Harapan Tinggi dari Kampung Pesilat Madiun
Jumat, 29 November 2013 14:42 WIB
"Heh, kowe cah opo?, Nongo opo Terate? (Heh, kamu anak apa? Nongo atau Terate?)," kata Tegar, seorang bocah berusia tujuh tahun asal Kelurahan Winongo, Kecamatan Manguharjo, Kota Madiun, Jawa Timur, kepada temannya.
Bocah yang masih polos itu begitu mengidolakan perguruan pencak silat Persaudaraan Setia Hati (PSH) Tunas Muda Winongo, meski ia sendiri tak paham. Kebetulan saja ia tumbuh di kalangan PSH Tunas Muda Winongo. Ayah, paman, dan kakak sepupunya merupakan anggota perguruan silat tersebut.
"Nek, cah Nongo berarti boloku (Kalau anggota Winongo berarti temanku)," tambahnya sambil tertawa dengan beberapa teman sepermainannya tersebut.
Bocah-bocah itu tak mengerti apa sebenarnya PSH Tunas Muda Winongo dan PSH Terate. Yang ia tahu, PSH Tunas Muda Winongo dan PSH Terate selalu berseberangan, saling ejek, bermusuhan, dan terlibat tawuran massal jika bertemu.
Pemikiran Tegar merupakan satu perwakilan pemahaman dari ribuan anak di wilayah Madiun dan sekitarnya tentang keberadaan dua perguruan silat yang sejatinya masih satu aliran tersebut. Yakni aliran Setia Hati (SH).
Miris memang jika anak seusia mereka sudah memiliki doktrin yang salah kaprah tentang dua perguruan silat yang sebetulnya mempunyai nilai kemanusiaan adi luhung.
Jika tidak membawa bendera dan paham perguruan masing-masing, kedua kubu tersebut dapat hidup berdampingan, rukun, dan damai. Saling bertoleransi dan dapat menerima perbedaan yang banyak terjadi di Tanah Air.
Tak tahu mana yang salah atau benar dan mana yang lebih dulu ataupun belakang, kedua kubu di bagian lini bawah tersebut selalu menganggap dirinya yang paling sempurna.
Banyak kasus perselisihan selama bertahun-tahun yang tercatat mewarnai perkembangan dua perguruan silat tersebut. Ada yang terselesaikan, namun lebih banyak yang hilang. Ironisnya, hal itu terulang lagi di tahun-tahun berikutnya.
Hampir setiap tahun saat momentum Suran Agung pada bulan Muharam dalam kalender Jawa dan saat momentum halalbihalal Idul Fitri selalu diwarnai dengan aksi tawuran para pesilat. Selain tawuran, aksi perusakan terhadap rumah milik warga, toko, dan sejumlah fasilitas umum juga dilakukan oleh para pesilat tersebut.
Setiap agenda Suran Agung digelar, aparat kepolisian baik Polres Madiun Kota, Polres Madiun, Polres Magetan, Polres Ngawi, Polres Pacitan, Polres Ponorogo, dan bahkan Polda Jawa Timur selalu melakukan ancang-ancang.
Pegamanan ketat hingga siaga I selalu diberlakukan. Ratusan bahkan hingga ribuan petugas gabungan dari unsur Polri, TNI-AD, TNI-AU, dan pemda selalu siap siaga. Para petugas telah ditempatkan di titik-titik rawan konflik. Jalur "abu-abu" atau jalur kemungkinan untuk bertemunya kedua anggota perguruan silat tersebut, juga telah dihindari.
Namun anehnya, bentrok, tawuran, dan kerusuhan masih saja terjadi di sejumlah titik. Tak sedikit kerugian materi yang diderita oleh korban akibat aksi anarki para pesilat itu. Bahkan, aksi ini juga tercatat pernah menelan korban jiwa. Hanya saja, polisi enggan menyebutkan jumlah kasus pastinya.
Tidak jelas apa yang menjadi alasan kedua perguruan silat tersebut selalu berseteru. Namun, diduga perkelahian secara turun-temurun antara PSH Terate dan PSH Tunas Muda Winongo, tidak lepas dari sejarah latar belakang berdirinya kedua perguruan silat itu.
Paguyuban Silat
Meski praktiknya berbeda di lapangan, namun, kedua petinggi perguruan silat menolak jika disebut-sebut saling berseteru. Mereka mengklaim, PSH Terate dan PSH Tunas Muda Winongo adalah saudara yang sama-sama memiliki satu aliran.
"Semua perguruan itu saudara. Tidak ada musuh bebuyutan, dan kami tidak pernah mengajari tentang adanya musuh bebuyutan pada anggota baru atau muda," ujar Ketua PSH Tunas Muda Winongo, RM Agus Wiyono Santoso.
Pihaknya menilai, perseteruan yang kerap terjadi antara dua perguruan silat tersebut dimotori oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab untuk kepentingan pribadi. Hal itu terbukti, saat tidak berlangsungnya Suran Agung dan halalbihalal, hubungan keduanya cukup baik dan tidak ada bentrokan.
