Oleh Yohanes Adrianus Kupang (Antara) - WWF Indonesia, sebuah yayasan peduli lingkungan perairan dan pesisir, mendesak Pemerintah Kota Kupang untuk terus melestarikan tanaman bakau di wilayah pesisir pantai untuk menjaga eksositem laut dan wilayah perairan sekitarnya. "Kami paham pengembangan pariwisata pesisir di ibu kota Provinsi Nusa Tenggara Timur ini dengan bangunan hotel dan restoran, namun jangan sampai merusak habibat bakau yang ada," kata Deputi Pemberdayaan Pesisir WWF Indonesia Kantor Lapangan (Field Office) Nusa Tenggara Timur di Kupang Zakarias Atapada, Rabu. Dia mengatakan hal itu setelah WWF Indonesia melakukan kajian terhadap kondisi tanaman bakau di sepanjang pesisir Kota Kupang dalam konteks pengembangan pembangunan pariwisata melalui pembangunan hotel dan restoran di sepanjang pesisir kota. Dia mengakui, geliat pembangunan di Kota Kupang khusus di bidang pariwisata, telah merambah wilayah pesisir pantai kota, namun secara tidak sadar telah mengganggu ekosistem laut dan pesisir di sepanjang sepadan pantai daerah itu, dimana akan ada banyak pohon bakau yang terpangkas. Namun demikian, pemangkasan dan pembantaian bakau untuk kepentingan pembangunan hotel atau restoran, harus bisa diikuti dengan semangat rehabilitasi tanaman tersebut, demi tetap lestarinya ekosistem yang ada. Memang secara sporadis dan parsial, di sejumlah titik pesisir pantai Kupang, telah terjadi perambahan yang mengkhawatirkan, namun demikian, WWF Indonesia, terus memberikan advokasi dan pemahaman kepada pemirintah dan para pelaku bisnis agar tetap membudidayakan tanaman mangrove di sepanjang pantai kota. Salah satu fungsi utama hutan bakau (mangrove) untuk melindungi garis pantai dari abrasi serta meredam gelombang besar termasuk tsunami, sehingga upaya budidaya pelestarian mangrove adalah sebuah keharusan yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. "Kami belum memiliki data riil mengenai areal tanaman bakau di sepanjang pesisir pantai Kota Kupang, namun yang pasti tanaman itu tumbuh di sepanjang pantai dengan jumlah yang bervariasi, sesuai dengan unsur hara tanah atau substrat dan lumpurnya," kata Atapada. Ia menambahkan substrat di pesisir bisa sangat berbeda. Substrat yang lain adalah lumpur dengan kandungan pasir yang tinggi, atau bahkan dominan pecahan karang di pantai-pantai yang berdekatan dengan terumbu karang. "Ini menentukan kehidupan bakau dengan jenisnya yang berbeda-beda pula," demikian Atapada. (*)
Berita Terkait
WWF harapkan RI tak keluar dari Perjanjian Paris
13 Februari 2025 20:01
Probolinggo jadi pemenang dalam ajang kompetisi OPCC 2024
19 September 2024 16:04
PJT I, CISPDR China dan Indra Karya kerja sama kelola SDA-EBT
24 Mei 2024 16:23
PLN pastikan saluran listrik ke Bali untuk penutupan WWF 2024 aman
24 Mei 2024 16:11
Penanggulangan bencana Sumbar contoh praktik CoE di WWF Bali
22 Mei 2024 12:47
Bentoel Group pamerkan inisiatif "Save the Drop" pada WWF Ke-10
22 Mei 2024 12:34
Indonesia tunjukkan kepemimpinan isu air di WWF
22 Mei 2024 10:40
Pemkot Kediri: Stan kuliner di gelaran WWF Ke-10 diminati turis
22 Mei 2024 06:11
