FMPP: Siswa Jangan Dijadikan Korban Kurikulum
Selasa, 9 Desember 2014 10:30 WIB
Malang (Antara Jatim) - Ketua Forum Masyarakat Peduli Pendidikan (FMPP) Kabupaten Malang, Jawa Timur, Sayekti berharap siswa jangan sampai dijadikan korban kurikulum, apapun nama pengganti kurikulum 2013 nanti, apalagi kalau hanya untuk memenuhi ambisi dan kepentingan tertentu.
"Pemerintah harus mengkaji terlebih dahulu secara detail dan matang terkait pengganti kurikulum 2013 nanti agar tidak berhenti di tengah jalan seperti yang terjadi saat ini dan siswa juga tidak menjadi korban terus menerus, baik karena kurikulum maupun sistem pendidikan dan sistem ujian akhir," tegas Sayekti di Malang, Selasa.
Dengan adanya kajian matang, lanjutnya, ketika dilaksanakan di semua sekolah, tidak akan terjadi lagi penghentian di tengah jalan, padahal belum semua sekolah melaksanakan kurikulum 2013 karena baru berjalan sekitar tiga semester terakhir.
Ia mengemukakan siswa kelas 9 (3 SMP) yang tahun ini Ujian Nasional (UN) masih tetap menggunakan kurikulum lama (2006), namun untuk kelas 7 dan 8 menggunakan kurikulum 2013. Yang sudah telanjur melaksanakan, mungkin perlu proses waktu untuk menyesuaikan dengan kurikulum baru nanti pada semester berikutnya dan yang belum melaksanakannya tidak masalah.
Sayekti berharap kurikulum baru nanti ada perbaikan signifikan yang bisa membentuk karakter anak bangsa dan pelajaran tentang Pancasila maupun UUD 1945 yang semakin sedikit jamnya juga ditambah menjadi lebih banyak lagi.
Semenatra Anggota DPRD Kota Batu, Heli Suyanto menyayangkan kebijakan Kemendikbud yang menghentikan kurikulum 2013 (K13) karena kebiajkan itu membuat siswa bingung dan kesulitan mengikuti proses belajar. "Tidak hanya siswa, guru pun pasti kesulitan, kan sayang, sudah menghabiskan biaya besar untuk melatih guru, ternyata sia-sia," tegas Sekretaris Komisi C DPRD Kota Batu tersebut.
Apalagi, lanjutnya, kurikulum 2013 masih baru dan belum semua sekolah menerapkannya. Di Kota Batu, baru ada beberapa sekolah saja, seperti SMPN 1, SMPN 2, SMPN 3, SMAN 1, SMAN 2, dan SMKN 1.
"Seharusnya pembatalan ini dilakukan pada saat tahun ajaran baru, untuk itu kami akan secepatnya mengundang Dinas Pendidikan untuk dengar pendapat terkait kebijakan ini, bagaimana solusinya agar tidak sampai proses belajar mengajar terganggu, apalagi jika siswa sampai menjadi korban," tandasnya.(*)