Menantikan Monorel Pelabuhan Pertama di Dunia
Kamis, 14 November 2013 8:52 WIB
Oleh Fiqih Arfani
Surabaya (Antara Jatim) - Di sepanjang jalan Kalianak, Margomulyo, Greges hingga Tanjung Perak, truk-truk kontainer berbagai ukuran terlihat lalu lalang. Jalannya pun pelan, perlahan dan cenderung merambat. Padatnya arus lalu lintas tidak memungkinkan sang sopir tancap gas.
"Apalagi truknya membawa kontainer besar dan panjang. Kalau jalannya tidak perlahan bisa rawan dan membahayakan pengguna jalan lainnya," ucap Surahman, salah satu sopir kontainer ketika ditemui di kawasan Kalianak.
Siang itu, bapak empat anak tersebut sejenak berhenti di sebuah warung. Segelas kopi diminumnya bak minum teh yang tidak terlalu panas. Sambil sesekali menyeka keringat, Surahman "curhat" susahnya menembus kepadatan jalan yang menghubungkan Surabaya dan Gresik itu.
"Maaf mas, saya minum kopi seperti minum teh hangat. Kebetulan lagi istirahat dan mau tarik nafas dulu sebentar," tuturnya sembari sesekali menyeka keringat di dahinya.
Saat itu, ia sedang tidak mengemudi karena lelah dan mata yang dikatakannya tidak bisa berkompromi. Ia pun memilih istirahat di dekat pergudangan dan kebetulan belum waktunya mengantar kontainer ke pelabuhan.
Sinar sang Surya yang menyengat dan tidak adanya angin berhembus membuat cuaca semakin panas. Belum lagi, debu-debu berterbangan tersapu kendaraan-kendaraan yang melintas. Handuk kecil yang terkalung di leher pun sampai bisa diperas keluar air keringat.
"Ha..ha..ha.. Lihat handuk sampai basah dan kotor karena terus menyeka wajah," ujarnya sambil melihatkan handuk warna putih yang sejak datang dikalungkan di lehernya.
Tidak lama berselang, Surahman pamit mau kembali bekerja. Sambil membayar segelas kopi ditambah sebotol air mineral dan tiga gorengan yang dilahapnya, ia berharap ada solusi mengatasi kepadatan di kawasan tersebut.
Meski tidak setiap saat, namun kemacetan luar biasa hampir dirasakannya setiap hendak menuju ke Pelabuhan Tanjung Perak, mengantar petikemas-petikemas ke kapal untuk dikirim ke dalam maupun luar negeri.
"Semoga ada solusi dari pemerintah mengatasinya. Entah bagaimana caranya, yang penting keluhan sopir kontainer selama ini dapat tercapai," timpal Surahman yang mengaku mendengar rencana adanya pembangunan monorel di kawasan Pelabuhan.
"Mau monorel, mau jalur ganda, atau apapun itu, kami serahkan ke yang berwenang," tambahnya dan ia mengaku aspirasi sopir kontainer lainnya juga serupa dengan dirinya, meski selama ini hanya terpendam di dalam hati.
Keluhan-keluhan Surahman dan sopir kontainer lainnya sebentar lagi tampaknya bakal terwujud. Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan PT Pelindo III beserta perusahaan lainnya tidak tinggal diam menjadikan impian kawasan pelabuhan dan sekitarnya bebas macet segera tercapai.
Pada akhir September lalu, Menteri BUMN Dahlan Iskan menyaksikan uji coba "mock up" pengangkut kontainer otomatis (ACT) atau monorel khusus bersama pejabat-pejabat sejumlah perusahaan di Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya.
Dalam kesempatan tersebut, mantan Direktur Utama Perusahaan Listrik Negara (PLN) itu mengungkapkan bahwa pembangunan monorel khusus ini harus terwujud karena merupakan kebanggaan bangsa.
Kehadiran monorel khusus, kata dia, diharapkan membantu mengurai kepadatan lalu lintas yang tinggi di pelabuhan terpadat di timur Jawa tersebut. Bahkan, kehancuran jalan yang selama ini disebabkan beratnya beban kendaraan trailer bisa dikurangi.
"Ini pertama di dunia pelabuhan pakai monorel. Kalau ini bisa diwujudkan dan ini feasible maka semua pihak yang terlibat harus serius mengurusnya," papar menteri yang akrab disapa dengan akronim DI itu.
