Legislator Pamekasan Minta Pemkab Perbaiki Data Bantuan
Rabu, 27 November 2013 9:55 WIB
Pamekasan (Antara Jatim) - Anggota DPRD Pamekasan, Jawa Timur, Hosnan Achmadi meminta pemkab setempat memperbaiki data penerima bantuan guru ngaji 2013, menyusul banyak temuan penyimpangan dalam pendistribusian bantuan itu, akibat data penerima bantuan amburadul.
"Jika data penerima bantuan guru ngaji ini tidak diperbaiki, maka bantuan kepada para guru ngaji ini, jelas tidak akan tepat sasaran dan uang negara pasti terbuang secara percuma," kata Hosnan Achmadi, Rabu.
Ketua Komisi B DPRD Pamekasan Hosnan Achmadi mengemukakan hal ini, menanggapi temua salah pegitan lembaga swadaya masyarakat (LSM) di Kabupaten Pamekasan tentang adanya dugaan penyimpangan bantuan guru ngaji senilai Rp1,5 miliar pada 2013 ini.
Penyimpangan bantuan guru ngaji dari dana APBD Pemkab Pamekasan itu terjadi, lantaran dana penerima bantuan "amburadul". Seperti tidak tepat sasaran, orang meninggal dunia masuk dalam data penerima bantuan, serta warga yang bukan guru ngaji juga masuk sebagai penerima bantuan.
Juru bicara LSM Pamekasan Haji Hamid, mengatakan, kalangan LSM berhasil mengungkap adanya dugaan penyimpangan bantuan guru mengaji ini setelah para aktivis itu melakukan penelitian bersama mahasiswa di sejumlah desa dan kelurahan di Kabupaten Pamekasan.
Berdasarkan hasil penelitian itu, di beberapa desa, salah satunya seperti yang ditemukan di Desa Pegagan, Kecamatan Pademawu, guru mengaji yang didata Bagian Kesra Pemkab Pamekasan justru yang telah meninggal dunia.
Di Desa Jarin, Kecamatan Pademawu, kalangan LSM dan mahasiswa Pamekasan ini menemukan warga bernama K.H. Hasan Basri Bukhori dan istrinya Nyai Mahfudah terdata menerima bantuan guru mengaji, padahal tidak memiliki santri.
Dari sebanyak 42 orang yang terdata sebagai guru mengaji penerima bantuan itu, tujuh di antaranya yang benar-benar merupakan guru mengaji, sisanya bukan pengajar membaca Alquran.
Padahal sesuai dengan ketentuan, para penerima bantuan itu hanyalah guru ngaji dengan ketentuan yang bersangkutan mengajar membaca Alquran dengan jumlah santri minimal 10 orang.
"Fakta di lapangan, banyak diantara penerima bantuan itu yang tidak mengajar membaca Alquran. Ini kan jelas merupakan penyimpangan," katanya menjelaskan.
Bahkan kalangan LSM di Pamekasan ini berencana melaporkan temuan itu kepada institusi penegak hukum yakni Kejaksaan Negeri (Kejari) Pamekasan, karena mereka menilai ada indikasi kesengajaan dalam pendataan guru ngaji.
Menurut Ketua Komisi B DPRD Pamekasan Hosnan Achmadi, banyaknya data penerima bantuan guru ngaji yang tidak sesuai dengan ketentuan itu, karena sebelumnya pendataan dilakukan oleh organisasi kemasyarakatan, bukan oleh institusi pemkab.
"Saran kami, agar pendataan sebaiknya dilakukan oleh institusi resmi. Karena jika pendataan dilakukan langsung oleh pemerintah, maka barometernya jelas," kata Hosnan.
Dalam waktu dekat, kata dia, pihaknya akan berkoordinasi dengan Bagian Kesejateraan Rakyat (Kesra) Pemkab Pamekasan terkait temuan kasus penyimpangan bantuan guru ngaji dengan nilai total Rp1,5 miliar itu.
"Penyimpangan bantuan guru ngaji yang terjadi itu pada APBD 2013," katanya menjelaskan.
Kepala Bagian Kesejahteraan Rakyat (Kesra) Pemkab Pamekasan Amirus Saleh mengakui bahwa data penerima bantuan guru ngaji di Kabupaten Pamekasan memang banyak yang tidak valid, dan jumlahnya mencapai 72 persen dari total 6.666 guru penerima bantuan.
Bantuan guru mengaji di Kabupaten Pamekasan ini dimaksudkan sebagai bentuk kepedulian terhadap para pengajar membaca Alquran dengan alasan karena mereka memiliki peran penting dalam membantu masyarakat memahami pendidikan agama. (*)