Mahasiswa Belanda Belajar kepada Masyarakat Desa Jatirejo
Jumat, 25 Juli 2014 8:26 WIB
"Pengalaman yang luar biasa," ucap mahasiswa Inholand University, Belanda, Jake Rogers, di sela-sela alunan musik gamelan di Dusun Siman, Desa Rejosari Jatim, Kecamatan Jatirejo, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur, Kamis (24/7) malam.
Ya, malam itu merupakan malam perpisahan Rogers selaku peserta kuliah kerja nyata (KKN) atau "Community Outreach Program" (COP) yang dikoordinasikan oleh Universitas Kristen Petra (UKP) Surabaya dengan masyarakat setempat.
"Apa yang ada sangat berbeda dengan di Belanda sana, saya mendapatkan pengalaman hidup yang sangat berkesan," tutur salah satu dari 154 mahasiswa dari tujuh negara yang mengikuti COP pada enam dusun di Kecamatan Jatirejo, Kabupaten Mojokerto, 3-25 Juli 2014.
Mahasiswa Jurusan Olahraga di kampusnya itu menjelaskan masyarakat desa di Indonesia lebih menghormati orang lain dan mementingkan kebersamaan, meski dirinya merupakan "orang asing" di desa itu.
"Itu sangat berbeda dengan di negara saya, orang di sana fokus pada diri sendiri, mereka sangat individual, tapi orang di sini tidak memikirkan harta. Jadi, saya banyak belajar tentang menghargai orang lain, belajar saling menghormati, belajar tentang cinta," paparnya.
Pengalaman yang sama juga dialami 154 mahasiswa peserta COP 2014 yang terdiri dari 104 mahasiswa asing dan 50 mahasiswa dari Indonesia.
Ke-104 mahasiswa asing itu berasal dari enam negara yakni Dong Seo University, Korea Selatan (27 mahasiswa); International Christian University, Jepang (28 mahasiswa); Hong Kong Baptist University, Hong Kong (15); dan Inholand University, Belanda (22).
Selanjutnya; St Andrew University, Jepang (1); Fu Jen University, Taiwan (2); Lignan University, Hong Kong (2); Chinese University of Hong Kong (4); Guangxi Normal University, Tiongkok (1), dan Guangxi University of Science and Techology, Tiongkok (1).
Untuk 50 mahasiswa Indonesia meliputi 42 mahasiswa Universitas Kristen Petra (UKP) Surabaya, Jawa Timur; lima mahasiswa Uiversitas Katholik Widya Mandira, Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT); dan tiga mahasiswa Universitas Ciputra, Surabaya, Jawa Timur.
Mereka tersebar pada enam dusun lokasi COP, yakni Dusun Kulubanyu, Desa Tawangrejo; Dusun Lebak, Desa Lebakjabung; Dusun Sumber Petung, Desa Sumberjati; Dusun Sumberjati, Desa Sumberjati; Dusun Lebaksari, Desa Rejosari; dan Dusun Siman, Desa Rejosari.
Dalam COP 2014 yang bertepatan dengan pelaksanaan ibadah Puasa Ramadhan bagi umat Islam, kebersamaan dan toleransi menjadi terasa antara warga desa setempat dengan peserta COP.
Apalagi, salah satu peserta COP dari Belanda adalah seorang muslimah, sehingga dia benar-benar merasakan keharmonisan di tengah kehidupan yang beragam di antara para mahasiswa.
"Rantang Persahabatan"
Bahkan, ada "rantang persahabatan" yang berisi makanan dan lauk pauk yang diantar warga desa yang sedang berpuasa untuk menjamu para mahasiswa peserta COP yang non-Muslim dan sedang bekerja keras melakukan pembangunan fisik.
Penanggung Jawab COP 2014 Herri Christian Palit ST M.Eng menjelaskan ratusan mahasiswa itu melakukan kegiatan sosial secara kolaborasi lintas negara, baik kegiatan yang bersifat fisik maupun nonfisik.
"Para mahasiswa itu mencoba menjawab kebutuhan masyarakat dengan kemampuan yang ada, namun setiap desa mempunyai keunikan masing-masing, karena itu bentuk kegiatan bisa menyesuaikan kondisi," ujarnya saat meninjau COP di Dusun Kulubanyu, Desa Tawangrejo, Mojokerto, Kamis (24/7/2014).
Didampingi Kepala Unit Humas dan Informasi Studi UKP Jandy Luik MA.Comms, ia merinci program fisik yang dikerjakan antara lain pembangunan toilet komunal, renovasi gedung TK dan PAUD, renovasi fasilitas umum, rintisan budidaya ikan, dan penjernihan air.
"Untuk program nonfisik antara lain kampanye lingkungan hidup, kampanye hidup bersih, pelatihan budidaya ikan, mengajar di PAUD, TK, SD, SMP, dan lainnya. Rintisan budidaya ikan itu antara lain kami lakukan di Desa Kulubanyu," katanya.
Ia berharap kolam ikan yang ada akan menjadi menu bergizi bagi anak-anak desa itu pada masa mendatang, bahkan akan bisa menjadi salah satu penyumbang kebutuhan ekonomi keluarga bagi warga desa setempat.
"Program nonfisik lainnya adalah program usaha kecil berupa produk aneka keripik pisang di Dusun Lebak Sari, Desa Rejosari, sedangkan di Dusun Kesiman, Desa Rejosari berupa rintisan usaha kecil berupa keripik mbothe," tukasnya.
Dalam berbagai kegiatan selama tiga minggu itu, masyarakat dan tokoh masyarakat desa setempat mengaku senang, bahkan sebagian dari mereka ingin kegiatan yang dilakukan para mahasiswa itu bisa berlanjut pada masa-masa yang akan datang.
Tentang alasan pemilihan wilayah Mojokerto, Koordinator Program COP 2014 Frans Limbong mengatakan pihaknya sudah melaksanakan program serupa selama 10 tahun di Kabupaten Kediri dan mulai tahun ini beralih ke Kabupaten Mojokerto.
"Kami pilih Mojokerto karena kabupaten yang tidak jauh dari Surabaya itu masih memiliki banyak daerah tertinggal sesuai data dari Bappeda Mojokerto. Setiap dusun disebar 26-27 mahasiswa secara lintas negara," katanya.
Dengan pembagian kelompok secara lintas negara itu, katanya, akan memberikan pengalaman berharga bagi para mahasiswa peserta COP untuk belajar tentang kehidupan dari mahasiswa negara dan dan belajar nilai-nilai kehidupan dari masyarakat desa yang terbelakang.
"Pengalaman berharga itu tidak akan pernah didapatkan di bangku kuliah. Selama ini mereka hidup enak, sekarang mereka diharuskan merasakan langsung kehidupan masyarakat bawah dan semuanya dilakukan melalui diskusi dengan mahasiswa negara lain," ucapnya. (*)