Hal senada juga disampaikan oleh Ketua Umum PSH Terate H. Tarmadji Boedi Harsono. Pihaknya sangat menghormati keberadaan perguruan silat lainnya dan merasa tidak ada masalah.
"Kami tidak ada dendam dan benci dengan perguruan silat lain. Bentrokan yang terjadi adalah murni karena oknum yang tak bertanggungjawab. Ini karena seluruh perguruan pencak silat pada dasarnya tidak membenarkan adanya kekerasan. Seorang pendekar selalu menegakkan kebenaran dan melindungi yang lemah," kata Tarmadji.
Para pimpinan perguruan mengaku terus melakukan komunikasi untuk meredam adanya bentrokan di tingkat bawah. Mereka juga menjelaskan tidak ada permusuhan di antara perguruan.
Komunikasi tersebut diwujudkan dengan pembentukan paguyuban pencak silat yang digagas oleh Polres Madiun Kota dan 11 perguruan pencak silat yang ada di Madiun. Pembentukan paguyuban pencak silat tersebut dikukuhkan langsung oleh Kapolda Jatim Irjen Pol Unggung Cahyono.
Adapun 11 perguruan pencak silat yang melakukan penandatanganan pembentukan paguyuban pencak silat, di antaranya adalah, Perguruan Setia Hati Terate, Perguruan Setia Hati Tunas Muda Winongo, Betako Merpati Putih, Ikatan Kera sakti (IKS), Ki Ageng Pandan Alas, dan Tapak Suci.
"Pembentukan paguyuban pencak silat bertujuan untuk mencegah konflik sosial yang selama ini sering terjadi saat agenda tahunan malam 1 Suro ataupun Suran Agung," ujar Kapolres Madiun Kota AKBP Anom Wibowo.
Dengan adanya paguyuban, diharapkan permasalahan dan ganjalan yang ada dapat dimusyawarahkan serta dipecahkan secara kekeluargaan tanpa ada unsur kekerasan.
Selain membentuk paguyuban, para pimpinan perguruan pencak silat juga mengucapkan ikrar damai untuk mewujudkan Kampung Pesilat Madiun yang saling menghormati dan menjaga keamanan demi tercipta suasana yang kondusif.
"Kampung pesilat merupakan ikon Madiun, karena itu sudah saatnya potensi tersebut dijadikan ajang yang positif. Seperti mengadakan pagelaran seni budaya pencak silat sehingga dapat menarik wisatawan domestik," kata AKBP Anom.
Menurut dia, perubahan tersebut harus dilakukan karena akan mendatangkan banyak keuntungan bagi pemerintah daerah dan warga Madiun sendiri. Sebab, dengan kegiatan pencak silat, selain dapat melestarikan budaya, juga dapat meningkatkan pendapatan ekonomi warga.
Anom menjelaskan, berdasarkan evaluasi dalam empat tahun terakhir, kegiatan massa pesilat berupa konvoi ziarah Suroan dan suran Agung cenderung berisiko besar untuk terjadinya kasus perusakan, penganiayaan, dan pelemparan pada tugu-tugu lambang dari perguruan pencak silat serta rumah warga Madiun.
Selama tahun 2012 tercatat ada 12 kasus kriminalitas yang melibatkan anggota perguruan pencak silat saat merayakan tahun baru Islam. Sedangkan tahun 2013 terjadi dua kasus kriminalitas yang melibatkan PSH Terate dan lebih dari tiga kasus yang melibatkan PSH Tunas Muda Winongo.
"Kami akan terus melakukan evaluasi terkait kegiatan Suroan para pesilat. Targetnya adalah nol kasus pada kegiatan serupa di tahun-tahun mendatang," tambah Anom.
Bahkan, untuk mendongkrak kegiatan positif Kampung Pesilat Madiun, Polres Madiun Kota beserta Paguyuban Pencak Silat Madiun mengadakan pendakian massal ke Gunung Lawu pada 22-23 November lalu.
"Tujuh perguruan dari 11 padepokan pencak silat Madiun berpartisipasi serta berikrar damai di Puncak Lawu untuk mendeklarasikan Madiun Bersatu dan Maju. Pendakian tersebut mendapat tanggapan positif dan diikuti sekitar 314 peserta dari umum dan pesilat," kata Anom.
Menurut Anom, masih banyak kegiatan positif lain yang dapat digagas untuk mewujudkan Kota Madiun sebagai Kampung Pesilat. Dibutuhkan tekad dan kesadaran bersama dari berbagai pihak untuk melakukan perubahan besar tersebut.
Ia ingin agar nilai-nilai kemanusiaan yang ada dalam diri para pendekar dan pesilat hendaknya disalurkan dalam bentuk kegiatan yang positif dan bermanfaat. Perbedaan perguruan silat, hendaknya dilebur untuk mewujudkan Madiun yang satu agar tidak ada pertikaian.
Anom menegaskan, Kampung Pesilat Madiun adalah titik nol. Ke depan pihaknya dan semua masyarakat menaruh harapan yang tinggi untuk menjadikan Madiun sebagai kampung pesilat yang aman dan tenteram sehingga menjadi ciri khas dan keunggulan bagi Madiun. (*)