Legislator Kritik Pementasan Tari di Depan Masjid
Senin, 20 Oktober 2014 19:57 WIB
Pamekasan (Antara Jatim) - Legislator mengkritik pementasan tari dan musik tradisional di depan Masjid Agung As-Syuhada oleh Pemkab Pamekasan, Jawa Timur, dalam acara "Semalam di Madura".
"Apalagi Pemkab Pamekasan ini merupakan kabupaten di Madura yang menerapkan syariat Islam melalui program Gerakan Pembangunan Masyarakat Islami (Gerbang Salam)," kata Wakil Ketua DPRD Pamekasan Suli Faris dalam pernyataan yang disampaikan kepada Antara di Pamekasan, Senin.
Pementasan tari dalam acara "Semalam di Madura" yang digelar Pemkab Pamekasan pada malam pelaksanaan karapan sapi memperebutkan piala bergilir Presiden RI itu menuai protes, karena dinilai tidak tepat dan justru mencederai nilai-nilai Islam.
Suli Faris yang juga politikus dari Partai Bulan Bintang (PBB) Pamekasan ini lebih lanjut menjelaskan, seharusnya, kegiatan yang digelar di sekitar masjid adalah kegiatan yang mendukung pada upaya memakmurkan masjid, bukan kegiatan yang justru bertentangan dengan nilai-nilai keagamaan.
Menurut Suli Faris, dalam Al Quran disebutkan tentang "memakmurkan masjid", yakni membangun, mendirikan dan memelihara masjid, menghormati dan menjaganya agar bersih dan suci, serta mengisi dan menghidupkannya dengan berbagai ibadah dan ketaatan kepada Allah SWT.
Sejarah mencatat, sedikitnya ada 10 fungsi dan peran masjid pada masa Rasulullah SAW, khususnya masjid Nabawi, yaitu, tempat ibadah, tempat musyawarah dan konsultasi, tempat pendidikan, tempat latihan militer dan persiapan alat-alatnya, serta tempat pengobatan para korban perang.
Selain itu, dalam sejarah Islam, masjid juga dijadikan tempat pengadilan dan mendamaikan sengketa, tempat memberikan santunan sosial, tempat menerima tamu, dan tempat menahan tawanan. Yang terakhir, masjid juga bisa menjadi pusat penerangan dan informasi serta pembelaan agama.
Sebagai hamba Allah dan umat Islam, sambung Suli yang juga santri pondok pesantren Kayu Manis, Pamekasan itu, pihaknya sangat menyayangkan gelar pentas tari di depan Masjid Agung As-Syuhada Pamekasan tersebut.
Sebab, kata Suli, masjid itu sebagai kebanggaan umat Islam di Pamekasan. Jika saja pentas seni budaya tradisional Madura dalam acara itu digelar di lapangan depan pendopo, maka tidak akan menjadi persoalan.
Ia menuturkan saat mementaskan penari-penari dewasa itu, juga bersamaan dengan lomba shalawat yang digelar di masjid itu.
Oleh karenanya, Suli Faris meminta, agar pada kegiatan yang akan datang, pementasan seni budaya tidak lagi digelar di depan masjid.
Bupati Pamekasan Achmad Syafii mengaku, pihaknya mengizinkan pagelaran seni budaya Madura di depan masjid As-Syuhada karena telah berkoordinasi dengan pengurus masjid.
Selain itu, katanya, pementasan tari dan berbegai jenis kesenian tradisional Madura tersebut, setelah shalat isyak, sehingga tidak mengganggu kegiatan ibadah. "Tapi usulan demi kebaikan, tentu akan kami pertimbangkan untuk masa-masa yang akan datang," katanya.
Selain lokasi pementasan, yang juga menjadi sorotan masyarakat dan para ulama karena para penari tidak ada yang menutup aurat sesuai dengan syariat Islam.
Padahal, pemkab sendiri telah mengeluarkan aturan yang isinya antara lain, para penari yang hendak pentas harus menutup aurat, bukan perempuan dewasa, serta penonton laki-laki dan perempuan dipisah.(*)