Perusahaan-perusahaan milik pemerintah yang akan berperan merealisasikan moda transportasi terbaru Tanah Air ini di antaranya PT Industri Kereta Api (INKA), PT Adhi Karya Tbk, dan PT LEN yang bakal berkolaborasi membangun monorel khusus kontainer di pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya.
Hadir pada kegiatan tersebut, Direktur Utama Pelindo III Jarwo Suryanto, Direktur Utama Adhi Karya Kiswodarmawan dan Direktur Utama LEN Abraham Mose, sedangkan pengembangannya menggandeng Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT).
Ke depan, lanjut DI, monorel peti kemas memungkinkan dikembangkan ke pelabuhan lain, terutama pelabuhan dengan tingkat kepadatan cukup tinggi seperti di Tanjung Priok. Tujuan utama monorel peti kemas, yakni mengurangi kepadatan di jalan raya, dinilai sesuai dengan karakteristik pelabuhan terbesar di Indonesia itu.
Di tempat yang sama, Jarwo Suryanto dalam sambutannya menjelaskan pengembangan monorel angkutan kontainer ini masih tahap uji kelayakan. Rencananya proyek monorel sepanjang 11,44 kilometer ini nantinya menelan biaya hingga Rp2,5 triliun.
"Masuknya tahapan dua. Aspek teknis kelayakan dan keamanan, kemudian aspek ekonomis rute stasiun yang dibangun. Rute Tanjung Perak-Margomulyo-Tanjung Lamong. Kalau ini feasible maka sama-sama bikin," katanya.
Menurut dia, pengembangan monorel khusus ini merupakan solusi mengurai kemacetan di area pelabuhan. Apalagi dengan adanya terminal baru Teluk Lamong. Pembangunan diestimasikan memerlukan waktu dua tahun.
"Kami dihadapkan dua pilihan. Membuat jalan layang atau jalur khusus kontainer ini lebih spesifik. Dari aspek kemudahan dan kecepatan dipilih monorel. Adhi Karya kembangkan monorel sejak lama tapi nggak jadi-jadi. Saya tantang bisa nggak bikin monorel angkut kontainer, kan cuma beda beban saja," katanya.
Kendati demikian, pihaknya tidak akan melupakan, bahkan menggandeng pengusaha transportasi lokal. Harapannya, tidak mematikan angkutan yang ada dan akan segera berkoordinasi dengan Organda setempat.
Kepala Bidang Perkereta-apian Dinas Perhubungan dan Lalu Lintas Angkutan Jalan Provinsi Jawa Timur, Isa Anshori, ketika dikonfirmasi mengaku sangat mendukung pembangunan monorel ini.
"Pembangunan monorel ke Teluk Lamong karena penumpukan kontainer di kawasan Tanjung Perak. Ini sudah masuk kajian, tapi paling tidak secara prinsip ada kereta api ke Teluk Lamong dan jalur tidak ada masalah," katanya.
Pengusaha Mendukung
Pengembangan monorel di kawasan Pelabuhan Tanjung Perak mendapat apresiasi dari pengusaha-pengusaha peti kemas di wilayah tersebut.
Menurut Pimpinan Mitra Intertrans Forwarding, Yoesteyfan Hedyansyah, monorel sebagai salah satu penunjang akan terasa sangat bermanfaat apabila terintegrasi dengan tepat.
"Hal ini sangat dibutuhkan pelaku bisnis di Teluk Lamong, mulai pengusaha serta banyak kru yang terlibat di bisnis angkutan laut. Banyak bisnis terkait di pelabuhan seperti pelayaran, forwarding, trucker, PBM, PPJK, Depo Cont, hingga pergudangan," katanya.
Ia mengatakan, jalur Jalan Kalianak sudah sedemikian padat dan menjadi "jalur tengkorak" yang sering memakan banyak korban. Karena itulah adanya solusi untuk mengurai kepadatan merupakan terobosan luar biasa yang layak diapresiasi.
Hanya saja, pihaknya berpesan agar pembangunan monorel yang sangat perlu diperhatikan adalah persoalan waktu, sebab saat ini belum ada transportasi massal yang terjadwal dengan rapi.
"Insfrastuktur untuk angkutan peti kemas saat ini tidak layak dan sangat berdampak terhadap kelancaran arus barang. Tentunya menghambat distribusi baik domestik maupun internasional," kata Yoesteyfan.
