Prancis: Pelaku Pembunuhan Wartawan Kelompok Teroris
Senin, 4 November 2013 13:54 WIB
Bamako (Antara/AFP)- "Kelompok-kelompok teroris" adalah pihak yang menembak hingga tewas dua wartawan radio Prancis di Mali timur laut, demikian dikatakan Menteri Luar Negeri Prancis Laurent Fabius, Minggu, ketika jenazah kedua wartawan itu diterbangkan ke ibu Kota Mali, Bamako.
Wartawan Radio France Internationale (RFI), Ghislaine Dupont dan teknisi suara Claude Verlon diculik dan dibunuh di kota Kidal pada hari Sabtu.
Dupont (57 tahun) dan Verlon (55 tahun) "dibunuh oleh (orang-orang) berdarah dingin," kata Fabius di Paris, Minggu, setelah dilangsungkannya pembicaraan yang dipimpin oleh Presiden Francois Hollande soal krisis penculikan itu.
"Satu orang menembakkan dua peluru dan lainnya tiga peluru."
"Para pembunuh adalah pihak-pihak yang sedang kami perangi, (yaitu) kelompok-kelompok teroris yang menentang demokrasi dan pemilihan," tambah Fabius.
Ia mengatakan kedua wartawan Prancis itu dieksekusi dengan "cara yang menjijikkan."
Ia mengatakan keamanan "di seluruh zona dan wilayah-wilayah terdekatnya, terutama yang terkait dengan keberadaan para warga negara Prancis, akan ditingkatkan."
Seorang sumber di kalangan pemerintah mengatakan tentara-tentara Prancis yang ditempatkan di Mali timur laut akan menjadi "semakin terlihat".
Menteri Kehakiman Christiane Taubira dan kepala badan dinas intelijen luar negeri Prancis, Bernard Bajolet, juga hadir dalam pembahasan dengan Hollande, yang berlangsung selama satu jam.
Dupont dan Verlon sebelumnya berangkat ke Kidal pada hari Sabtu untuk mewawancarai seorang juru bicara kelompok separatis Tuareg, National Movement for the Liberation of Azawad (MNLA), dan diculik di luar rumah sang juru bicara MNLA, demikian menurut kantor tempat mereka bekerja.
Kedua wartawan veteran itu sama-sama miliki pengalaman menjalankan kegiatan reportase di Afrika, terutama Dupont, yang telah menghabiskan waktu 27 tahun meliput kontinen itu sejak ia bergabung dengan RFI pada pada tahun 1986.
RFI mengutip juru bicara MNLA, Ambery Ag Rhissa, yang mengatakan bahwa ia mendengar keributan di luar dan melihat kedua wartawan itu digelandang menuju sebuah kendaraan roda empat setelah sesi wawancara.
Beberapa pria yang mengenakan Turban dan berbicara menggunakan bahasa Tuareg, Tamashek, "memerintahkan Bapak Ag Rhissa untuk kembali masuk dan memaksa supir kedua wartawan itu untuk tiarap", kata RFI.
RFI menambahkan bahwa Rhissa sempat mendengar Verlon dan Dupont menolak dan mengajukan protes.
"Itu saat terakhir para wartawan terlihat masih hidup," kata Marie-Christine Saragosse, kepala eksekutif France Media Monde, perusahaan pemilik RFI, katanya di Paris.
Saragosse mengatakan ia berangkt ke Mali untuk membawa pulang jenazah. RFI mengatakan jenazah kedua wartawannya itu baru bisa dipulangkan ke Prancis paling cepat pada hari Senin, setelah otopsi selesai dilakukan.
Perdana Menteri Mali Oumar Tatam Ly dan menteri muda Prancis urusan veteran, Kader Arif, telah siap menyambut kedatangan kedua jenazah di bandar udara Bamako pada hari Minggu.
Patroli militer Prancis menemukan jenazah kedua korban penembakan itu tergeletak di dekat mobil mereka di sekitar 12 kilometer sebelah timur Kidal, kurang dari dua jam setelah mereka diculik, kata Fabius.
Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa telah mengeluarkan kecaman keras terhadap pembunuhan tersebut, sementara Presiden Komisi Eropa Jose Manuel Barroso menyebut pembunuhan itu sebagai tindakan "barbar".
Pada Selasa pekan lalu, empat warga Prancis dibebaskan setelah tiga tahun disekap di Niger, negara tetangga Mali, oleh sebuah cabang Al-Qaida.(*)