedamaian, ketenteraman, dan selalu dipenuhi dengan cinta dan kasih sayang untuk meminimalisasi terjadinya perceraian di Jatim. (*)