Bojonegoro (Antara Jatim) - Seorang Ustadz di Bojonegoro, Jawa Timur, Miftahul Khoiri berpendapat memaknai lebaran dengan cara bersilahturahmi, yang sudah menjadi tradisi di masyarakat merupakan budaya yang baik, sehingga wajib dipertahankan. "Memaknai perayaan Hari Raya Idul Fitri dengan cara bersilahturahmi atau saling kunjung mengunjungi merupakan tradisi yang harus dipertahankan," katanya, Jumat. Menurut dia, tradisi "unjung-unjung" itu tidak ada di negara lainnya, bahkan Umat Islam di Arab Saudi, setelah usai Sholat Idul Fitri sudah tidak ada lagi kegiatan lainnya sebagai bentuk perayaan Hari Raya Idul Fitri. Di Tanah Air, kata Mifthahul, yang pernah belajar di Ponpes Ilmu Fiqih dan Dakwah Masjid Manarut Bangil Pasuruan itu, Umat Islam melakukan silahturahmi, sebagai bentuk kemenangan setelah sebulan penuh berpuasa, sekaligus saling maaf memaafkan. "Tradisi merayakan Hari Raya Idul Fitri di Tanah Air semakin memiliki makna yang dalam, sebab tradisi saling maaf memaafkan sekarang ini juga sudah dilakukan Umat Islam sebelum masuk Puasa Ramadhan," jelas dia, yang juga guru di SMP Negeri Model Terpadu Bojonegoro itu. Ia juga memberikan gambaran saling kunjung mengunjungi tersebut juga merupakan penjabaran dari ajaran Agama Islam yang selalu disampaikan ulama bahwa ada dua kegembiraan yang diperoleh orang yang berpuasa yaitu ketika akan berbuka dan ketika kelak akan berjumpa dengan Allah SWT. Oleh karena itu, menurut dia, silahturahmi tidak mungkin bisa tergantikan hanya dengan mengucapkan selamat Hari Raya Idul Fitri, melalui media elektronik. Ia memberikan gambaran silahturahmi ketika lebaran ada perbedaan dengan kunjungan seseorang yang dilakukan kepada keluarga atau kerabatnya yang tidak bersamaan dengan lebaran. "Meskipun dia kemarin baru saja berkunjung ke keluarganya, tetapi begitu masuk lebaran mereka kembali lagi untuk berkunjung," katanya, menegaskan. Mengenai silahturahmi, ia kemudian mengutip sebuah hadits yang intinya dalam suatu majelis Nabi Muhammad SAW bersabda, barangsiapa yang ada di majelis ini ada yang memutus silahturahmi, maka harus keluar dari majelis ini. Mendengar hal itu, katanya, salah seorang sahabat Nabi Muhammad SAW yang tidak ingin keluar dari mejelis tersebut, langsung berpamitan untuk menemui salah satu keluarganya karena merasa bersalah. "Ia langsung meminta maaf kepada saudaranya karena tidak ingin keluar dari mejelis," tandasnya. Melihat gambaran Hari Raya Idul Fitri 1435 Hijriyah, menurut dia, bisa menjadi kilas balik, untuk menjalin kembali silahturahmi Umat Islam di Tanah Air, pasca Pilpres 2014. "Yang penting kita harus meyakini perbedaan adalah berkah, sepanjang kita semua tidak memutus silahturahmi," katanya, menegaskan. (*)
Miftahul Khoiri: Maknai Lebaran Dengan Silahturahmi
Jumat, 25 Juli 2014 8:28 WIB