Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) pada periode Januari 2013 mengumumkan neraca perdagangan Indonesia tercatat defisit 171,0 juta dolar AS, merupakan selisih total nilai ekspor sebesar 15,38 miliar dolar AS, sementara nilai impor mencapai sebesar 15,55 miliar dolar AS. "Defisit pada Januari 2013 disebabkan tingginya defisit pada sektor migas yang mencapai 1,425 miliar dolar AS," kata Kepala BPS Suryamin, usai memberikan keterangan pers di Gedung BPS, Jakarta, Jumat. Menurut Suryamin, defisit migas dikontribusi defisit pada minyak mentah sebesar 554,7 juta dolar AS, dan defisit hasil minyak mentah sebesar 2,182 miliar dolar AS, sementara pada komoditas gas mengalami surplus sebesar 1,311 milir dolar AS. "Meskipun pada saat yang bersamaan komoditas nonmigas mengalami surplus sebesar 1,254 miliar dolar AS, namun tidak cukup kuat untuk menahan tingginya defisit yang terjadi pada sektor migas," tegas Suryamin. Ia menambahkan, harus diakui kebutuhan migas dalam negeri masih sangat banyak dibutuhkan, sementera pasokan dan produksi kilang-kilang migas nasional cenderung menurun karena banyak yang sudah berusia tua. "Tapi melihat surplus nonmigas yang sudah mencapai 1,254 miliar dolar AS, maka pemerintah harus cepat melanjutkan kebijakan untuk meningkatkan ekspor komoditas yang menjadi andalan tersebut. Mudah-mudahan dengan kenaikan ekspor nonmigas dan defisit migas tetap maka akan terjadi peningkatan suplus," ujarnya. BPS mencatat, terhadap 11 negara-negara ASEAN, Indonesia mengalami surplus sebesar 418,7 juta dolar AS, yang merupakan selisih hasil ekspor sebesar 2,833 miliar dolar AS, dan impor sebesar 2,42 miliar dolar AS. Surplus terbesar terjadi terhadap negara Singapura yang mencapai sekitar 200,1 juta dolar AS, disusul dengan Malaysia surplus sebesar 164,7 juta dolar AS, sedangkan yang defisit perdagangan terjadi dengan Thailand yang mencapai 319,4 juta dolar AS. Adapun dengan 8 negara ASEAN lainnya, Indonesia mengalami surplus yang mencapai sebesar 373,3 juta dolar AS. Direktur Statistik Harga BPS, Sasmito Hadi Wibowo mengatakan, tingginya defisit Indonesia dengan Thailand dipicu antara lain impor produk kendaraan bermotor, selain juga impor buah-buahan. "Thailand menjadi basis produksi sejumlah produsen otomotif seperti Toyota, dan Honda, sementara kebutuhan Indonesia setiap tahun bisa mencapai di atas 1,1 juta unit. Maka untuk memenuhinya kita harus impor dari Thailand," kata Sasmita. Terkait fenomena impor mobil tersebut Sasmita mengutarakan, pemerintah harus secepatnya mengambil langkah cepat, misalnya dengan mempercepat realisasi proyek mobil nasional dan mobil listrik nasional, sehingga pasar dalam negeri memiliki alternatif membeli mobil selain impor dari negeri gajah putih tersebut. Masih menurut data BPS, pada Januari 2013, neraca perdagangan Indonesia dengan Uni Eropa mencatat surplus sebesar 221,5 juta dolar AS. Khusus dengan Jerman, Indonesia mengalami defisit cukup besar yang mencapai 239,1 juta dolar AS, sementara dengan Perancis defisit sebesar 25,2 juta dolar AS, sedangkan dengan Inggris surplus 20 juta dolar AS. "Secara keseluruhan surplus Indonesia terhadap sebagian besar negara Eropa lainnya diharapkan mengalami peningatan sejalan dengan upaya negara-negara tersebut memperbaiki ekonomi pascakrisis global yang berpusat di kawasan itu," tutur Sasmita. Adapun neraca perdagangan Indonesia dengan negara-negara utama atau negara mitra tradisional mengalami surplus sebesar 192,8 juta dolar AS, yang antara lain dipicu lonjakan surplus dengan India yang mencapai 967,4 juta dolar AS, disusul Amerika Serikat dengan surplus sebesar 625,3 juta dolar AS. "Khusus dengan India, surplus Indonesia didorong tingginya permintaan minyak sawit (CPO) yang mencapai di atas 5 juta ton per tahun. Pertumbuhan ekonomi di India yang masih relatif tinggi dibanding negara-negara lainnya mengkibatkan permintaan dalam negerinya terus melonjak," ucap Sasmita. Adapun dengan negara lainnya, defisit perdagan terbesar Indonesia terjadi dengan China yang mencapai 899,5 juta dolar AS, disusul Korea Selatan sebesar 258,8 juta dolar AS, Australia 166,5 juta dolar AS, dan Taiwan defisit sebesar 54,5 juta dolar AS. (*)
