FMPP Minta Pemkot Malang Awasi Sekolah Gratis
Selasa, 29 April 2014 15:37 WIB
Malang (Antara Jatim) - Forum Masyarakat Peduli Pendidikan (FMPP) meminta Pemkot Malang, Jawa Timur, untuk mengawasi pelaksanaan sekolah gratisa di jenjang SD dan SMP di daerah itu, agar tidak sampai terjadi adanya pungutan liar.
"Pemkot Malang harus mengawasi secara ketat pelaksanaan sekolah gratis ini karena sampai saat ini masih saja terjadi praktik pungutan yang berkedok berbagai kegiatan, seperti pembelian lembar kerja siswa (LKS)," kata koordinator FMPP Firman disela-sela aksi di Balai Kota Malang, Selasa.
Pemkot Malang sudah memberlakukan sekolah gratis di jenjang SD dan SMP mulai November 2013. Untuk mendukung program tersebut, dana yang disediakan dalam anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) 2014 sebesar Rp78,1 miliar.
Anggaran tersebut dikucurkan untuk 129 SD Negeri dengan anggaran sebesar Rp39,6 miliar dan 26 SMP Negeri dengan angagran sebesar Rp38,5 miliar. Sedangkan untuk jenjang SMA, rencana tahun ini, namun karena angagrannya belum memungkinkan, akhirnya ditunda.
Hanya saja, kata Firman, meski sudah diberlakukan sekolah gratis dan kucuran anggaran memadai, masih banyak sekolah negeri, baik SD maupun SMP yang memungut dana orang tua siswa dengan berbagai dalih.
Ia berharap Pemkot Malang mendukung sepenuhnya dan mengawasi secara ketat terkait program sekolah gratis yang telah diluncurkannya itu. "Kami berharap pemkot juga mendorong sekolah-sekolah negeri untuk meningkatkan kualitas pendidikan, meski sekarang sudah diberlakukan sekolah gratis," tegasnya.
Dari Balai Kota Malang, para aktivis dari FMPP itu melakukan "long march" menuju Kantor Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Malang di Jalan Veteran yang jaraknya sekitar 4 kilometer. Meski berjalan kaki, mereka tetap menggelar orasi di sepanjang jalan serta membentangkan poster dengan berbagi tulisan yang mengajak masyarakat memerangi praktik pungutan liar di sekolah.
Pada awal pemberlakuan sekolah gratis tersebut, banyak sekolah baik SD maupun SMP yang menolak, terutama SD dan SMP favorit dan yang berstatus Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) karena anggaran operasionalnya cukup tinggi, sehingga harus ada partisipasi dari masyarakat.
Karena adanya larangan partisipasi dari masyarakat (orang tua siswa) tersebut, banyak sekolah yang menghentikan kegiatan ekstrakurikulernya, sebab honor pengajar ektrakurikuler selama ini diambilkan dari dana partisipasi masyarakat yang dikelola oleh paguyuban orang tua siswa.
"Sebenarnya kami juga menyesalkan larangan adanya partisipasi wali murid untuk ikut memajukan sekolah anak-anak, namun karena pihak Disdik melarang dan yang ketahuan memungut biaya dari siswa akan dikenakan sanksi, maka sekolah menghentikan semua kegiatan siswa yang mendukung belajar dan kemampuan mereka," kata salah seorang orang tua siswa SD favorit di kawasan Lowokwaru, Nia.(*)