Tanggal 1 Desember ditetapkan sebagai Hari AIDS se-Dunia, sejak pertama kali dicetuskan pada 1988, berdasarkan hasil kesepakatan pertemuan Menteri Kesehatan se-Dunia mengenai Program-program untuk Pencegahan jenis penyakit yang disebabkan oleh virus HIV itu. Tujuannya untuk menumbuhkan kesadaran akan maraknya wabah "Acquired Immunodeficiency Syndrome" atau "Acquired Immune Deficiency Syndrome" atau yang disingkat dengan AIDS itu. Penyakit ini merupakan sekumpulan gejala dan infeksi yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia akibat infeksi "human immunodeficiency virus (HIV), yakni sejenis virus yang memperlemah kekebalan pada tubuh manusia. Sejak adanya pertemuan para Menteri Kesehatan se-Dunia itu, maka negara-negara di belahan dunia, memberikan perhatian khusus terhadap penularan jenis penyakit yang dikenal mematikan ini. Pemerintah, termasuk Indonesia, memberikan pengobatan secara gratis, warga yang positif, bahkan terindikasi terinfeksi virus HIV itu. Di Indonesia, penyebaran virus HIV ini, hampir meratas di semua provinsi, termasuk di Pulau Garam Madura. Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) di masing-masing kabupaten juga diinstruksikan untuk menyediakan ruang khusus bagi penderita jenis penyakit ini, termasuk di Pamekasan. "Tapi sarana dan prasarana yang ada belum cukup memadai, sehingga, penanganan HIV/AIDS, di Pamekasan belum bisa maksimal," ucap anggota Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Pamekasan dr Kritianto kepada Antara, 29 November 2013. Rumah Sakit di Pamekasan belum menyediakan visite khusus penderita AIDS. Yang ada baru tenaga, ruang khusus isolasi. Dalam hal perawatan belum tersedia obat ARV untuk penderita AIDS, sehingga jika membutuhkan jenis penyakit itu, harus datang ke Rumah Sakit Dr Soetomo di Surabaya. Laboratoriun reagen dari Provinsi Jatim juga belum cukup memadai. "Kebijakan tentang upaya penanggulangan HIV/AIDS dari pemerintah sebenarnya sudah ada, akan tetapi untuk Pamekasan memang belum maksimal, karena sarana yang memang sangat terbatas," tuturnya. Selain itu, dukungan program dari instansi terkait, seperti Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi belum terlaksana secara berkesinambungan. Padahal itu penting, semisal untuk memerintah calon TKI atau TKI yang hendak kembali ke kampung halamannya. Bagi dr Kristianto, pemeriksaan terhadap TKI yang hendak pulang ke kampung halamannya itu penting, mengingat di tempat kerjanya, mereka berhubungan dari warga lain dari berbagai negara, karena hubungan pekerjaan. Khusus untuk Kabupaten Pamekasan, Kristianto memandang perlu adanya payung hukum untuk penanganan HIV/AIDS itu semisal berupay Peraturan Daerah (Perda) dan dukungan dana. Sebab, kalaupun ada dana dari pemerintah pusat, hal itu sangat terbatas. "Kalau instansi lain yang tergolong aktif melakukan sosialisasi pencegahan HIV/AIDS adalah Badan Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan. Instansi lain seperti Dinas Tenaga Kerja dan Dinas Sosial selama ini belum," tutur dia. (*)
Kristianto: Penanganan HIV/AIDS Butuh Payung Hukum
Sabtu, 30 November 2013 0:33 WIB