Christine Hakim: Mbah Hasyim Bukan Hanya Milik NU
Jumat, 31 Mei 2013 9:47 WIB
Ada pengalaman khusus yang dialami aktris ternama Christine Hakim saat memerankan Nyai Kapu alias Nyai Masruroh (istri Hadratussyaikh KH Hasyim Asy'ari, Rais Akbar Syuriah PBNU) dalam film "Sang Kiai" yang disutradarai Rako Prijanto.
"Saya tidak hanya mengandalkan kemampuan akting, karena saya merasa berat dalam memainkan peran itu. Saya pun berkunjung ke Desa Kapurejo di Kediri yang merupakan daerah kelahiran istri Mbah Hasyim Asy'ari," ucap aktris kelahiran Jambi itu.
Ia menceritakan hal itu saat bedah film di hadapan ratusan pelajar SMP-SMA di Yayasan Taman Pendidikan dan Sosial NU (YTPSNU) "Khadijah" Surabaya yang dipimpin Ketua Umum PP Muslimat NU Hj Khofifah Indar Parawansa, 18 Mei lalu.
"Di Desa Kapurejo itu, saya sempat shalat malam agar diberi petunjuk dalam memerankan Nyai Kapu. Allah SWT menerima doa saya, sehingga saat pengambilan gambar seperti ada tangan Tuhan yang menuntun saya untuk berperan dan seolah-olah saya hidup di zaman itu," ujarnya.
Didampingi sutradara Rako Prijanto dan aktor Ikranegara (pemeran KH Hasyim Asy'ari) dan Agus Kuncoro (pemeran KH Wahid Hasyim), peraih enam Piala Citra untuk Pemeran Utama Wanita Terbaik itu mengaku dirinya merasa malu setelah bermain dalam film yang dirancang selama tiga tahun dan akan diputar di bioskop pada 31 Mei 2013.
"Kita harus malu dengan Mbah Hasyim, karena apa yang kita lakukan sekarang, ternyata tidak ada apa-apanya dengan apa yang beliau lakukan," tuturnya dengan tatapan menerawang.
Dia menganggap Mbah Hasyim tidak hanya menderita akibat penjajahan, melainkan juga menderita kelaparan akibat penjajah memblokade jalur distribusi makanan kepada pribumi. "Buktinya, Nyai Kapu pernah menjual kain batik untuk membeli beras," ujar aktris yang sudah membintangi 35 film sejak 1974 hingga 2013 itu.
Dengan suara bersemangat, aktris Indonesia pertama yang menjadi juri dalam Festival Film Cannes di Prancis itu menyatakan Mbah Hasyim bukan hanya milik warga NU, melainkan milik bangsa dan negara, bahkan dunia.
"Itu karena kekuatan angkatan perang penjajah yang bersenjata lengkap itu harus tunduk kepada para santri Mbah Hasyim yang bersenjata ala kadarnya, sehingga para penjajah pun memperhitungkan beliau," paparnya.
Film yang juga menampilkan nuansa romantis dan peran wanita dalam perjuangan melawan penjajah itu membuktikan bahwa spiritual dan agamis itu sangat berperan dalam perjuangan menegakkan NKRI. Film itu "meluruskan" sejarah yang menghilangkan peran kiai atau ulama.
"Mbah Hasyim mengajarkan jihad dalam arti yang benar dan utuh. Saat ditanya Bung Karno tentang hukum membela negara dari penjajah, Mbah Hasyim menyatakan 'fardlu ain' (wajib bagi setiap pribadi)," kata aktris Indonesia pertama yang main film Hollywood berjudul 'Eat Pray Love' bersama artis Julia Roberts di Bali itu.
Tidak hanya tegas dalam berbicara, Mbah Hasyim juga merupakan sosok yang berani dalam tindakan. Saat penjajah Jepang melarang untuk hormat kepada "Merah Putih", sang kiai itu menolak untuk "menyembah" matahari. "Kita bisa bangga jadi orang Indonesia," urainya. (*)