Legislator: Pajak Barang Mewah Tekan Kesenjangan Sosial
Jumat, 30 Januari 2015 18:55 WIB
Pamekasan (Antara Jatim) - Pemungutan pajak atas penjualan barang mewah bisa menekan kesenjangan sosial yang terjadi di negeri ini, kata Ketua Komisi II DPRD Pamekasan Moh Hosnan Achmadi.
"Karena dengan adanya ketentuan seperti itu, maka konsumsi atas barang-barang mewah tentu bisa ditekan," kata Moh Hosnan Achmadi kepada Antara di Pamekasan, Jumat.
Sementara di satu sisi, masyarakat Indonesia masih banyak yang belum mampu hidup mandiri dan masih membutuhkan bantuan pemerintah. "Jangankan untuk memiliki barang, terkadang untuk kebutuhan bertahan hidup saja masih kesulitan," kata dia.
Jika kebijakan itu diberlakukan, menurut Hosnan, warga yang hendak mengonsumsi barang-barang mewah akan berpikir ulang.
Tapi di satu sisi, mereka juga bisa menyisihkan sebagian dananya untuk dikelola negara melalui pajak yang dikenakan atas barang mewah yang mereka miliki itu.
Di sisi lain, pendapatan dari pajak atas penjualan barang mewah bisa dialokasikan oleh pemerintah untuk program sosial, seperti pemberdayaan kelompok masyarakat miskin, kelompok usaha kecil dan menengah, serta program pemberdayaan sosial lainnya.
"Saya sangat setuju dengan gagasan itu," kata politikus Partai Amanat Nasional (PAN) Pamekasan ini, menegaskan.
Pemerintah berencana mengenakan Pajak Penambahan Nilai Barang Mewah (PPnBM) seperti tas dan sepeda motor yang bernilai Rp10 juta lebih.
Selain barang berupa tas, sepeda motor, batu akik juga dipertimbangkan untuk dipungut pajak, karena ada yang harganya hingga puluhan juta rupiah.
Hosnan mengatakan, di sejumlah negara maju di luar negeri, barang mewah memang sudah dikenai pajak, tetapi pajak yang dihasilkan dari barang mewah itu lalu dialokasikan oleh pemerintah untuk program pemberdayaan masyarakat.
"Saya berharap di Indonesia akan seperti itu juga. Sehingga, terkesan ada semacam subsidi silang antara yang kaya dengan yang miskin, dan pada akhirnya akan mengurangi kesenjangan sosial di negeri ini," pungkasnya.(*)