KPPU: Pemerintah Abaikan Solusi Persaingan Usaha
Jumat, 28 Maret 2014 19:15 WIB
Surabaya (Antara Jatim) - Komisi Pengawas Persaingan Usaha menyatakan hingga kini pemerintah mengabaikan solusi persaingan usaha yang direkomendasikan lembaga tersebut, karena terbukti selama dua tahun terakhir tidak ada satu pun yang dilaksanakan.
"Padahal saran tersebut dimaksudkan agar dalam membuat kebijakan, pemerintah lebih mengedepankan aspek persaingan usaha sehat dengan memerangi tindak monopoli dan kartel," kata Kepala Hubungan Masyarakat KPPU Pusat Deswin Nur dalam pertemuan dengan wartawan di kantor KPPU Perwakilan Daerah Surabaya, Jumat.
Menurut dia, dari sisi penegakan hukum, Indonesia bisa berbangga diri karena sudah banyak perkara yang diputuskan KPPU. Tetapi, dari sisi kebijakan, sesuatu yang bisa melakukan perombakan lebih besar justru membuat negara ini "keteteran".
"Hampir tidak ada saran yang kami kirim ke pemerintah sepanjang 2012 hingga 2013 dilaksanakan," ujarnya.
Ia menjelaskan, ada beberapa faktor yang membuat pemerintah tidak tergerak menggunakan saran KPPU dalam membuat kebijakan, misalnya belum diterimanya alasan yang disertakan KPPU dalam saran tersebut, perbedaan asumsi atau kerangka pikir pejabat pemerintah dengan KPPU.
"Bahkan, banyak pejabat pemerintah yang menjadi pengusaha besar di Indonesia. Jadi, hal ini lebih kepada masalah kerangka pikir," katanya.
Persoalan tersebut, tambah Deswin, juga tidak mudah mengingat di tingkat kementerian juga belum banyak yang sadar, mana yang harusnya lebih diutamakan antara kepentingan pengusaha dengan kepentingan masyarakat dan konsumen. Apalagi, pemerintah juga merasa pengusaha sudah berperilaku baik.
"Contoh pada kasus pembiayaan di bidang otomotif dan perbankan. Kami sudah sering mengimbau kepada pemerintah agar membuat aturan yang menetapkan pergerakan SBI harus diikuti oleh pergerakan suku bunga kredit," katanya.
"Kementerian yang sangat sulit untuk diterobos adalah Kementerian Perdagangan, sementara Kementerian Perhubungan, Pertanian dan Bank Indonesia atau Kementerian Keuangan sudah lebih mudah menerima," katanya.
Ia menambahkan tantangan yang cukup berat bagi KPPU adalah Kementerian Perdagangan. Pihaknya mengirim saran tentang pengaturan tata niaga komoditas pangan, tentang impor dan lain sebagainya, seperti kebijakan impor bawang, gula dan beras.
"Perombakan tata niaga komoditas pangan ini memang agak sulit. Padahal trennya meningkat, apalagi menjelang pemilu," katanya.
Hal serupa juga terlihat dari putusan yang telah dibuat KPPU terhadap 18 importir bawang yang menjadi terlapor, Dirjen Kementerian Perdagangan dan Menteri Perdagangan yang diputuskan bersalah dan harus membayar sanksi bagi 18 importir.
"Kemungkinan besar seluruhnya melakukan banding, pemerintah juga melakukan banding. Tapi pemerintah tidak dikenakan sanksi berupa membayar denda karena denda sebesar Rp11 juta hingga Rp900 juta lebih hanya ditetapkan untuk para importir yang bersalah," katanya. (*)