Repdem Kecam Industrialisasi Pertanian oleh Asing
Rabu, 7 Mei 2014 18:12 WIB
Kediri (Antara Jatim) - Dewan Pimpinan Nasional Relawan Perjuangan Demokrasi mengecam kebijakan industrialisasi pertanian oleh pihak asing karena bisa mengancam kemandirian bangsa dan menghancurkan ekonomi petani.
Ketua Dewan Pimpinan Nasional Relawan Perjuangan Demokrasi (Repdem) Bidang Penggalangan Tani, Sidik Suhada, Rabu, mengatakan pemerintah telah membuat aturan tentang permodalan, yaitu Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 39 Tahun 2014 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal, yang ditandatangani pada 23 April 2014 lalu.
"Kebijakan ini tentu tidak hanya berdampak negatif terhadap kemandirian bangsa. Ketergantungan pada modal asing juga akan menghancurkan usaha ekonomi para petani," katanya dalam siaran pers.
Ia menyebut kebijakan peraturan tersebut secara otomatis akan menyingkirkan para petani dan menjauhkan usaha pertanian rakyat yang ada di dalam negeri. Usaha pertanian rakyat yang seharusnya dilindungi oleh pemerintah justru dijadikan salah satu bidang usaha yang dapat diliberalisasi dengan kepemilikan modal asing 30-95 persen .
Ia juga prihatin dengan peraturan tersebut, karena keterlibatan modal asing yang dominan bisa memperburuk usaha pertanian dan merapuhkan bangunan struktur ekonomi nasional.
Selain itu, dengan dibukanya investasi modal asing di dalam usaha industri pertanian juga akan membawa dampak perubahan pada aktor pertanian pangan yang selama ini dikelola secara mandiri oleh para petani di pedesaan, akan berubah ke arah penguasaan industrialisasi pertanian yang dipegang dan dimiliki oleh korporasi.
"Sehingga jumlah rumah tangga petani di pedesaan pun terus berkurang dan berganti menjadi buruh tani," ujarnya.
Pihaknya tetap menekankan tentang program pembaruan agraria sejati sebagaimana amanat TAP MPR No.IX Tahun 2001 tentang Pembaruan Agraria dan amanat UUPA Nomor 5 Tahun 1960. Dengan itu, dapat dipastikan kedaulatan nasional di bidang pertanian tidak akan pernah terwujud, dan rakyat akan mendapatkan haknya. (*)