Yang jelas, lanjut dia, saat ini sangat butuh alat transportasi alternatif untuk kegiatan peti kemas dan sudah selayaknya harus berkembang serta bergeser dengan adanya pengembangan Teluk Lamong.
Menanggapi hal itu, Pemerhati Trasportasi Jawa Timur, Djumadi, menilai pembangunan monorel merupakan "win-win solution" tepat untuk mengembangkan pelabuhan karena berdampak pada kelancaran lainnya, khususnya transportasi.
"Monorel baik-baik saja untuk pengangkutan peti kemas. Karena kalau hanya mengandalkan truk, jumlah antara kendaraan dengan volume tidak memenuhi syarat. Di Jalan Kalianak saja banyak yang macet," katanya.
Pihaknya memprediksi, dengan terealisasinya monorel maka otomati menambah kelancaran sektor perdagangan dan transportasi di kawasan Pelabuhan Tanjung Perak. Langkah ini, kata dia, merupakan salah satu solusi demi kebaikan bersama.
Meski akan mengurangi aktifitas armada truk, namun Djumadi mengungkapkan bahwa hal itu bukan persoalan dan pelaku bisnis di Tanjung Perak bisa memahaminya.
Selain meminimalkan keterlambatan, tentu juga akan mengurangi pemakaian bahan bakar minyak (BBM) yang terbuang di jalan akibat macet.
"Menurut saya akan sama-sama diuntungkan. Pelaku bisnis tentu senang dengan tidak adanya keterlambatan pengiriman peti kemas ke daerah lain hanya karena truk pengangkut terlambat masuk kapal gara-gara macet di jalan," kata Humas Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Kabupaten Sidoarjo itu.
Pembangunan Teluk Lamong
Proyek Pelabuhan Teluk Lamong yang merupakan penyangga Tanjung Perak sampai akhir September lalu pengerjaan fisiknya sudah mencapai 61,5 persen dengan progres kemajuan paling banyak pada paket A.
Pembangunannya dibagi dalam enam paket. Paket A, yakni pembangunan dermaga internasional sudah selesai 100 persen. Paket A' (A aksen), yakni pembangunan dermaga domestik progresnya sudah 85 persen. Paket B, yakni pembangunan lapangan penumpukan dan jalan penghubung (causeway) progresnya sudah 60 pesen.
Selanjutnya, Paket C, yakni pembangunan jembatan penghubung progresnya sudah 82 persen. Paket D, yakni pembangunan gedung perkantoran progresnya masih 6 persen. Paket E, yakni pembangunan peralatan dan sistem operasi progresnya masih 4 persen.
Diperkirakan, Teluk Lamong sudah bisa beroperasi pada awal Mei tahun depan. Operasinya pun masih bersifat soft opening sebelum benar-benar bisa beroperasi normal pada Agustus 2014.
Total investasi Tanjung Lamong mencapai Rp3,5 triliun yakni pembangunan fisik sebesar Rp2 triliun, dan peralatan sekitar Rp1,5 triliun.
PT Pelabuhan Indonesia III (Persero) optimistis Terminal Teluk Lamong menjadi solusi kepadatan arus peti kemas di Jawa Timur, terutama melalui Pelabuhan Tanjung Perak yang diprediksi menjadi 3,2 juta TEU's pada tahun 2014.
"Padahal, kapasitas peti kemas di Pelabuhan Tanjung Perak sekitar 2,1 juta TEU's," kata Kepala Humas Pelindo III (Persero), Edi Priyanto dalam keterangan resmi yang diterima Antara Biro Jatim.
Selama 2012, arus peti kemas yang memanfaatkan layanan bongkar muat di pelabuhan terbesar kedua di Indonesia itu mampu mencapai 2,6 juta TEU's. Hal tersebut karena sampai saat ini Tanjung Perak masih menjadi andalan utama jalur distribusi barang ke Kawasan Indonesia Timur.
Apalagi, kata Edi, kondisi ini dipicu perekonomian Jawa Timur yang selama empat tahun terakhir semakin tumbuh. Bahkan pencapaiannya lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi nasional.
Pada 2012, pertumbuhan ekonomi di Jatim 7,27 persen atau naik 0,05 persen dari 2011 yang tercatat sebesar 7,22 persen. Angka itu lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan ekonomi nasional yang hanya 6,23 persen.
