Surabaya (Antara Jatim) - "Tidak, saya 'ngga' punya simpanan dolar. Ada rupiah saja, saya bingung mau investasi apa," kata Gubernur Jawa Timur, Soekarwo, ketika ditanya di Surabaya berapa jumlah dolar Amerika Serikat (AS) yang dimiliki. Pernyataan orang nomor satu di provinsi paling timur Pulau Jawa ini, idealnya dapat menjadi panutan masyarakat tatkala mereka menanamkan modalnya dengan memilih instrumen investasi yang baik dan tepat. Apalagi, saat ini banyak ragam investasi yang memberikan tawaran menarik contoh menjanjikan bunga tinggi dan pengembalian modal cepat. Namun, ada baiknya segala promo dari sejumlah perusahaan investasi baik yang menjual produk berupa mata uang dolar Amerika Serikat (AS), logam mulia (emas), properti, maupun saham tidak ditelan mentah-mentah. Akan tetapi, mampu disikapi dengan cermat dan penuh kewaspadaan menyusul kian meningkatnya kasus investasi "bodong" di pasar modal dalam negeri. Seperti halnya investasi dolar AS, di mana pada masa kini mereka yang notabene penyimpan mata uang tersebut seolah berlomba-lomba hingga rela mengantre di sejumlah bank atau gerai "money changer" guna menukarkan dananya demi memperoleh keuntungan besar. Meski demikian, aktivitas itu didukung penuh oleh pria yang akrab disapa Pakdhe Karwo. Ia mengimbau, seluruh masyarakat di wilayah kerjanya agar tak segan menukarkan simpanan dolar dengan rupiah. "Jangan malu memiliki rupiah. Dengan cinta rupiah, perekonomian Jatim maupun nasional kian menguat dan negeri ini terhindar dari krisis ekonomi," ucapnya. Hal tersebut diamini oleh Deputi Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) Kanwil IV Jawa Timur, Soekowardojo. Pihaknya menyatakan, tantangan pelemahan nilai tukar rupiah memang perlu dicermati dan disikapi secara baik serta terukur, terutama dari kalangan industri di Jatim. Selain itu, pelaku industri juga sudah seharusnya bisa menggali potensi bahan baku domestik guna mensubstitusi impor bahan baku yang sekarang melebihi 80 persen dari total nilai impor. Apabila tidak diantisipasi dengan baik, peningkatan harga barang impor sulit terhindarkan seperti sekarang. Beberapa di antaranya kenaikan harga perhiasan emas dan komoditas bahan makanan khususnya kedelai sehingga berdampak pada berkurangnya eksistensi perajin tempe-tahu di penjuru Nusantara termasuk di Surabaya. Waspada Inflasi Masih dikatakan Soekowardojo, Bank Indonesia optimistis perekonomian Jatim kian melaju pada triwulan III/2013. Faktor pendorong situasi tersebut bersumber dari masih tingginya konsumsi dan dukungan pembiayaan perbankan. Bahkan, dampak dari pelaksanaan sejumlah pemilihan kepala daerah (pilkada) di Jatim terutama di sub-sektor jasa percetakan dan sub-sektor komunikasi. "Akan tetapi, kondisi itu perlu diwaspadai dan disikapi secara bijak karena dibayangi oleh tekanan pelemahan rupiah. Bahkan kesinambungan transaksi berjalan dan tingginya persepsi inflasi," tuturnya. Indikasi laju pertumbuhan ekonomi pada periode tersebut tercermin dari pertumbuhan kredit bank umum di Jatim bulan Juli 2013 yang meningkat hingga 28,05 persen menjadi sebesar Rp272,6 triliun. Jumlah itu lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan kredit pada bulan Juni lalu di posisi 26,32 persen. Pertumbuhan kredit tertinggi, kata dia, terjadi pada jenis kredit investasi yang mencapai 34,96 persen. Kemudian, peringkat berikutnya kredit konsumsi dengan pertumbuhan 27,15 persen dan kredit modal kerja tumbuh sebesar 26,83 persen. Sementara itu, secara tahunan penghimpunan dana dari masyarakat oleh bank umum tumbuh sebesar 13,64 persen menjadi Rp299,3 triliun. Angka tersebut meningkat dibandingkan Juni 2013 yang hanya tumbuh 12,03 persen. Besaran pertumbuhan kredit yang lebih tinggi dari penghimpunan dana mendorong kenaikan "Loan to Deposit Ratio/LDR," dari 90,32 persen pada bulan Juni 2013 menjadi 91,08 persen pada bulan Juli lalu. Di sisi lain, tambah dia, secara rata-rata tertimbang kalangan perbankan mulai meningkatkan suku bunga kreditnya per Juli 