Surabaya (Antara Jatim) - Aktivis reformasi Kebijakan Napza Indonesia, Patri Handoyo, mengusulkan pemerintah mengatur peredaran narkoba, karena kebijakan pemerintah terhadap pemberantasan narkoba melalui propaganda/perang terhadap narkoba justru menumbuhkan peredaran baru. "Dalam buku saya ini, saya menawarkan strategi bagaimana memutus mata rantai peredaran gelap narkoba yakni pemerintah mengelola peredaran narkoba itu sendiri," katanya dalam bedah buku karyanya bertajuk 'War on Drugs' di Surabaya, Senin. Ia mencontohkan pengelolaan metadon (obat substitusi pengganti heroin) yang selama ini dikendalikan oleh pemerintah ternyata cukup berhasil. Menurut dia, metadon itu bisa dibeli di puskesmas atau rumah sakit yang ditunjuk oleh negara. Setiap pecandu heroin cukup mengeluarkan Rp10 ribu untuk mengonsumsinya. Bahkan, dalam mengonsumsi pecandu boleh meminta dosis yang dikehendaki, namun hal itu juga harus melewati proses evaluasi yang ketat, sehingga tidak semua orang yang bukan pengguna atau pecandu heroin boleh mengonsumsi metadon. "Kenyataan di lapangan tidak ada bandar metadon yang menjual metadon sembarangan. Bahkan jumlah pemakaianya tidak bertambah. Ironis justru terjadi pada subutek atau subuxon (terapi heroin dalam bentuk pil) yang tidak ada pengawasan akhirnya di lapangan banyak disalahgunakan," kata Patri. Pengelolaan itu, katanya, bukan berarti meliberalisasi narkoba seperti halnya rokok yang boleh beriklan, boleh dikonsumsi oleh semua kalangan. "Karena itu, pengelolaan narkoba itu harus ditata betul agar tidak semua orang bisa mengakses," katanya. Ia menyarankan pengelolaannya benar-benar melalui "assesment" yang detail seperti riwayat pemakaian, riwayat kesehatan dan melalui pengawasan yang ketat. "Ini akan bermanfaat ketimbang bagaimana memberantas narkoba melalui tindakan yang represif," katanya. Perang terhadap Narkoba di Indonesia, katanya, sudah dilakukan selama empat dekade, tetapi hasilnya justru yang terjadi banyak peredaran gelap. "Padahal pemberantasan narkoba itu dianggarkan oleh pemerintah puluhan triliunan, tapi hasilnya masih banyak peredaran gelap. Bahkan saat ini terdapat pertumbuhan pemakai narkoba naik," katanya. Pengungkapan yang dilakukan kepolisian itu sebenarnya bagian kecil dari peredaran itu. "Bahkan polisi hanya menangkap penggunanya yang dijadikan objek perasan. Tapi akarnya (bandarnya) justru dibiarkan hingga tumbuh kembali," katanya. Perang terhadap narkoba, katanya, justru terjadi kesewenang-wenangan perlakuan aparat terhadap pecandu melalui pemerasan, suap, kekerasan fisik, dan lain-lain. "Juga, terjadi kesewenang-wenangan bandar akan harga, kualitas, kuantitas, maupun ketersediaan Napza, sehingga memaksimalkan dampak sosial ekonomi termasuk kesehatan kepada masyarakat sebagai objek kriminalisasi perang terhadap narkoba," katanya. Buku "War On Drugs" itu ditulis berdasarkan pengalaman penulis yang juga seorang pecandu. Penulis melihat banyak peristiwa memilukan di antaranya banyaknya orang meninggal karena narkoba, terjadi kesewenang-wenangan perlakuan sosial, ketimpangan sosial, maupun stigma yang terjadi di pecandu. (*)
Aktivis NAPZA Usul Pemerintah Atur Peredaran Narkoba
Senin, 30 Juni 2014 23:36 WIB