Dari kondisi itu, prediksi dia, Pelabuhan Tanjung Perak yang dibangun pada tahun 1910 akan memiliki aktivitas yang kian padat tahun depan, karena itu pihaknya selaku operator Pelabuhan Tanjung Perak telah melakukan kajian guna mengantisipasi kelebihan kapasitas pada 2014.
"Salah satunya, sejak 2010 kami mulai membangun fasilitas baru yang disebut Terminal Teluk Lamong. Pada tahap pertama, terminal tersebut mulai beroperasi awal tahun 2014 dengan fungsi pelayanan peti kemas dan curah kering," katanya.
Terkait kapasitas yang disediakan di Teluk Lamong, tambah dia, sebesar 1,6 juta TEU's untuk menampung peti kemas dan 10,3 juta ton curah kering. Nilai invetasi yang dikeluarkan dari kas internal Pelindo dan pinjaman perbankan untuk pembangunan Terminal Teluk Lamong tahap pertama mencapai Rp3,4 triliun.
"Pembangunan terminal yang direalisasi di area seluas 38,86 hektare dilengkapi dengan 10 'gate in/out', lahan parkir seluas 5,3 hektare, 1,7 hektare gedung kantor, dan 15,86 hektare area lapangan penumpukan," katanya.
Pihaknya berharap Mei sudah dioperasikan dan Teluk Lamong dapat menekan waktu tunggu kapal. Pada 2014, dermaga internasional bisa menampung dua kapal dan dermaga domestik dengan kapal lebih kecil bisa tiga kapal sekaligus. Sedangkan, 2016 kapasitas dermaga internasional bisa empat kapal sekaligus dan domestik sekitar enam kapal.
Edi Priyanto mengungkapkan bahwa arus peti kemas yang melalui Pelabuhan Tanjung Perak diprediksi akan mengalami pertumbuhan. Berdasarkan data internal PT Pelindo III, tercatat sepanjang Januari hingga September (Triwulan III/2013) arus peti kemas melalui Tanjung Perak sudah mencapai 2.200.701 Teus atau setara 1.836.110 Box.
Realisasi itu, kata Edy, terdiri dari arus peti kemas internasional sebanyak 960.452 Teus atau sebesar 44 persen dari total arus peti kemas (Teus), yakni setara 677.027 Box atau 37 persen dari total arus peti kemas.
"Sedangkan, arus petikemas domestik tercatat sebanyak 1.240.249 Teus atau 56 persen dari total arus peti kemas, atau setara dengan 1.159.083 Box atau 63 persen dari total arus peti kemas," katanya.
Jika dilihat dari kontribusinya, terbesar disumbang oleh arus peti kemas di Terminal Petikemas Surabaya (TPS), selanjutnya di Terminal Berlian Jasa Terminal Indonesia (BJTI) dan sisanya dari berbagai Terminal Konvensional Pelabuhan Tanjung Perak yang terdiri dari Terminal Jamrud, Terminal Nilam dan Terminal Mirah.
Ia menjelaskan arus petikemas di terminal peti kemas yang dioperasikan PT TPS mencapai sebanyak 999.273 Teus atau 724.457 Box. Realisasi itu memberikan kontribusi sebesar 45 persen Teus dan 39 persen Box dari total arus peti kemas yang melalui Pelabuhan Tanjung Perak.
Selanjutnya, disusul Terminal Berlian yang dioperasikan oleh PT BJTI yang pencapaiannya sepanjang Januari hingga September 2013 sebanyak 724.859 Teus atau 664.874 Box. Realisasi ini memberikan kontribusi sebesar 33 persen Teus dan 36 persen Box dari total arus peti kemas yang melalui Pelabuhan Tanjung Perak.
Sementara arus peti kemas di Terminal Konvensional Pelabuhan Tanjung Perak meliputi terminal Jamrud, Nilam dan Mirah sejak Januari sampai dengan September tahun 2013 terealisasi sebanyak 476.569 Teus atau setara dengan 446.779 Box.
"Realisasi tersebut memberikan kontribusi sebesar 22 persen untuk satuan Teus dan 24 persen untuk satuan box dari total arus peti kemas yang melalui Pelabuhan Tanjung Perak," tukasnya. (*)