2013 menjadi 11,39 persen dibandingkan Juni lalu masih di posisi 11,30 persen. Kenaikan itu sebagai tanggapan terhadap kenaikan BI Rate beberapa waktu lalu. Mengenai tingkat risiko kredit, hal tersebut tampak dari pencapaian angka kredit non lancar "Non Performing Loans/NPL" bank yang masih terjaga atau stabil pada level 2,13 persen per Juli 2013. Kinerja NPL itu lebih rendah atau sesuai dengan ketentuan BI bahwa angka kredit macet bank besaran idealnya di bawah lima persen. Di samping itu, terkait tekanan inflasi di wilayah ini, sebut dia, berdasarkan hasil Survei Pemantauan Harga yang dilakukan BI maka kini sudah tampak mereda. Walau beberapa komoditas di pasar perdagangan cenderung mengalami kenaikan harga, peningkatan harganya tidak sekuat bulan sebelumnya. "Harga cabai merah meningkat 19,43 persen, cabai rawit 15,21 persen, tomat sayur 13,55 persen, dan kentang 11,19 persen. Hal serupa terlihat pada angkutan antarkota yang secara rata-rata meningkat 6,41 persen sebagai dampak tingginya mobilitas masyarakat pada Hari Raya Idul Fitri," tuturnya. UMKM Berjaya Di lain pihak, pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS disikapi berbeda oleh Wakil Ketua Umum Bidang UMKM Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jatim, M Rizal. Ia meyakini, kalangan UMKM di dalam negeri mampu menghadapi kondisi itu karena posisi rupiah stabil atau di bawah Rp11.000 per dolar AS. Kini, level mata uang rupiah jauh lebih baik dibandingkan ketika krisis ekonomi 1998 yang menyentuh Rp16.000-Rp18.000 per dolar AS. Oleh karena itu sampai kapanpun, pihaknya percaya bahwa UMKM bisa berjaya dan bisnis mereka kian berkembang. Terkait kondisi perekonomian sekarang, proyeksi dia, juga tidak akan melemahkan eksistensi UMKM menyusul mereka tidak memiliki ketergantungan besar terhadap bahan baku impor. Apalagi, semua komoditas yang dijadikan bahan utamanya berasal dari pasar lokal. "Terlebih sejak adanya kebijakan TKDN di mana seluruh masyarakat khususnya instansi pemerintah wajib memakai komponen dalam negeri," tukasnya. Untuk meningkatkan bisnis UMKM pada masa mendatang, saran dia, sekitar 4,8 juta pengusaha tersebut di Jatim dapat agresif memasarkan beragam produknya ke negara atau daerah tujuan ekspor yang potensial. Salah satunya, membidik negara yang tidak mengalami kelesuan ekonomi. "Ada baiknya kegiatan ekspor mereka dilakukan tanpa menggunakan jasa perantara. Karena hal itu menjadi penyebab utama belum meluasnya pasar ekspor UMKM," ujar dia. Secara umum, Pengamat Pasar Uang, Farial Anwar berharap, pelemahan nilai tukar rupiah dapat diantisipasi segera oleh pemerintah termasuk BI sehingga kecenderungan kondisi itu berlanjut sampai tahun 2014 tidak akan terjadi. Jika perekonomian Indonesia kian tidak pasti karena pemerintah belum mengambil langkah yang tepat, prediksi dia, akan muncul kepanikan pasar dan berpotensi memacetkan kredit valuta asing (valas). Di samping itu, kian berpengaruh pada terjadinya defisit anggaran negara makin membengkak dan justru memberi tekanan terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Oleh sebab itu, penguatan dolar AS saat ini bisa diantisipasi dengan sikap pemerintah terutama BI agar tidak menyerahkan kondisi ekonomi nasional terhadap mekanisme pasar. Tetapi, mengeluarkan kebijakan tepat yang tak merugikan masyarakat Indonesia seperti kembali mendengungkan Gerakan "Cinta Rupiah" sebagai wujud kebanggaan rakyat menjadi Warga Negara Indonesia.(*)
Berita Terkait
Menkeu bantah perintah Himbara naikkan bunga deposito valas
26 September 2025 16:09
Rupiah melemah dipengaruhi bank Himbara naikkan bunga deposito valas
26 September 2025 10:51
Polri: Hasil bobol rekening dormant Rp204 miliar ditukar jadi valas
25 September 2025 16:42
Rupiah menguat Rp16.197, Analis sebut karena intervensi BI di valas
3 Januari 2025 16:32
Manjakan nasabah dalam bertransaksi valas, BNI luncurkan fitur FX Mobile
8 Juni 2022 12:00
FxPro Mengakuisisi Penyedia Layanan Agregasi Likuiditas Valas
11 September 2014 16:16
