Pemeriksaan Cuka Kurangi Korban Kanker Servik di India
Senin, 3 Juni 2013 13:27 WIB
Chicago (Antara/Reuters) - Cara sederhana untuk program pemeriksaan kanker servik (mulut rahim) dengan menggunakan cuka dan pemeriksaan visual membantu mengurangi korban jiwa yang disebabkan oleh jenis kanker itu hingga 31 persen dari kelompok 150.000 perempuan miskin di India, demikian laporan para peneliti, Ahad.
Jika diterapkan lebih luas, program pemeriksaan tersebut dapat mencegah 22 ribu kematian akibat kanker mulut rahim dan 72 ribu kematian serupa setiap tahun di negara-negara berkembang, tim peneliti melaporkan pada pertemuan para ahli Onkologi Klinis di Chicago.
"Kami mendapat 31 persen penurunan kematian akibat kanker servik. Ini sangat penting," ujar Dr Surendra Shastri dari Tata Memorial Hospital di Mumbai, India. Ia memimpin penelitian dan menyampaikan hasilnya dalam pertemuan tersebut.
Penelitian itu juga menunjukkan tujuh persen penurunan kematian akibat berbagai sebab lain.
Kanker mulut rahim adalah kanker yang paling mematikan di kalangan perempuan India dan di banyak lagi negara berkembang.
"Program pemeriksaan berbiaya murah seperti yang digambarkan di India ini sangat diperlukan," kata dr Kathleen Schmeler dari Pusat Kanker Universitas MD Anderson di Houston, Teksas.
Shastri mengatakan saat ini belum ada program pemeriksaan kanker servik di India, karena pemeriksaan PAP Smear --cara yang lazim dilakukan perempuan di negara maju-- tidak mungkin dilakukan karena peralatannya berbiaya tinggi.
"Kami berharap hasil penelitian ini akan mempengaruhi pengurangan beban kanker servik di India dan negara berkembang lainnya," kata Shastri.
Penelitian tersebut melibatkan sejumlah perempuan yang dipilih dari 20 daerah kumuh di kota Mumbai.
Untuk mengatasi kendala sosial dalam program pemeriksaan, tim tersebut mula-mula harus menemui para tokoh agama, politisi dan pemuka masyarakat untuk mendapat dukungan mereka dalam program.
Penelitian itu sendiri melibatkan perempuan muda; sedikitnya sudah lulus kelas 10 dan mampu melakukan pemberian cairan cuka dan membaca hasilnya.
Hasil usaha itu menunjukkan "tingkat kesertaan 89 persen, sangat tinggi untuk negara seperti India", kata Shastri dalam presentasinya.
Penelitian tersebut melibatkan perempuan yang berusia 35 tahun hingga 64 tahun yang belum mempunyai sejarah kanker.
Di antara mereka juga dipilih secara acak untuk tugas mendidik perempuan lain dalam mengenali gejala kanker servik dan melakukan pemeriksaan dengan memasukkan cairan cuka ke mulut rahim --yang membuat jaringan pra-kanker berubah putih dan bisa terlihat kasat mata, hanya dalam beberapa menit.
Setiap kelompok pemeriksa tersebut mendapat empat putaran perawatan cuka dan pemeriksaan fisik dan pendidikan mengenai kanker setiap dua tahun.
Para perempuan dalam program tersebut juga mendapat perawatan kanker rahim.
Di antara peserta pemeriksaan terdapat 31 persen yang terhindar dari kematian akibat kanker mulut rahim dibandingkan dengan kelompok yang hanya belajar.
Berdasarkan hasil penelitian itu, pemerintah India berencana untuk mengangkat program pemeriksaan dengan dasar kependudukan.
Di wilayah negara Maharastha, tempat uji coba dilakukan, petugas kesehatan akan menyiapkan pelatihan perawatan kesehatan bagi pekerja dengan menyediakan pemeriksaan bagi seluruh persempuan berusia antara 35-64 tahun termasuk perempuan yang mengikuti penelitian.
Para dokter dalam pertemuan mengatakan bahwa program itu dapat menawarkan pilihan yang bagus dari uji PAP.
"Maksudnya adalah menggunakan program pemeriksaan dengan cuka secara luas pada tempat-tempat yang tidak terjangkau oleh pemeriksaan PAP Smear. Penelitian membuktikan bahwa hasil pemeriksaan ini dapat dibandingkan," kata Electra Paskett, Juru Bicara ASCO dan ahli ginekologi kanker di Ohio.
Dr. Monique Spillman dari Pusat Kanker Universitas Colorado mengatakan bahwa usaha serupa juga diterapkan di sejumlah bagian Afrika.
"Cara yang cepat dan murah untuk memeriksa perempuan dan mengetahui siapa-siapa yang memerlukan pemeriksaan dan perawatan dokter atas pra-kanker servik, dan untuk memastikan perempuan yang normal," katanya.
Dr Schmeler juga melakukan penelitian serupa di Brasil dan El Salvador dengan memakai teknik cuka dan kombinasi dengan pemeriksaan papilomavirus atau HPV pada manusia --visus penyebab kanker mulut rahim -- untuk mencoba meningkatkan ketepatan pemeriksaan yang kadang-kadang mengarah pada perawatan yang berlebihan.
"Tugas utama berikutnya yang kami lakukan adalah untuk menentukan siapa-siapa yang bisa salah diduga menderita penyakit tersebut," kata Schmeler. (*)